𝚕𝚎𝚖𝚋𝚊𝚛 𝚔𝚎-𝚎𝚗𝚊𝚖𝚋𝚎𝚕𝚊𝚜 ; ' Perihal berdamai dengan takdir.

373 38 10
                                    

"Bi, lo serius?! lo nggak bercanda kan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bi, lo serius?! lo nggak bercanda kan?"

Hasbi menatap sahabatnya datar, remaja itu tak menjawab pertanyaan dari jevan sahabatnya yang menatapnya dengan tatapan yang seolah ingin diberikan penjelasan lebih.

Hasbi menceritakan jika semalam Sadipta di hajar habis-habisan oleh mahesa. Tentu hal itu membuat jevan sedikit khawatir begitu pula dengan hasbi yang selama ini hanya berpura-pura untuk tidak peduli dengan sadipta.

"Gue serius, je. dan gue nggak bercanda"

Hasbi memalingkan pandangan nya tak ingin menatap mata jevan yang mengintimidasi dirinya.

"Hasbi, menurut gue lo keterlaluan sih" hasbi menoleh ke arah jevan dengan tatapan terkejut.

"Maksudnya?"

"lo keterlaluan karna nyuruh gue pura-pura benci ke dipta. Padahal, disini gue cuma orang luar yang nggak tau tentang keluarga lo itu. Dipta di hajar habis-habisan dan lo masih santai kek gitu? Gila lo, bi. perlu gue ingetin sekali lagi kalau sekarang lo itu saudara dipta? lo-

"Gue juga nggak mau kek gini anjing! Gue juga nggak mau bersikap kek gini sama dipta. Tapi, gue cuma disuruh sama ayah buat benci sama dia.. "

"Dan bodohnya. Gue.. ngelakuin hal itu.." sambung hasbi

"Lo bego! tolol banget lo harus ikutin perintah om bayu! sekarang lo tahu kan kita harus ngejelasin ini semua ke si dipta?"

Hasbi mengganguk, "gue tau itu.. "

"ayo cari dipta, kita harus minta maaf" ajak jevan menarik tangan hasbi yang masih terdiam.

Keduanya berlari di koridor mencari sadipta. Namun, tak ada satupun yang tahu dimana anak itu setelah istirahat. Sadipta tak pernah absen di setiap pelajaran. Tapi sekarang? Remaja itu tak masuk, bahkan guru pun tak tahu kemana perginya.

Kini keduanya telah sampai di perpustakaan tempat penyimpanan Buku-buku yang seringkali sadipta datangi sehari-hari. Mungkin dia ada di dalam sana bukan?

Pintu itu hasbi dorong perlahan. Hal itu, membuat pintu kayu tua itu berdecit.

"Dipta."

Yang di panggil lantas menoleh. Pemuda itu membaca buku seorang diri di pojok ruangan.

"apa?"

Keduanya saling bertatapan disaat melihat luka di wajah sahabatnya masih terpampang jelas. Membuat hasbi meringis melihat itu.

"Kita bisa ngobrol sembentar?"

"Bisa, ayo. mau ngobrol dimana? jangan di perpustakaan."

Hening.

Tak ada balasan selanjutnya.

Hanya ada suara angin yang masuk melalui jendela perpustakaan yang di biarkan terbuka begitu saja.

Sadipta Dan Kisahnya. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang