𝙻𝚎𝚖𝚋𝚊𝚛 𝚔𝚎-𝚕𝚒𝚖𝚊 ; mengapa harus Dipta, abang?

374 33 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Sadipta !!! " tepat saat kaki sadipta menapak di lantai rumah, suara pekikan ayah yang tampak murka tertangkap oleh kupingnya.

Tubuh nya menengang, tak lama bergetar takut.

Dengan gerakan cepat dan kasar mahesa— sang kepala keluarga, mencengkram pundak si bungsu. Tak perduli jika anak itu sudah meringis kesakitan dengan suara bergetar.

Banyak pasang mata yang menatap kearah mereka. Namun, tak ada satupun yang ingin membantu Sadipta.


Tidak ada.

"Kemana aja?!!!" Sentakan itu menggema di seisi rumah.

Sadipta hanya bisa menunduk. Tak bisa sekedar menatap mata sang  ayah yang sarat akan marah.


"Kalau ditanya jawab!!!"

'Plakkk!!!




Panas menjalar. Tak menghiraukan, Mahesa kembali melayangkan tamparan disertai dengan kalimat-kalimat menyakitkan yang Sadipta dengar dengan jelas.

'Jadi anak malu-maluin aja kamu!! Dasar anak gak punya sopan santun!!"

"Dasar anak pembawa sial! Saya nyesel punya anak kaya kamu!!"



Cukup. Ia muak dengan semua ini.


Tanpa menghiraukan kalimat-kalimat menyakitkan yang Mahesa layangkan pada nya. Sadipta berjalan menuju je dalam kamarnya tanpa menghiraukan ayahnya.

Tubuhnya langsung di rebahkan di kasur berukuran agak kecil yang terlihat tak terlalu nyaman. Tapi bagi sadipta ini lumayan, dari pada dirinya tak dapat tempat untuk tidur.

Maniknya mengamati setiap inci plafon putih di atasnya. Fokusnya tertahan kearah lampu yang sedang mati.

Sebenarnya Sadipta belum ingin tidur sekarang. Lagipun, Ia akan mengerjakan tugasnya yang terbengkalai. Tak banyak, tetapi Ia ingin memanfaatkan waktu nya untuk belajar.

Tapi sialnya. Saat baru saja sampai ke dalam kamar, seluruh tenaganya seperti menguap begitu saja. Tubuhnya oleng, dan jatuh di tepat pada kasur tersebut.

Sadipta melirik pigura yang terpajang di nakas. Dengan lembut, si bungsu mengambil bingkai berisikan satu foto wanita cantik disana. Itu foto Amerta, yang tengah tersenyum cerah.

Foto itu Sadipta dapatkan dari dalam gudang waktu Ia di hukum oleh mahesa.

Perlahan, Sadipta mendekap pelan pigura sang bunda. Matanya masih terfokus kan dengan plafon putih di atasnya.

Sadipta Dan Kisahnya. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang