¤ 20 - Guilty

119 19 22
                                    

"Terima kasih atas kedatangannya. Selamat berakhir pekan."

Prue menghela napas lega setelah pelanggan terakhirnya pergi. Karena tangannya belum sepenuhnya pulih, jadi ia masih bertugas di meja kasir. Setelah melaporkan pendapatan hari ini kepada manajernya, Prue bersiap-siap untuk pulang. Ia akan berjalan kaki dan lagi-lagi menolak manajernya yang menawarkan untuk mengantarnya hampir setiap malam. Meski Prue tahu manajernya itu tidak memiliki maksud tertentu, ia hanya berjaga-jaga, dan ia juga berusaha menepati kata-katanya pada Ken.

Prue berjalan pulang sambil memandangi ujung sepatunya. Sudah dua minggu ini Ken hampir tidak pernah meneleponnya. Bahkan ketika Prue mengirim pesan duluan, pria itu baru akan membalasnya beberapa jam kemudian dengan alasan sibuk, dan tidak sempat memeriksa ponselnya.

Prue tidak bisa mengeluh jika itu memang karena pekerjaan. Namun, ada sedikit rasa khawatir jika alasannya bukan hanya karena itu. Prue melihat Bonnie mengunggah foto-fotonya sehari setelah reuni di media sosial, dengan tulisan "Mereka bilang reuni menyatukan kembali mereka yang terpisah". Bahkan ada dirinya berdua saja dengan Ken di salah satu fotonya. Diam-diam Prue merasa iri, karena pasti Ken lebih suka berdampingan dengan wanita yang cantik dan elegan seperti Bonnie dibandingkan dengan seorang ibu muda yang tersakiti seperti dirinya. Mungkinkah Ken juga sudah kembali pada Bonnie sehingga pria itu mulai menjaga jarak darinya?

Shane menunggu di depan rumah seperti biasa ketika Prue tiba. Ketika pria itu berpamitan pulang, Prue menemaninya sampai ke mobil.

"Thanks," kata Prue.

"Kapan urusanmu dengannya selesai?"

Prue menoleh ke arah Shane yang memandangi kunci mobil di tangannya saat bicara. "Maksudmu, dengan Ken?"

"Kuduga kau pernah memiliki hubungan dengannya di masa lalu?" tanya Shane lagi. "Atau perasaanmu tidak berbalas? Atau dia lebih memilih perempuan lain daripada kau?"

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Dia pernah menyakitimu, jadi kau ingin membalasnya dengan hal yang sama dengan yang dia lakukan padamu. Karena jika ini tidak ada hubungannya dengan perasaan, kau bisa saja langsung membalasnya dengan memintaku menghajarnya, atau mempermalukannya, atau mencuri uangnya, atau apapun yang dulu dia lakukan padamu. Bukan menggodanya." Shane menoleh ke arah Prue. "Kau ingin membuat dia jatuh ke pelukanmu, lalu meninggalkannya. Iya, kan? Kau ingin mempermainkan perasaannya, sama seperti dulu dia memainkan perasaanmu."

Prue menatap Shane tanpa menjawab. Pria itu menghela napas panjang.

"Cepat selesaikan pembalasanmu atau hentikan semuanya. Jangan terlalu lama membiarkan pria itu berada di dekat anakmu. Kau tidak ingin George kehilangan sosok ayah lagi setelah kau meninggalkannya nanti, kan?"

Prue tidak memberi jawaban pada Shane, bahkan sampai pria itu pergi. Setelah membersihkan diri, Prue langsung masuk ke balik selimut, dan memandangi layar ponselnya. Tidak ada pesan dari Ken, meski Prue sudah memeriksanya setiap lima menit sekali. Akhirnya Prue mengetikkan pesan untuknya.

Kau sedang apa?

Prue memandangi ponselnya, menunggu jawaban. Namun, sepertinya ia berkhayal, berharap Ken akan dengan sigap membalas pesannya seperti sebelumnya. Prue meletakkan ponselnya di nakas dengan perasaan berat. Apakah ini artinya pembalasannya gagal? Haruskah ia mulai mengemasi barang-barangnya lagi dan segera menghilang sesuai rencananya?

Prue hampir melompat di tempat tidurnya ketika ponselnya bergetar. Dengan dada berdebar-debar, ia memeriksa sebuah pesan masuk, dan hampir memekik girang melihat nama Ken.

Sedang membuat makan malam.

Prue merengut. Hanya itu? Kenapa pria itu tidak berbasa-basi, seperti menanyakan apakah Prue sudah makan, atau semacamnya? Apakah Ken sudah tidak peduli dengannya? Prue membaca ulang pesan dari Ken, berasumsi pria itu berada di rumah. Haruskah ia menghubunginya duluan?

Sour GrapesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang