7. SUNDAY

1.8K 154 4
                                    

Pagi ini, Kenan tak berniat sedikit pun untuk pergi ke sekolah. Ia seolah membutakan dirinya, bahwa ia adalah ketua pelaksana. Ia ingin beristirahat, s etidaknya ia tak ingin melihat Echa. Menerima kenyataan bahwa Echa adalah adik Vito sangat berat bagi Kenan, belum lagi kenyataan bahwa Echa adalah orang yang ia sayang, kini tengah berdua bersama Raja, laki-laki yang juga menyukai Echa.

Kenan terdiam menatap fotonya berdua dengan Kinan, senyumnya mengembang. Ia sangat merindukan kakak satu-satunya, ia tak tahu lagi harus bagaimana, ia ingin sekali menemuinya. Tak mungkin ia menanyakan kabar Kinan pada Echa, itu seperti memberi petunjuk bahwa Kenan sudah mersetui Vito dan Kinan.

Sungguh, jika dua tahun yang lalu, Vito meminta restu secara baik-baik dan berbicara secara kekeluargaan dengan kedua orang tuanya, mungkin Kenan juga akan merestuinya. Namun karena Vito tak pernah berniat baik datang dan melamar Kinan, hanya karena sejak awal hubungannya sudah ditentang, jadilah Vito membawa kabur Kinan untuk dinikahkan tanpa restu kedua orang tua Kinan.

Setelah kejadian itu, kedua orang tuanya seolah menolak pernah memiliki anak perempuan. Namun tak bisa dipungkiri, anak tetaplah anak, mereka akan merindukan anak sulungnya yang kini sedang bersiap memberikan mereka cucu.

Kring.

Kenan terkejut menatap ponselnya, menampilkan sebuah nomor Indonesia yang tak terdapat namanya. Mungkin salah satu anggotanya. Kenan mengangkatkan kemudian mengucapkan salam.

"Kenan," sapa suara perempuan dari seberang sana. Kenan membeku ditempat, menyadari bahwa suara ini adalah suara yang sudah dua tahun lamanya tidak ia dengar. Ia merindukan suara ini, sangat teramat merindukannya.

"Mbak Kinan," panggil Kenan dengan suara lirihnya. Ia ingin berlari ke bawah, menemui kedua orang tuanya yang selalu menghabiskan hari minggu di ruang tamu. Memberitahukan pada mereka bahwa kakak sulungnya ini tengah menghubunginya.

Namun, lupakan. Kenan ingin menjadi egois. Kenan ingin mendengarkan sendiri penjelasan Kinan tentang keputusannya dua tahun yang lalu itu. "Mbak, kenapa pergi?" tanya Kenan masih dengan suara lirih, membuat Kinan tersenyum disana.

"Maafin, Mbak, Nan. Kejadian itu sudah berlalu dua tahun. Sepertinya ada masalah lain yang ingin mbak ceritakan ke kamu." Kenan tak terima jika Kinan melupakan kejadian dua tahun yang lalu itu begitu saja. Kenan tetap ingin tahu kenapa Kinan mengambil keputusan ini, namun ia sendiri penasaran dengan masalah lain yang kini menjadi topiknya.

"Echa," ujar Kinan membuat Kenan sontak menjauhkan ponselnya dari telinganya sendiri. Semua semakin jelas. Kinan inilah yang menjadi istri dari kakaknya Echa.

"Mbak, Aku dengar, Mbak sedang hamil ya?" Terdengar kekehan dari sana membuat Kenan ikut tersenyum mendengarnya. Ia lupa kapan terakhir ia mendengar kekehan kecil namun menggemaskan milik kakak perempuannya ini.

"Iya, sudah jalan 3 bulan. Kamu jangan bilang-bilang Mama, ya. Bulan depan Mbak akan ke rumah." Kenan terlihat sangat antusias. Mbaknya akan kembali ke dekapan keluarga hangatnya, kah?

"Nan, Echa," ujar Kinan lagi membuat Kenan menghela napas.

"Kenapa dengan Echa, Mbak?"

"Kamu tahu kalau dia punya perasaan sama kamu?"

Deg. Kenapa harus pembahasan ini yang menajadi topic utamanya diobrolan pertamanya dengan Kinan.

"Aku tahu, Mbak. Aku juga punya perasaan yang sama kayak Echa. Tetapi aku juga tahu kalau dia adalah adik dari Vito. Aku nggak mau orang yang aku sayang memiliki hubungan dengan orang yang aku benci."

"Terus kamu mau menyakitinya karena kesalahan yang tidak dia perbuat?"

"Mbak," lirih Kenan tak terima karena Kinan malah membela Echa.

Who Are YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang