"Ya ampun, naskahnya secepat ini, Ja?" Echa terlonjak bahagia kala Raja menyodorkan fotocopy-an kertas-kertas yang terdiri hampir 20 halaman. Senyumnya mengembang saat membaca judul ceritanya.
"Kapan kita latihan?" tanya Echa sambil matanya tak lepas dari naskah yang Raja berikan padanya.
Setelah berpikir dalam waktu beberapa jam, ia merasa yakin dengan keputusannya. Ia mencoba untuk egois, untuk tak menghargai perasaan Kenan yang ternyata tak lagi menghargainya. Ia merasa bahwa Kenan tak ada perasaan lebih padanya, dengan tawaran menarik Kenan bisa melepaskan Echa begitu saja.
Seolah tertampar kenyataan, bahwa Kenan sudah membiarkan dirinya berdekatan dengan Raja, padahal dulu Kenan sama menolaknya dengan Echa.
"Jam 11 siang, ya. Gue mau latihan futsal dulu." Echa mengangguk. Echa cukup tahu bahwa Raja merupakan siswa aktif disekolahnya. Selain ekskul theater, laki-laki ini juga mengikuti ekskul futsal.
"Gue tunggu di aula deh, Ja. Sekalian bantuin anak-anak yang lain." Raja mengangguk, mengusap kepala Echa sedikit dan langsung berlari ketengah lapangan, bergabung dengan timnya.
Echa tersenyum kecil kala mengingat penampilan Raja. Baju futsal, celana futsal selutut dan kaos kaki panjang, benar-benar membuat Echa terkikik geli dengan penampilan Echa.
Echa mendorong perlahan pintu besar aula, menampilkan teman-temannya yang sudah melanjutkan pekerjaannya. "Masa naskahnya udah nyampe ke gue," ujar Echa setengah berteriak pada teman-temannya. Setelah ia menerima tawaran Raja dan memberitahukannya sepulang sekolah, ia langsung ke aula dan memberitahukan kabar baik ini pada teman-temannya, dan beanar saja teman-temannya terlihat sama antusias dengan dirinya.
"Anjir, cepet banget. Jangan-jangan kalau kita minta properti udah jadi juga, lagi." Semua tertawa pelan mendengar perkataan Juna.
"Kenan dimana?" tanya Echa sedikit berbisik pada Dita. Dita hanya menunjuk Kenan dengan dagunya, membuat Echa sontak menoleh, mendapati Kenan yang tengah melipat-lipat origami dibawah sana.
Echa mengucapkan terima kasih dan segera berjalan mendekati Kenan, namun saat hampir 5 meter lagi sampai, tiba-tiba saja Kenan bangkit dari posisi sebelumnya, berjalan melewati Echa tanpa menyapanya sedikitpun, meninggalkan Echa yang kebingungan.
Apa keputusan gue salah?
Echa tak mungkin menarik kembali jawabannya pada Raja. Raja sudah sangat terlihat bahagia, beberapa anggota theater juga sudah hadir disini sesuai perintah dari Raja. "Raja kesini jam berapa, Cha?" Echa menoleh pada Farah yang berteriak padanya.
"Jam sebelas, dia lagi futsal." Farah terlihat mengangguk dan kembali melanjutkan pekerjaannya, mengecet steroform dengan cat. Katanya yang kemarin tak bisa digunakan lagi, maka dari itu mereka terpaksa membuat ulang.
Dalam diam, Echa terus memperhatikan Kenan yang sedang mengarahkan anggotanya untuk memasak kain hitam besar untuk background panggungnya. "ke kanan sedikit," ujar Kenan.
Dengan langkah pelan, Echa berjalan mendekati Kenan. "kiri," ujar Kenan lagi. Echa diam di belakang Kenan lbeberapa saat, dengan hati-hati tangannya bergerak menyentuh pundak Kenan. "Nan,"
Tanpa menoleh, Kenan mengangguk. "Pas," ujar Kenan kemudian berjalan meninggalkan Echa, membuat Echa terdiam di tempatnya.
Apa Echa benar-benar memiliki salah pada Kenan? Ia menghela napas panjang dan kembali ke tempatnya, menghampiri origami-origami yang sudah melambai. Tangannya mulai kembali menunjukan keterampilannya, menggunting-gunting origami berbentu persegi itu menjadi bunga-bunga cantik.
Sesekali kepalanya terangkat, menatap Kenan yang memimpin kegiatan kali ini dengan sangat tenang. Dalam diam, Echa tersenyum, merasa bangga karena menyukai orang yang begitu tenang dan santai dalam keadaan apapun.
Senyumnya kian mengembang kala Kenan berjalan menghampirinya, tiba-tiba ia merasa kebingungan harus bersikap bagaimana, ia merasa gugup. Ah, seperti baru ketemu Kenan saja. Batinnya berteriak menyoraki Echa yang terlihat sangat cheesy.
Senyumnya hilang kala Kenan berjalan melewatinya, tanpa sapaan, tanpa lirikan, menyisakan hawa dingin dari perilaku Kenan yang membuat Echa dengan sontak menggigit bibir bawahnya.
