Tak henti-hentinya Salma tersenyum senang, dua hari berlalu. Hari ini mereka menggelar acara syukuran rumah baru mereka. Kecil-kecilan saja.
Ada pembacaan doa dari ustad setempat, pun yang diundang hanya keluarga kecil dari Salma dan Rony. Teman-teman sejawat, sudah. Tetangga terdekat sudah berhamburan.
Salma senang didatangi tetangga-tetangga barunya yang ramah-ramah. Entahlah, hanya cari muka saja atau memang wataknya seperti itu. Salma tidak mau suudzan.
Hanya tersisa teman-teman dan keluarga. Mereka bercanda ria, suasana rumah yang hangat. Satu hari yang lalu pun teman-teman mereka berdatangan untuk membantu. Iya, Paul, Tejo, Egi, Aldo pun Nabila yang menemani Salma menyiapkan santapannya. Mereka membantu menata rumah itu.
Rumah.
Rony dan Salma sekarang bisa menyebut bangunan ini sebagai rumah mereka, rumah paten yang sudah tidak berbunyi lagi. Iya, kata Salma. Kredit! Kredit!
Rumah itu sudah lunas, membuat hati keduanya lega. Sederhana namun tak terlilit hutang rasanya lebih menenangkan dari pada mewah namun cicilan dimana-mana. Ah, manusia mempunyai perspektif masing-masing bukan?
"Sal, gue pulang duluan ya."
"Eh, Ra. Kok buru-buru?"
Iya, Zara. Salma bertemu dengan gadis itu selumbari, dua hari yang lalu. Saat pulang dari toko furniture itu. Mereka bertemu dikafe, katanya Zara resmi menetap di Jakarta ikut dengan adik ibunya. Lalu Asep?
"Mau jemput si kabayan." ujarnya, malu-malu.
"Hah?"
"Iya, dia mau ke Jakarta katanya. Sekarang udah ada di stasiun. Gue mau jemput."
"Mau tinggal di sini juga?" tanya Rony yang duduk disamping Salma.
Rony tak tahu kabar itu, begitu pula dengan Salma.
"Iya, dia ke terima kerja disini katanya." jawab Zara.
Salma menatap Rony, langsung. Entah kenapa saat membahas soal pekerjaan Salma selalu menatap lelakinya, memastikan perasaannya.
Rony cuma tersenyum.
"Gak bisa LDR ya?" ujar Salma menggoda Zara pun mencairkan perasaan lelakinya. Em, mungkin saja Rony insecure lagi? Salma tak tahu, ia hanya berusaha membuat lelakinya nyaman saja saat ini.
Zara tersenyum malu-malu, menyembunyikan salting. "Ish, udah ah. Gue cabut dulu."
Zara beringsut dari lesehan dikarpet, ia pun berpamitan pada yang lain. Termasuk orang tua Salma pun orang tua Rony.
"Mari Tante, Om." lanjutnya melirik kearah teman-teman Salma dan Rony, "Guys." pamitnya.
Tejo nyeletuk, "Mau dianterin gak, Ra?" berinisiatif.
Rony dan Salma diam-diam saling pandang, ada yang cinlok? begitu benak mereka.
"Em, gak usah, Jo. Gue mau ke stasiun dulu." tolak Zara halus, mereka memang sudah saling mengenal. Ah, maksudnya sudah dikenalkan oleh Salma dan Rony.
"Jemput ayangnya, Jo." Salma nyeletuk. Senyum Tejo luntur.
"Oh."
Egi terbahak disampingnya, menepuk pundak Tejo. "Haha, nice try, Jo. Udah berpawang ternyata."
"Nasib, nasib." sahut Tejo. Semuanya tertawa pelan, merasa lucu.
Sedangkan Zara tersenyum kelu, ponselnya berbunyi. Ada pesan dari kekasihnya, Asep. Asep bilang dia sudah menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Teen Fiction#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...