Chapter 4 (Bab 1)

29 5 1
                                    

Masih di ruangan yang sama, Rakal duduk berhadapan dengan sang ayah yang memperlihatkan wajahnya yang buruk rupa. Rakal tampak terkejut melihatnya.

Angga memakai topengnya lagi, lalu berkata, "Sudahlah, Nak. Tak perlu lagi membahas hal ini."

"Tunggu sebentar, Ayah. Ada satu hal lagi yang ingin kupertanyakan. Apa... Apa kau pernah mendengar tentang Proyek Xenos?" tanya Rakal.

Angga terdiam sejenak. "Aku tidak tahu. Apa yang kau maksud?"

"Lima tahun lalu, kau memerintahkan kami untuk membunuh sindikat mafia yang ada di kota Bandung. Semua tak terduga terjadi di sana. Ternyata ada sebuah eksperimen ilegal bernama Xenos Project, sebuah organisasi untuk membentuk manusia super, yang mana mereka melakukan ini dengan cara menculik orang-orang tidak bersalah. Dan ini semua bukan hanya di satu titik, tetapi banyak titik lainnya eksperimen ini dijalankan," Rakal menjelaskan. Ia tampak ragu ketika ingin memberitahu mengenai Aoi, dan memutuskan untuk merahasiakan keberadaannya.

Saat menjelaskan ini kepada ayahnya, tiba-tiba Rakal mengingat ucapan Fahri yang mengatakan bahwa untuk berhati-hati dengan ayahnya. Ia tidak tahu maksudnya, tapi memutuskan untuk menanyakan hal ini. "Dan saat kami berhasil membunuh mafia itu, ia berucap untuk berhati-hati denganmu. Apa maksudnya itu? Apa kau ada hubungannya dengan ini semua?"

Angga mengetuk-ketuk meja. "Aku tidak ada hubungannya dengan eksperimen dan mafia sinting itu," Angga beranjak dari kursinya dan pergi keluar ruangan. "Aku butuh mencerna ini semua."

...

Di luar, Angga tidak sengaja bertemu dengan Indra. Dia menepuk bahu Indra dan berbisik. "Selesaikan ini semua," lalu pergi menjauh.

Sesaat kemudian, mata Indra terlihat kosong. Dia berjalan menuju ruangan tempat Rakal berada.

Di dalam ruangan, Rakal masih duduk di kursinya. Dia merasa bingung dan marah dengan sikap ayahnya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan olehnya.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka. Rakal menoleh dan melihat Indra masuk. Dia bangkit dari kursinya dan bertanya, "Indra? Ada apa?"

Indra tidak menjawab. Dia hanya menatap Rakal dengan mata kosong. Dia mengangkat pisau di tangannya dan berlari.

Rakal terkejut melihat Indra. Dia tidak mengerti mengapa Indra menyerangnya. Dia berusaha menghindar dan berteriak, "Indra, apa yang kau lakukan?!"

Rakal berhasil mengelak dari serangan Indra. Dia mencoba merebut pisau dari tangannya, hingga mereka berdua bergulat di lantai. Saat berhasil mengambil pisau itu, Rakal langsung melukai Indra tepat di telapak tangannya.

"Indra, berhenti, ini tidak benar!" Rakal berusaha membujuk Indra sembari menahannya.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka lagi. Baron masuk dengan setengah wajahnya yang diperban. "Apa yang terjadi?!" Baron panik sekaligus bingung.

Rakal memanggil Baron, "Baron, cepat bantu aku, Indra ingin mencoba membunuhku!" Rakal masih berusaha menahan Indra yang memberontak.

Baron melihat Indra. Dia melihat dengan jelas mata Indra yang tampak kosong. Ini mengingatkan ia terhadap para ilmuwan yang dulu mereka bunuh.

Indra dengan sekuat tenaga berhasil lepas dari cengkeraman Rakal dan langsung saja mengambil pisau yang tadi Rakal pegang.

Kini, Indra ingin mencoba menyerang Rakal sekali lagi, sebelum Baron berlari dan menarik Indra ke belakang lalu memukulnya. "Sadarlah, Indra, sadarlah!" Ia memukul Indra berkali-kali hingga darah mengucur dari hidung dan bibirnya.

Indra tidak merasakan tanda-tanda sakit atau apapun itu.

Indra segera menangkap tangan Baron lalu membantingnya.

Hingga secara mengejutkan, Angga datang dan menembak Indra berkali-kali.

Baron yang cukup kaget, langsung berusaha berdiri dan menangkap tubuh Indra yang mulai jatuh. Dia tidak bisa mencerna apa yang terjadi. Tanpa sadar, ia meneteskan air mata.