"Ka, ini kenapa bunganya nggak simetris?" tanya Kenan yang masih mampu terdengar oleh Echa. Echa menahan napasnya kemudian menghembuskannya dengan cepat. Ia tak ingin menjadi terlihat sangat bodoh.
"Gue nempelin doang, Nan, yang guntingin si Echa."
Deg.
Lagi-lagi tanpa perintah jantungnya berpacu lebih cepat, membuat Echa menghela napas panjang dan segera diam di tempat. Tak mau ambil risiko akan tersakiti lagi, ia memilih untuk diam di tempatnya.
"Echa," panggil Kenan dengan suara khasnya yang sangat tegas. Dengan hati-hati Echa menoleh pada Kenan yang menatapnya dengan tatapan datar.
"Kalau kurang simetris mending di buang, deh, daripada keliatannya kayak nggak niat." Tunggu. Echa lihat, ia melihat Kenan tersenyum miring diakhir kalimatnya. Apa ini artinya Kenan menandai Echa tidak ada niat dalam kegiatan ini?
"Hallo semua, hallo Echa." Echa bernapas lega kala mendengar suara Raja memasuki aula, langkah kaki itu kian mendekati Echa dengan senyum mengembang.
Echa menoleh menatap Raja, seolah hawa dingin Kenan sudah pergi digantikan kehangatan yang selalu Raja berikan. "Gue bawa pasukan, nih, lo latihan drama aja sama gue." Echa mengangguk, meletakan gunting dan origami yang ada di pangkuannya kemudian bangkit dari duduknya berjalan mengikuti Raja.
"Guys, ikutin perintah panitia, ya. Jangan bandel." Teman-teman theater yang dibawa oleh Raja hanya mengangguk dan mengiyakan dengan diiringi kekehan.
Kenan sendiri hanya melihati bagaimana teman-teman Raja itu mulai beraksi. Memang cepat dan terlihat terampil. Mungkin karena mereka lebih berpengalaman dibandingkan anak-anak OSIS yang bertugas sebagai panitia. Matanya melirik pada Echa yang tengah duduk berdua bersama Raja disisi lain aula.
Senyumnya mendadak tersungging miring. Ia tahu ada yang salah dengan dirinya. Namun bayang-bayang bahwa Echa adalah adik Vito, membuat Kenan merasa marah. Ia marah karena kakak dari orang yang ia sayangi adalah orang yang membawa kabur kakaknya. Ia tak terima orang yang ia benci ada disekelilingnya.
Lain Kenan, lain Echa, meskipun matanya fokus menatap naskah, dan bibirnya melantunkan kata per kata yang sudah disusun menjadi satu buah kalimat indah, pikirannya melayang pada perilaku Kenan hari ini.
Matanya sesekali melirik Kenan yang seperti tak acuh pada kedekatannya dan Raja. Echa merasa malu karena pernah berpikir bahwa Kenan juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Lalu apa artinya bunga yang Kenan berikan senin lalu, apa artinya kebersamaan mereka hampir seminggu ini?
"Cha, giliran lo," ujar Raja membuyarkan lamunan Echa. Echa tersenyum maklum kemudian kembali melanjutkan dialognya.
Raja merasa bahagia, akhirnya apa yang ia inginkan tercapai. Ia tak akan tanggung-tanggung dengan apa yang ia inginkan. Ia akan melakukan berbagai macam cara agar ia bisa dekat dengan gadis di hadapannya ini, gadis yang ia sayangi.
"Perhatian semua, tolong berkumpul, kita adakan rapat kecil dengan pihak ekskul theater." Semua terlihat mengangguk dan mulai mendekati Kenan yang berdiri di depan panggung.
Kini semuanya sudah duduk membentuk oval. Rapat dipimpin oleh Kenan selaku ketua, dengan Echa disisi kiri Kenan selaku wakil, dan Raja disisi kanan Kenan selaku ketua ekskul theater.
Echa hanya diam, memperhatikan Kenan yang terus berbicara tanpa pernah memberinya jeda atau memberikan Echa kesempatan untuk mengeluarkan pendapat. Echa sendiri yakin bahwa dirinya dan Kenan seperti sedang perang dingin, perang yang tak Echa ketahui permasalahannya.
Dan kini Echa sadar, sepertinya Kenan memang tak memiliki perasaan padanya. Ini hanyalah pemikiran satu sisi yang dipenuhi oleh kepercayaan diri yang tinggi oleh Echa.
Kenan tak pernah menyukaimu, Echa.
———oOo———
Komentar dan votenya ya. Makasih.
7th, May 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You
Historia Corta[Inspired by Who Are You by Fifth Harmony] Seperti hidup dalam sebuah lingkaran, Echa terus saja tertiban masalah yang tak pernah ada habisnya. Setelah paksaan dari Raja untuk menerima tawarannya, Kenan yang tiba-tiba mengacuhkannya, dekorasi aula y...