“Lia… lu pindah ke atas gue, ya?”
Kalau itu benar-benar sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau enggak, gue akan menjawab enggak. Tapi bukan Arsen namanya kalau bisa menerima jawaban enggak dari gue.
Okay, gue memang banyak dibantu selama ini. Bahkan sejak kecil. Dia ngejagain gue, dia nyayangin gue, dia sosok saudara yang selalu gue rinduin. Fisik Mami gue lemah sejak ngelahirin gue. Mendiang punya banyak riwayat kesehatan yang membuatnya nggak bisa mendapatkan anak kedua, serangan jantung yang merenggut nyawanya justru tidak terantisipasi. Tahu-tahu aja, Mami ninggalin gue dan Papi. Arsen adalah satu-satunya saudara gue. Dia udah kayak kakak gue sendiri. Waktu kecil, gue selalu berpura-pura bahwa Arsen kakak gue. Malah, dia lebih dekat sama gue daripada adik cowoknya.
Arsen selalu menjadi Arsen. Gue jelas terkejut dia berbuat sejauh ini ke tubuh gue, tapi soal sifat seenaknya itu… sudah lama gue tahu. Dia selalu bisa menyuruh gue melakukan hal-hal yang nggak gue inginkan. Misalnya, ikutan camping, dibonceng kebut-kebutan di jalan, diajak nemenin ke party supaya dia bisa leluasa nyari gebetan (I know, aneh kan? Tapi menurut dia, kalau dia bawa cewek, dia bisa deketin cewek mana aja, termasuk yang datang bareng gandengannya. Dia memang rada ajaib. Dan ini emang pernah berhasil, sih. Arsen pernah macarin pacar kakak kelas gue dan bikin kedua cowok itu terlibat baku hantam di SMA dulu. Arsen memang bandel,) disuruh ngerjain tugas-tugasnya dengan imbalan traktiran yang nggak seberapa, bahkan ngasih dia bocoran kuis Matematika tiap kelas gue dapat giliran duluan.
Jadi sekarang, ketika dia nanya, mau nggak gue di atasnya, sebelum gue jawab, dia udah mutusin duluan. Arsen menggulat gue, memindah posisinya di bawah tanpa melepaskan batang kerasnya dari tubuh gue. Gue berbaring telungkup di atasnya, Arsen meremas bokong gue tanpa izin,
“Ah! Arsen! Jangan!” Gue hanya bisa memekik.
“Ah… gue suka pekikan lu, Lia… manjaaa,” katanya geram sambil mengayun tubuh gue ke atas dengan hantaman keras pinggulnya. Tubuh gue mengentak-entak di atas pinggangnya dan punggung gue didekapnya erat. Milik gue masih mencengkeram erat miliknya, terasa sesak dan sangat basah, sedikitpun nggak terlepas. Habis itu, setelah mengunci mulut gue dengan mulutnya, Arsen pun meremas payudara gue dan memaksa tubuh gue duduk tegak di atas pinggangnya. Arsen masih terus memijat-mijat dada gue, memelintiri pentil gue yang membengkak. Gue mengerang mencengkeram pergelangan tangannya, memintanya berhenti, tapi Arsen malah memerintah, “Taruh tangan lu di atas gue.”
Lengan gue direntangkan ke depan, tepat di atas kepalanya. Gue pun refleks memegangi kepala ranjang.
Dalam posisi sedemikian rupa, Arsen semakin leluasa memainkan daerah sensitif gue. Sesekali sambil menumbuk milik gue dari bawah, Arsen bangkit untuk menyedot puting gue dan mencubitnya gemas dengan bibirnya.
“Ohhh… Arsennn…,” rintih gue, nggak tahu lagi harus gimana.
Tangan-tangan Arsen asyik menguleni bokong gue sementara pinggulnya terus mengentak tubuh gue naik turun dengan beringas. Wajahnya di bawah gue merah padam dikuasai nafsu. Gue berpaling karena terlalu malu menatap wajahnya. Sejak kapan Arsen tertarik sama tubuh gue? Kenapa semuanya jadi begini?
Pinggul gue terangkat ke atas sampai miliknya nyaris tercabut dari liang gue, gue nggak tahu lagi apakah itu murni perbuatan Arsen, atau tubuh gue sudah mulai nurut sama dia. Harus gue akui, ini nikmat banget. Milik Arsen memang luar biasa besar, milik gue sesak dan penuh.
Sebelum ujung kelamin bulatnya ninggalin liang gue, Arsen menekannya lagi ke bawah kencang-kencang sampai batangnya kembali tenggelam. Makin lama, temponya semakin cepat. Gue menjerit-jerit, mengentak-entah, payudara gue memantul-mantul di atas wajahnya. Mulut Arsen sesekali menyergap setiap kali gue merunduk lebih rendah. Batangnya yang panjang bolak-balik menembus kedalaman milik gue hingga gue ngerasain ujungnya membentur sesuatu. Gue tersentak dengan mata membola lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN TAPI BERCINT4
RomanceArsen putus asa karena akhir-akhir ini gadisnya lebih akrab dengan sepupunya. Dia mencurahkan perasaannya pada Thalia, sahabatnya yang sedang tidur pulas.