Arka menggeser kartu yang ada di hadapannya menjadi di hadapan Sarah. "Ini kartu untuk kamu gunakan. Setiap bulan saya akan rutin transfer."
"Pin-nya tanggal pernikahan kita."
Sarah menerima kartu itu, "Terimakasih, em M-mas."
Sarah mengigit bibirnya setelah menyebutkan panggilan barunya untuk Arka. Dia sudah memikirkannya sebelumnya, kalau hanya nama rasanya tidak sopan kepada suaminya. Apalagi usianya yang berada di bawah Arka.
Namun untuk panggilan ini sebenarnya dia juga sedikit was-was. Takut kalau Arka tidak menerimanya. Lalu dia akan merasa malu sebab dia dengan percaya diri memanggilnya seperti itu.
Arka terdiam mendengarnya, tidak ada perempuan manapun yang memanggilnya seperti itu kecuali Kania-adiknya. Entah kenapa rasanya sangat berbeda.
Arka mengangguk untuk membalasnya, "Kalau begitu saya berangkat dulu. Kamu bisa istirahat di rumah."
Sebenarnya ini masih hari cuti pernikahan. Namun sepertinya dia tidak bisa terus berdiam diri di rumah. Dia lebih baik menghabiskan waktu di kantor daripada hanya di dalam kamarnya. Apalagi interaksi dengan Sarah juga hanya saat mereka sama-sama berada di luar kamar. Setelah memasuki kamarnya masing-masing tidak ada interaksi apapun lagi. Mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri di dalam kamarnya.
Sarah mengikuti Arka yang berjalan keluar rumah. Begitu sampai teras, Sarah memberanikan diri menghentikan Arka lalu mengambil tangannya untuk dia salami yang kedua kalinya setelah acara akad tiga hari yang lalu.
"Hati-hati di jalan."
Tubuh Arka spontan terdiam. Ini memang hal wajar dilakukan suami istri normal lainnya jika sang suami akan berangkat kerja. Namun untuk ukuran mereka yang sebelumnya masih canggung menimbulkan sensasi yang belum pernah Arka rasakan sebelumnya.
Arka memang sudah pernah menikah. Namun dia juga tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini. Di pernikahan sebelumnya yang dia kira di landasi dengan perasaan cinta dari kedua belah pihak, nyatanya hanya dia yang mempunyai inisiatif dalam hal apapun. Setelah dia menyadari, ternyata selama ini hanya dia yang terkesan sangat mencintai. Bukankan itu hal bodoh yang pernah dia lakukan?
Sekali lagi, Arka menekankan pada dirinya, itu dulu. Dia sangat membenci dirinya yang bodoh karena dimanfaatkan oleh perempuan murahan itu. Bahkan rasanya tidak sudi mengingat kembali kenangan menjijikkan itu. Kalau bisa, dia ingin membenturkan kepalanya agar dia melupakan semua yang membuatnya jijik.
Entahlah, Arka benar-benar merasa jijik pada dirinya yang dulu. Dia yang berkata manis pada perempuan murahan itu. Dia yang memperlakukannya dengan baik. Tapi mendapatkan balasan yang sangat-sangat tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Istilahnya, 'air susu di balas dengan air tuba'.
Tapi Arka tidak peduli lagi. Rasa cinta dan sayang itu telah mati, bersamaan dengan kebodohannya.
"M-mas A-arka."
Arka tersentak dari lamuannya. Pandangannya beralih pada wanita di depannya ini.
Merasa dia cukup lama terdiam setelah tangan mereka terlepas, Arka menganggukkan kepalanya merespon ucapan Sarah sebelumnya. "Saya barangkat."
Setelah mobil Arka keluar dari gerbang, Sarah memasuki kembali rumah yang baru dia tempati sejak kemarin itu. Bukan hanya Arka, sebenarnya dia juga ingin berangkat bekerja. Tapi di sisi lain dia masih merasa lelah pada tubuhnya. Sepertinya tubuhnya masih lelah efek dari acara yang di gelar kemarin cukup memakan waktu yang lama dan ditambah dengan kehamilannya yang baru trimester pertama.
Mengingat acara kemarin, Sarah jadi teringat dengan ibunya. Kemarin saat dia pulang dari hotel, ibunya juga langsung pulang ke desa, bersamaan dengan rombongan kerabatnya yang lain. Sarah ingin melarangnya sebenarnya, dia ingin ibunya sementara waktu di sini. Tapi sepertinya ibunya itu tidak betah berlama-lama di sini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
General FictionSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...