Kim Minji menatap keluar jendela. Awan mendung bergulung di kejauhan, siap mencurahkan hujan deras kapanpun ia mau. Ia duduk di tepi tempat tidur berseprei putih mengabaikan aroma tajam dari obat-obatan di ruangan yang hampir seluruhnya didekorasi dengan warna putih itu. Jemarinya bergerak menggenggam tangan seorang pria yang tertidur lelap disebelahnya, Shinyu. Sahabatnya, kasihnya, suaminya, cintanya.
Shinyu tertidur lelap, wajahnya begitu damai seakan tidak terjadi apapun. Tapi Minji tahu telah terjadi perubahan besar pada fisik suaminya itu. Kanker mengubah segalanya. Kulitnya yang semula kekuningan memucat dan mata coklat dibalik kelopak yang sedang terpejam itu, biasanya memancarkan semangat dan harapan, tapi kali ini hanya ada keputusasaan. Minji bahkan sudah tak pernah melihat senyum terkembang di wajah Shinyu lagi.
Air mata jatuh membasahi pipi putih Minji, bersamaan dengan turunnya rintik hujan pertama.
"Minji..." Bibir Shinyu bergerak perlahan, menyebut nama istrinya dengan suaranya yang melemah itu.
Minji cepat-cepat menghapus air matanya, ia tidak ingin Shinyu melihatnya menangis. Suaminya itu selalu berkata kalau senyumanlah yang harus mengiringi kepergiannya, dan sebisa mungkin Minji akan mengabulkan hal itu, walaupun itu adalah keinginan terakhir Shinyu.
"Ya?" tanggap Minji, memaksakan seulas senyum.
Shinyu membuka matanya, cercah semangat disana hampir sirna. "..Ada sesuatu yang harus kau tahu.. tentang masa laluku.."
Minji sedikit terhenyak. 'Ada yang masih belum ia katakan padaku selama 5 tahun masa pernikahan kami?'
"Apa itu?"
Shinyu melepaskan tangannya dari genggaman Minji. "Tolong ambilkan sebuah buku.. di tasku.."
Minji menoleh ke atas bufet di samping kepala tempat tidur. Diatasnya terletak sebuah tas yang Minji sadari sebagai tas kesayangan suaminya, sejak mereka sama-sama kuliah di Juilliard School of Art delapan tahun yang lalu. Minji bangkit dan mencari buku yang dimaksud Shinyu. Ia sedikit tertegun ketika melihat satu-satunya buku yang ada di dalam tas adalah..
"Ini?" Minji mengeluarkan buku harian biasa bersampul kulit dari dalam tas. Setahunya, buku harian itu datang setahun setelah pernikahan mereka melalui paket, dan ia masih ingat dengan jelas ekspresi suaminya begitu melihat buku itu. Shinyu terdiam selama beberapa menit sambil memandang sampulnya, dan kemudian langsung memasukkannya lagi ke dalam kotak pembungkusnya tanpa membaca terlebih dahulu. Ia melarang keras Minji untuk menyentuh buku itu apalagi membacanya. Sedangkan Shinyu sendiri juga melakukan hal yang sama, mereka tak pernah mengungkit-ungkit buku harian itu lagi setelahnya.
Tapi entah kenapa hari ini Shinyu memintanya untuk..
"Bacakan untukku Minji.."
Minji memandang Shinyu heran. Ia kembali duduk di sisi suaminya, tapi sama sekali belum melaksanakan perintahnya. Ia ragu.
Shinyu menghela nafas pelan dan menggenggam tangan Minji. "Ada sesuatu tentang masa laluku yang harus kau tahu Minji, dan satu-satunya cara hanya dengan membaca buku itu."
Minji mengalihkan pandangannya dari mata cokelat Shinyu ke buku harian di pangkuannya. Ia yakin sepenuhnya tak ada rahasia diantara mereka berdua, tapi pada kenyataannya Shinyu masih menyembunyikan sesuatu darinya. Ia benar-benar ingin tahu, tapi kalau Shinyu menyimpannya dalam-dalam selama ini, ia ragu apakah ia benar-benar ingin tahu? Ia takut. Ya, takut kalau ia tidak bisa menerima kenyataan yang disembunyikannya suaminya. Ia takut kalau kenyataan itu terlalu menyakitkan.
"Minji, let the story begin.."
Minji menatap mata suaminya, bimbang. Tapi akhirnya ia membuka sampul buku harian itu, dan menghadapi halaman pertama penuh dengan tulisan rapi.
"Tolong bacakan untukku.." ulang Shinyu memejamkan matanya. Sekilas Minji melihat seulas senyum samar di wajah suaminya, membuatnya menggenggam tangan Shinyu lebih erat dan ia mulai membaca.
"Dohoon's journal, 11 January, 2009." Minji berhenti membaca. Ini buku harian sepuluh tahun yang lalu. Ia menatap suaminya yang masih memejamkan mata, seakan meresapi apa yang dibacakan oleh Minji.
"Dohoon itu siapa, Shinyu?"
Shinyu hanya tersenyum kecil. Senyum tulus pertama yang Minji lihat sejak enam bulan yang lalu, ketika Shinyu pertama kali divonis mengidap kanker mematikan. "Kau akan tahu kalau kau menyelesaikan membaca buku harian itu.. Jadi selesaikanlah apa yang sudah kamu mulai, Minji."
Minji kembali menunduk menatap buku harian, merasa tak ada gunanya bertanya lebih lanjut. Shinyu tampak sedang menantikan sesuatu. Sesuatu yang hanya ada dalam buku harian itu. Minji tak punya pilihan lain selain meneruskan. Ia berdehem pelan dan kembali membaca tulisan rapi yang tertera di setiap lembaran buku harian itu.
"Dohoon's journal, 11 January, 2009.."
To Be Continued...
- 02.03.2024 -
Shin Junghwan
Kim Dohoon
Kim Minji
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Blue And Red | Doshin ♡
FanfictionKim Dohoon adalah anak dari pengusaha terkemuka di Korea yang ingin mewujudkan impiannya menjadi pianis sukses. Namun keluarganya terus mencoba menghalangi impiannya itu bahkan saat Dohoon berhasil kabur dan berhasil bersekolah di Universitas musik...