"Kenapa kau membunuhnya? Sebenarnya apa yang terjadi?" Suara Baron bergetar, masih tidak percaya dengan ini semua.

Rakal yang marah berlari dan langsung memukul ayahnya.

Angga tidak menghindar, membiarkan anaknya itu memukulnya hingga topeng yang ia pakai mulai terlihat retak.

Saat pukulan kedua diarahkan, tiba-tiba saja Rakal merasa lemas dan terjatuh pingsan. Baron yang melihatnya berteriak dan ikut berlari ke arah ayahnya untuk memukul, sebelum hal sama juga terjadi pada Baron.

...

Rakal terbangun dari pingsannya. Ia melihat ruangan yang ia pijaki tampak asing.

Ruangan itu terlihat seperti sebuah penjara. Dindingnya dingin dan keras, tanpa hiasan atau jendela. Satu-satunya pintu masuk keluar terkunci dengan ketat. Di pintu itu, hanya ada sebuah lubang kecil dilapisi kaca, yang memberikan sedikit pandangan untuk melihat keluar.

Rakal berdiri dan melihat dari balik pintu. Di luar ia melihat beberapa pasukan bersenjata yang tampak tidak asing olehnya. Ia sangat mengenali para pasukan bersenjata itu.

Rakal mundur perlahan. Ia tidak percaya, Ayah angkatnya ternyata benar terlibat dengan ini semua.

Beberapa saat, terdengar suara rintihan di ruang sebelah. Rakal sangat mengenali suara itu.

"Baron?" Panggilnya, sembari menyenderkan tubuhnya ke dinding.

"Rakal? Apa itu kau?" Baron duduk dan ikut menyenderkan tubuhnya ke dinding.

"Iya ini aku, syukurlah."

"Apa yang terjadi?" Tanya Baron, sedang memegang kepalanya yang sakit.

"Lihatlah keluar." Jawab Rakal. Ia ingin Baron melihat langsung apa yang terjadi.

Baron menuruti. Ia tampak terkejut saat mengintip dari balik lobang pintu. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kini ia berteriak dan mengutuk ayah angkatnya.

"Tetap tenang, aku punya rencana," Ucap Rakal.

Sepuluh menit kemudian pintu terbuka, masing-masing empat pasukan bersenjata membawa mereka berdua keluar ruangan menghadap Ayahnya yang kini mereka anggap sebagai musuh.

"Ini dia calon superhero terkuat kita," Ucap Angga memberitahu ke salah seorang ilmuwan.

Ilmuwan yang nampak masih muda itu tersenyum. "Yah aku bisa merasakannya dari mata mereka. Sungguh indah."

Angga menyuruh pasukan bersenjata yang membawa Baron dan Rakal untuk keluar dari ruangan.

"Aku tidak menyangka kau terlibat dengan ini semua" Marah Baron. "Bahkan kau telah membunuh Indra."

Angga tertawa. "Andai dia tidak lemah, mungkin aku tidak akan membunuhnya."

Baron yang mendengar itu langsung mengepalkan tangannya. "Kau-!"

Rakal menahan bahu Baron dan tetap menyuruhnya tenang.

"Aku tidak menyangka dengan ini semua, kenapa? Apa alasanmu melakukan ini semua?" Tanya Rakal.

"Alasan? Apakah kalian pikir aku melakukan ini untuk kesenangan semata? Tidak, ini semua demi masa depan umat manusia. Xenos Project adalah langkah maju dalam evolusi manusia. Kami menciptakan manusia super untuk melindungi umat manusia dari ancaman yang lebih besar."

Rakal tidak tahu apakah perkataan Ayahnya adalah kebohongan atau tidak, "Jangan mencoba untuk mendoktrin kami. Kau menculik orang-orang tak bersalah demi kekonyolan ini? apapun alasanmu aku tidak akan berpengaruh."

Angga menggeleng, "Kalian masih belum mengerti. Harus ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar. Dan kalian berdua, adalah bagian dari masa depan yang lebih baik bagi umat manusia."

"Cukup omong kosong mu," Rakal melontarkan peluru ke ilmuwan disebelah Ayahnya menggunakan pistol yang ia ambil diam-diam dari pasukan bersenjata yang membawanya ke ruang ini.

Ilmuwan itu tertembak, lalu Rakal sekali lagi melontarkan peluru ke arah Ayahnya dan peluru ini mengenai bahu Angga.

Rakal dan Baron langsung kabur dari ruangan itu.

"Dasar Bodoh," Angga memegang bahu kirinya lalu melepaskannya, beberapa detik kemudian bahu yang tertembak itu sembuh dengan sendirinya.[]







Dua Arus Sang PenghakimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang