💚💚💚
Kak Melvin dan si bungsu Zergio saling lempar pandang dalam diam. Suasana ruang makan malam itu terasa cukup canggung, sangat jauh berbeda dengan suasana yang biasanya terjadi. Hanya dentingan sendok yang sesekali terdengar secara tak sengaja.Sungguh, rasanya sangat tidak nyaman. Melihat mas Hayyie yang biasanya menjahili, kini hanya diam di pojok sana. Bang Leo yang hampir setiap waktu beradu mulut dengannya, kini pun terlihat damai.
Dan juga, seluruh kakak yang biasanya berebutan bangku agar bisa duduk bersebelahan dengannya, kini justru memilih saling berjauhan. Hanya si sulung Melvin yang mau duduk di sebelah Zergio saat itu.
Ketika biasanya Zergio wajib berada di tengah tengah mereka. Kini semua kompak menyisakan bangku pojok untuk si bungsu.
Ingin sekali rasanya Zergio mengeluarkan sepatah kata, namun rasa takut lebih memegang kendali dirinya. Jadi, yang bisa si bungsu itu lakukan hanya diam menghabiskan makanannya dengan tenang.
"Ucapan selamat malamnya, juga hilang, ya?" batin Zergio menatap sendu, kendati satu persatu anggota keluarga bangkit meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata.
☆ ☆ ☆
Pagi pagi sekali, kak Melvin menuruni tangga dengan tergesa. Lengkap bersama setelan kemeja dan juga tas ranselnya.
Lelaki itu membawa langkahnya menuju dapur, membuka rak gantung yang sudah terdapat beberapa roti, selai, dan juga bahan makanan lainnya. Diambilnya dua lembar roti dan juga selai coklat, mengolesi untuk segera disantap.
Ngomong ngomong, sedari tadi, kak Melvin sedang berdua bersama mami Luna. Hanya saja, ia tak cukup berani untuk sekedar menyapa karena kejadian sebelumnya.
Tak sadar diperhatikan, kak Melvin terus sibuk mengolesi roti. Hingga celetukan mami Luna membuatnya berhenti. "Kenapa makan itu, Kak? Ini Mami masak?" tanya wanita itu memperhatikan.
"Melvin harus cepet pergi, Mi. Ada janji sama dosen pagi ini." jawabnya menoleh sekilas.
"Tumben? Biasanya kan siang, Kak?"
"Iya, soalnya dosennya nanti mau ke luar kota, Mi. Jadinya dimajukan pagi ini,"
Mami Luna mengangguk paham. "Oalah, gitu. Ya sudah, hati hati ya, Kak." Wanita itu menjulurkan segelas susu vanilla untuk sang putra. "Ini susunya diminum dulu, biar hangat,"
"Makasih, Mi." ucap si sulung menerima teh itu.
Sudah kebiasaan bagi kak Melvin meminum susu pagi hari, karena sedari kecil, si sulung itu memang tak pernah absen meminum susu pagi pagi.
Setelah roti dan juga susu itu berhasil habis, kak Melvin kembali bangkit dari meja pantry. Menyandang tas ransel nya, dan berjalan mendekati mami Luna yang terlihat sibuk menggoreng tempe. "Mi? Melvin berangkat dulu, ya?" pamitnya hati hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rigel Ajishaka
Fiksi RemajaTak banyak kata, ini hanyalah sebuah kisah tentang si bungsu Ajishaka yang hidup bahagia bersama kedua orang tua sekaligus ke enam kakaknya. Ini hanyalah kisah, tentang si bintang yang bersinar di naungan keluarga cemara. Tentang si bungsu yang di s...