Beberapa kali Echa bangkit dari duduknya, melirik keluar jendela, mencari sosok Kenan yang biasanya sudah hadir di depan pintu kelasnya. Lagi-lagi jam kosong di jam terakhir. Mungkin di hari kamis yang cerah ini merupakan hal tak wajar jika guru Fisika tidak hadir, namun inilah nyatanya. Guru Fisika itu berhalangan hadir.
Kenan masih belum datang. Echa menghela napasnya kemudian kembali menyalakan lagu dari ponselnya. Mungkin Kenan sedang ada tugas. Pikirnya positif, ia tak ingin memikirkan hal-hal lain yang takutnya malah mengecewakan dirinya sendiri.
Echa menoleh ke kanan, merasa ada yang tengah memperhatikannya, matanya menangkap sosok Raja yang memang menatapnya dengan santai, namun Echa tahu, ada hal tersirat disana.
Echa tak mau ambil pusing, ia sudah sangat bersyukur karena Raja tak lagi mendesaknya untuk mau bermain peran dengannya.
Kring. Kring. Kring.
Echa segera bangkit dari duduknya, berjalan bersamaan dengan Raya. Ia masih harus mengecek aula untuk persiapan tiga minggu lagi. Echa ingin melihat hasil dekorasi kastil yang ia tugaskan kemarin pada anggotanya, ingin lihat jadinya seperti apa.
Langkahnya terhenti kala melihat Kenan yang berjalan di depannya. Tunggu, kenapa Kenan berbelok ke kanan? Bukankah aula terletak di kiri? "Kenan," teriak Echa dan langsung berlari menuju Kenan setelah berpamitan dengan Raya.
"Lo mau kemana?" Kenan menatap Echa tanpa senyum mengembang, membuat Echa tertegun sesaat dan kembali memaksakan menatap Kenan yang sepertinya tak ingin menatapnya.
"Aula kan disana. Yuk?" Echa siap berbalik badan dan berjalan menuju aula dengan tangan kanannya menarik tangan Kenan dan mengajaknya pergi ke aula. Belum sempat kakinya melangkah, tangan Kenan menarik tangan Echa untuk tetap diam ditempat.
"Gue nggak bisa. Gue harus pulang." Echa mengkerutkan keningnya menyadari nada dingin yang ditunjukan oleh Kenan. Tunggu, apa Echa membuat salah pada Kenan?
Kenan bergerak menghempaskan tangan Echa dengan kasar dan langsung meninggalkan Echa menuju parkiran sekolah. Echa terdiam di tempat.
Menatap punggung Kenan yang kian menjauh. Apa salah yang Echa lakukan. Sembari kakinya melangkah menuju aula, otaknya terus memutar kejadian-kejadian beberapa hari yang lalu. Berpikir dimanakah letak kesalahannya.
Senin yang indah, selasa yang membuatnya tersenyum, rabu yang sangat menakjubkan dan juga... Kenan yang tiba-tiba meninggalkannya.
Echa menyelipkan rambutnya kebelakang telinga. Memikirkan seperti apa sih sikap Kenan yang sesungguhnya. Kenapa ia bisa baik, namun berubah menjadi begitu menyakitkan untuk waktu yang sangat singkat?
Matanya mengedip cepat, mencegah air matanya yang sepertinya siap untuk keluar. Kepalanya menggelengkan kepalanya dan siap untuk mendorong aula.
"Ya ampun. Siapa sih yang ngelakuin ini." Echa memekik kala melihat keadaan aula yang sangat berantakan. Kepalanya menggeleng tak percaya. Kakinya berjalan mendekati panggung. Hanya ada sisa-sisa gabus steroform yang sudah berbentuk kastil namun sudah terbelah dan terjatuh mengotori panggung.
"Kemarin kalian udah ngerjain?" Ya ampun, apalagi ini. Echa mendengus melihat keadaan aula. Beberapa hiasan di dinding juga hancur berantakan tergeletak dilantai. Echa kembali mengacak rambutnya. Bagaimana ia menyelesaikan semua ini selama 3 minggu, belum lagi soal audisi yang juga membutuhkan banyak waktu.
Ya, mau tak mau hanya Raja lah satu-satunya jalan keluar. Selama anak teater berlatih, anggota dan kepanitiaan yang lain bisa kembali mendekorasi aula, tak mempedulikan naskah drama, properti drama, dan kostum. Semua sudah dijamin oleh Raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You
Short Story[Inspired by Who Are You by Fifth Harmony] Seperti hidup dalam sebuah lingkaran, Echa terus saja tertiban masalah yang tak pernah ada habisnya. Setelah paksaan dari Raja untuk menerima tawarannya, Kenan yang tiba-tiba mengacuhkannya, dekorasi aula y...