Halo ges, mohon maaf lama update karena HP mamang ilang. Alhamdulillah sekarang ada HP karena pinjam punya anakku. Doain mamang bisa kebeli HP biar semangat nulis ya ges.
Terimakasih.
°°°°°
Di sebuah bangunan menyerupai pendopo yang diberi nama ‘Graha Temu’ atau ruang pertemuan, lima penari adat Jawa yang di datangkan langsung oleh raja Amung Wasa, begitu lincah meliuk-liukkan tubuhnya yang dibalut dengan kebaya hijau muda, mengikuti bunyi gamelan yang ditabu beberapa laki-laki yang duduk di lantai, di belakang lima penari tersebut. Kedua tangannya nampak begitu terampil memainkan selendang yang mengalung di leher, kepalanya bergeleng-geleng, menggerak-gerakkan tiga konde yang menancap di sanggul. Seorang lelaki paruh baya yang bertugas menabuh gendang terlihat bersemangat, kepalanya bergerak mengikuti bokong penari dalam balutan kain jarik, bergoyang kesana-kemari.
Pesona— sedang duduk di kursi bersama sang raja, istri raja, putri Prameswari, guru Sentana dan pejabat istana lainnya, hanya tersenyum menikmati sajian yang diperuntukkan oleh sang raja untuk dirinya sebagai perayaan karena selalu berhasil dalam memimpin setiap peperangan. Meski sang raja tahu, bahkan semua juga tahu, Pesona sama sekali tidak pernah membunuh lawan-lawannya, tapi tidak bisa dipungkiri, kemenangan yang diraih kerajaan Wijayakusuma adalah berkat kecerdasan sang patih dalam menyusun strategi perang. Memang, Pesona tidak pernah berada di barisan paling depan, malah ia bersembunyi lebih dulu ketika perang berlangsung, akan tetapi ia adalah inti, kunci kemenangan sangat bergantung padanya. Apa yang ia lakukan selama peperangan adalah bagian dari strategi yang ia susun.
Setiap akan memulai perang, Pesona selalu berkata kepada pasukannya; “Kita harus pandai menggunakan otak jika mau menang melawan musuh. Strategi dan formasi perang yang tepat, jauh lebih penting dari pada hanya mengandalkan tenaga yang kuat.” Dan itu terbukti, semua strateginya tidak pernah gagal. Prajurit musuh selalu dibuat mundur meski sebenarnya mereka lebih kuat dalam tenaga dan bahkan jumlah.
Penabuh gamelan menghentikan permainannya. Bersama dengan itu lima penari menyudahi tariannya, berbaris rapi dan menyembah di hadapan para petinggi kerajaan.
Raja Amung Wasa mengulurkan tangan, memerintahkan para penari agar duduk yang langsung dituruti oleh mereka— duduk bersimpuh di samping penabuh kendang. Sang raja kemudian berdiri, berjalan beberapa langkah sebelum akhirnya berkata dengan penuh kewibawaan.
“Sebenernya ada sesuatu yang akan aku sampaikan hari ini—”
Seluruh pasang mata kini mengalihkan perhatiannya pada sang raja.
“... Ini adalah hajat yang sudah lama aku niatkan,” lanjut raja Amung Wasa. “Aku rasa, sekarang waktunya sudah tepat.”
Raja memutar kepala, menoleh pada patih kebanggaannya yang hari itu terlihat tampan mengenakan pakaian khas dalang. “Pesona,” panggilannya.
Pesona mengangguk sambil menyembah pada raja. “Hamba, Baginda.”
“Sajak kamu masih kecil, aku sangat tertarik denganmu. Aku yakin suatu saat kamu akan menjadi orang penting di kerjaan ini, dan itu terbukti...”
Pesona kembali mengangguk, dan kali ini mendapat tatapan mata dan senyum penuh arti dari putri Prameswari.
“Aku sangat bangga padamu, berkat kamu, tanah Wulandira hampir kita kuasai. Untuk itu, aku ingin memberimu hadiah, aku akan menikahkan kamu dengan putri Prameswari.”
Kalimat itu mendapat sambutan senyum kebahagiaan dari semua yang mendengar. Terutama putri Prameswari, pipinya memerah dan semakin dalam memandang Pesona. Namun ketika Pesona refleks menatapnya, sang putri langsung menunduk malu dan salah tingkah dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA PRAHARA {Legenda Tanah Wulandira}
FantasyBL-Mpreg, dengan latarbelakang Kerajaan. Fantasi, semua apa yang ada di dalam cerita ini adalah fiktif. Tidak ada di dunia nyata. Jika ada kesamaan tokoh, tempat, dan kejadian, itu hanya kebetulan saja. Cerita ini saya buat hanya untuk menghibur sa...