Chapter 15 (Bab 2)

21 6 4
                                    

"Sesuai perintah Anda, Tuan, kami sudah memasang beberapa bom di berbagai titik di kota," lapor salah satu pasukan di sampingnya.

"Bagaimana dengan robot-robotnya?" tanya Angga.

"Semua sudah siap. Pesawat-pesawat itu sudah berada di beberapa titik lokasi untuk menurunkannya."

Angga hanya mengangguk pelan dan memerintahkan pasukannya untuk pergi. "Sudah cukup main-mainnya."

...

Kini, Lala dan Rakal duduk di bangku taman tak jauh dari tempat awal mereka bertemu.

"Jadi, kau pindah ke Indonesia hanya untuk mencari kita berdua?" tanya Rakal.

Lala mengangguk. Ia mengaku sangat rindu dengan kedua sahabatnya itu. "Kalian berdua tidak mengucapkan salam perpisahan saat itu. Kalian tahu kan betapa bingungnya diriku mencari kalian berdua?" Lala tampak marah.

"Maafkan aku. Sungguh, saat itu kami berdua langsung pergi meninggalkan panti asuhan setelah mengetahui bahwa kami diadopsi," kata Rakal menunduk sambil tersenyum tipis.

Lala hanya menghela nafas. Beberapa saat kemudian, Lala mulai menceritakan kisahnya setelah diadopsi dan dibawa ke Amerika. Masa-masa di mana ia masih belum terbiasa dan sering menangis menghadapi hal baru. Rakal pun menceritakan dirinya dan Baron saat diadopsi oleh seorang pembisnis. Saat Lala menanyakan tentang Baron, ia tak kuasa menahan umpatannya, mengingat kenangan di panti asuhan yang selalu diwarnai tangisan karena ulah Baron yang sering menjahilinya. Rakal pun jujur ​​mengatakan bahwa dia dan Baron sedang bermusuhan dan tinggal berpisah. Rakal mengarang cerita demi cerita agar identitas dan kenyataan sebenarnya tidak terbongkar.

Lala tiba-tiba bangkit dari duduknya. Ia menggapai rambut Rakal dan menyingkirkannya ke belakang telinga. "Risau aku melihat rambutmu menutupi sebelah mata. Begini lebih baik, kan?" Lala tersenyum, kembali duduk dan melanjutkan perbincangan mereka. Rakal terdiam sejenak, masih mencerna apa yang baru saja terjadi.

Ketika mereka berdua asyik berbincang, tiba-tiba suara ledakan menggelegar dari berbagai arah. Disusul kemudian oleh suara gemuruh dan tembakan bertubi-tubi. Teriakan ketakutan dan kepanikan membahana di udara, mendorong orang-orang berhamburan menyelamatkan diri.

Rakal dan Lala tersentak dan segera ikut berlari. Di tengah kepanikan, Rakal menoleh ke belakang. Matanya terbelalak melihat segerombolan pasukan robot bercat hitam dan bersenjata lengkap sedang menembaki orang-orang yang berlari.

Rakal menghentikan larinya, mengepalkan tangannya dengan kuat. Motornya yang tertinggal segera melaju ke arahnya. "Rasanya tidak tepat bermain rahasia-rahasiaan di situasi sulit seperti ini," gerutunya. Ia bergegas membuka jok motornya. Di dalamnya telah tersedia pelindung lengan emas, primas horn (tanduknya), serta topengnya. Rakal memasangkannya satu per satu dengan sigap.

"K-kau?" Lala tampak terkejut.

"Benar," jawab Rakal dengan tegas. "Aku The Perfect."

"Jack, bawa Lala ke tempat aman." Motornya melaju sedikit, mendekati Lala.  "Naiklah, kau akan aman bersamanya." Lanjut Rakal.

"Ta-tapi!" Saat Lala sedang berbicara tiba-tiba motor yang dipanggil oleh Rakal sebagai Jack memotongnya. "Tolong nona segera naik, keadaan semakin kacau."

Lala menaiki motor tersebut dalam keadaan terpaksa. Motor itu segera melaju cepat hingga bayangannya tidak lagi terlihat oleh Rakal. Rakal kembali fokus ke depan. Ia berlari dan segera menghancurkan pasukan robot sambil menyelamatkan orang-orang yang terjebak.

Menit demi menit berlalu. Rakal masih terus menghabisi pasukan robot di beberapa tempat hingga ia bertemu dengan Baron yang juga sedang menghabisi pasukan robot.

Dua Arus Sang PenghakimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang