07

513 61 5
                                    

Minji nyaris saja menjatuhkan gelas anggur yang dibawanya ketika ia membaca bagian terakhir di halaman tertanggal 14 Februari itu.

Shinyu.. suaminya.. berciuman dengan pria lain..

Ia meletakkan gelas anggur di tangan kanannya secara perlahan di atas meja marmer di dapur rumahnya dan berusaha mengatur napas. Ia bahkan tak bisa mendeskripsikan perasaannya sekarang. Semuanya begitu campur aduk, marah, cemburu, kesal, penasaran, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tahu pernikahan yang terjadi sepuluh tahun lalu itu hanya sandiwara, tapi..

Toh wanita lain pasti juga pernah merasa begini ketika bertemu mantan pacar suaminya atau semacamnya,’ pikir Minji. Mata indahnya menatap nanar ke tulisan rapi Dohoon. Entah sejak kapan ia mulai membenci pemilik buku harian ini. Minji menghela napas. ‘Tapi wanita lain belum pernah bertemu mantan suami dari suaminya kan? Apalagi membaca tentang masa lalu mereka seperti yang aku lakukan.’

Minji masih menatap buku harian itu lekat-lekat, penuh amarah. Ia sangat tidak menyukai Dohoon, tanpa alasan yang jelas. Dan sudah berkali-kali ia menanamkan kebencian itu tiap ia membaca kata demi kata yang tertulis di buku harian. ‘Semoga aku tidak pernah bertemu dengan Dohoon ini.’

Minji membalik halaman buku harian itu, dan melanjutkan membaca.

***


Dohoon’s Journal, March 1, 2009.

Seharusnya aku memberi judul Kim Dohoon’s journal di awal jurnal ini, tapi entah kenapa aku juga mulai enggan dengan nama itu. Baru dua minggu aku tinggal bersama Shinyu di apartemen tetapku (ya, sekarang aku sudah tidak nomaden lagi, keluarga Kim benar-benar sudah membuangku) tapi urat di pelipisku pasti selalu bereaksi negatif tiap kali mendengar nama pemuda berambut coklat itu disebut. Dia lebih menyebalkan daripada keseluruhan keluarga Kim jika digabungkan.

Apa yang melintas di pikiranmu begitu kau mendengar kata biru? Segar, cantik dan enak dipandang? Tiga kata itu sama sekali tidak ada artinya kalau kau sudah tinggal selama dua minggu bersama Shinyu. Pemuda penggila biru itu membuat image warna biru jadi hancur berantakan dan identik dengan jorok, berisik, dan hiperaktif.

Tapi, sisi baiknya, ia cukup tahu diri kalau aku sedang latihan dan berusaha berkonsentrasi membaca partitur.

Dan setelah jurnal ini, aku tak yakin apa aku bisa menjalani hidup selama dua tahun ke depan. Itu bakal jadi dua tahun yang amat sangat panjang.

***


GEDUBRAK!

Dohoon memejamkan matanya, berusaha menahan emosi dan mengutuk dalam hati. Ia meletakkan penanya dan menutup buku partiturnya seraya bangkit berdiri dan segera keluar dari kamarnya. Suara berisik yang memecah konsentrasinya itu tadi pasti berasal dari suaminya tersayang.

“Apa yang kau lakukan?” sentak Dohoon begitu mendapati Shinyu jatuh terduduk di bawah rak buku, dengan buku-buku besar koleksi Dohoon menjatuhi tubuhnya. Ia meringis tanpa dosa ke arah Dohoon yang berdiri menjulang di atasnya dengan glare yang luar biasa.

“Ehehe...” cengirnya, berusaha bangkit berdiri, membuat buku-buku di atas tubuhnya kembali berjatuhan ke lantai dengan suara keras. Dohoon memejamkan matanya habis sabar. Ia sudah sangat ingin sekali mengusir pemuda ini dari apartemennya kalau kontrak yang telah diucapkannya dua minggu lalu tidak menahannya.

Selama ini ia berpikir Shinyu-lah yang bakal tidak betah tinggal bersamanya mengingat Dohoon adalah seorang perfeksionis dengan pribadi yang sangat bertolak belakang dengan Shinyu. Tapi ternyata ia salah. Shinyu telah mengacaukan aturan-aturan hidupnya dalam sekejap, dan sama sekali tidak merasa bersalah.

[✓] Blue And Red | Doshin ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang