"Gimana, Cha?" Echa menurunkan ponselnya, menampilkan wajah Raja yang sudah berada percis dihadapannya tengah menatapnya dengan senyum mengembang.
Echa hanya mengangkat kedua bahunya dan kembali fokus pada ponselnya. Ia malas berdebat dengan Raja hanya karena perihal kerja sama antara panitia pentas drama dan ekskul teater. Sesuai yang sudah dikatakan oleh Kenan, bahwa panitia pentas drama akan menggelar audisi untuk siswa dan siswi kelas X juga XI.
"Kita para anak teater aja keberatan kalau cuma dikasih waktu satu sampai dua minggu untuk latihan. Apalagi siswa siswi diluar sana, Cha?" Echa sepertinya benar-benar harus menanggapi perkataan Raja dengan serius.
Ia memasukan ponselnya ke dalam saku roknya, kemudian menatap Raja dengan kedua tangan tertumpu di atas mejanya. "Dengerin gue,"
"Pihak panitia udah nyusun audisi untuk seluruh siswa kelas X dan XI, dan rasanya kami nggak perlu bantuan lo untuk mengisi pentas drama kita. Kalau memang lo nggak berminat." Raja terlihat menganggukan kepalanya dengan senyum mengembang.
"Okey, gue akan mengarahkan seluruh anggota gue untuk tidak boleh mengikuti audisi itu. Dan gue mengizinkan, anak diluar ekskul teater untuk gabung di pentas drama lo." Echa mengkerutkan keningnya dan menatap Raja dengan tajam.
"Nggak bisa begitu dong, Ja. Masalah cuma terletak di lo, kalau lo nggak mau ikut, ya biarin anggota lo yang gabung." Raja menggelengkan kepalanya, masih dengan senyum mengembang.
"Gue mau ikut, dengan catatan lo yang jadi lawan main gue. Apa susahnya sih, Cha?" Echa menghela napas panjang kemudian tangannya bergerak menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dan kembali menatap Raja dengan tatapan malas.
"Dengar, ya, selain gue nggak punya bakat akting, gue juga nggak mau acara pentas drama ini berantakan karena gue nggak fokus ngatur jalannya acara. Masa lo nggak ngerti sih, alasan gue."
Raja merubah posisinya menjadi sempurna menatap kea rah Echa. Matanya menatap dalam mata bulat Echa kemudian ia kembali berbicara, "anak OSIS udah terbiasa bikin acara tanpa bantuan lo, dan kalau bakat akting, ya okelah, gue bisa bantu lo."
Tangan Echa kini malah bergerak mengacak rambutnya, ia menundukan kepalanya, menopang kepalanya dengan tangan kanan yang telah ia tumpu di atas meja. Rupanya Raja nggak akan nyerah.
"Gini, Cha. Kalau anak OSIS benar-benar bekerja sama dengan gue dan anak-anak teater lainnya. Kalian nggak perlu cari kostum, properti, dan pemain, karena kita semua udah punya. Selain itu, kalian nggak perlu menyiapkan naskah drama, karena kita yang akan bikin sesuai arahan tim panitia. Gimana?"
Echa gemas sendiri dengan kelakuan Raja yang seperti ini. Apa untungnya sih memang bekerja sama dengan panitia, sampai Raja terlihat ingin sekali seperti ini. Saat ditawarkan oleh panitia, Raja menolak dengan alasan yang menurut Echa sama sekali tidak masuk akal. Dan sekarang, disaat Echa beserta tim panitia sudah menolaknya, Raja malah kembali mempromosikan ekskulnya.
Tangan Echa gatal sekali rasanya ingin menampar Raja, dengan cepat dan belum diperintahkan oleh otaknya, tangan kanan Echa sudah menampar kepala Raja dengan pelan. Meskipun pelan, Raja sudah tahu bahwa Echa memang sudah kesal padanya.
Sebenarnya memang tawaran yang diajukan oleh Raja cukup menarik perhatiannya. Ia hanya perlu menerima tawaran Raja. Mereka tak perlu lagi menghabiskan dana untuk menggelar audisi, selain itu tim ekskul teater juga akan mempersiapkan perlengkapan mereka sendiri. Dan Raja juga sudah menawarkan diri untuk membantu Echa berakting. Tetapi rasanya tak mungkin, ia tahu bahwa Kenan tak ingin Echa beradu akting dengan Raja. Laki-laki yang secara terang-terangan menunjukan rasa sukanya pada Echa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You
Conto[Inspired by Who Are You by Fifth Harmony] Seperti hidup dalam sebuah lingkaran, Echa terus saja tertiban masalah yang tak pernah ada habisnya. Setelah paksaan dari Raja untuk menerima tawarannya, Kenan yang tiba-tiba mengacuhkannya, dekorasi aula y...