Hari ini, hari ke tujuh Sarah berstatus menjadi seorang istri. Dalam waktu yang sesingkat itu cukup banyak merubah kehidupannya. Dia yang sebelumnya bisa bersantai-santai dan bebas layaknya remaja pada umumnya seketika berubah menjadi istri dan calon ibu muda. Dia yang sebelumnya hanya memikirkan diri sendiri dan juga ibunya sekarang sudah bertambah dengan memikirkan calon anak mereka.
Sebenarnya kalau terus menerus di pikir akan semakin membuat Sarah merasakan perasaan tak rela akan perubahan hidupnya yang sangat tiba-tiba. Dia sangat menyayangkan hidupnya yang ringan tanpa beban. Kini beban yang dia pikul terasa berkali-kali lipat lebih berat dengan status barunya.
Dua puluh satu tahun, usia yang sangat muda untuknya menjadi seorang istri sekaligus Ibu. Di jaman sekarang, sebenarnya tidak sedikit remaja-remaja usia akhir yang memilih menikah di usia muda. Namun tidak dengan Sarah, dia tidak pernah sekalipun membayangkan akan menikah di usia muda. Dia bahkan tidak pernah memikirkan di usia berapa dia akan menikah. Yang pasti Sarah akan menikah di usia yang cukup matang, bukan usia muda yang bahkan dia belum bisa menghasilkan apapun di usianya yang sekarang. Namun sekali lagi, sekeras apapun manusia berencana, Tuhan yang mengatur segala baik-buruknya takdir setiap umat-Nya.
Terlalu lama berdiam diri di depan kaca, Sarah lekas buru-buru menyudahi acara make up tipis-tipisnya.
Hari ini Sarah sudah kembali merasakan tubuhnya yang lebih segar dari beberapa hari yang lalu karena kelelahan. Maka dari itu dia kini tengah bersiap akan kembali bekerja di butik.
Sebenarnya Sarah belum siap dengan segala bentuk pertanyaan dari teman-temannya di butik. Pasti mereka tengah menunggu kehadirannya lagi untuk menanyainya tentang pernikahannya yang mendadak, dengan keluarga Erlangga pula! Ya ampun kenapa Sarah bisa melupakan fakta itu. Dia sangat tidak sabar ingin kembali bekerja dan bertemu teman-teman, namun dia tak berpikir kalau teman-temannya pasti penasaran dengannya.
Soal kehamilannya tidak ada yang tau selain keluarga Erlangga sendiri. Jadi setidaknya Sarah tidak di anggap buruk oleh teman-temannya.
Setelah selesai bersiap, Sarah segera keluar dari kamarnya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitasnya.
Saat sampai di meja makan, Sarah belum mendapati Arka yang biasanya sudah terduduk di kursinya. Matanya lekas melirik jam tangan di tangan kanannya, sudah pukul setengah tujuh pagi. Sebenarnya kalau untuk Sarah, jam setengah tujuh masih terlalu pagi untuk sarapan dan berangkat kerja sebab di butik tempat dia bekerja akan masuk pukul delapan pagi. Namun karena Arka yang berangkat pukul tujuh pagi membuat Sarah membiasakan diri sarapan di jam sepagi ini.
Tepat saat Sarah mendudukkan tubuhnya di kursi, Arka datang dengan tangan yang menenteng tas kerjanya dan juga jas berwarna hitam yang belum dipakai.
"Selamat pagi." Sapa Sarah guna mencairkan suasana pagi yang sedingin sikap Arka.
Arka lekas mengangguk singkat, "Pagi."
Tak menunggu lama, mereka segera memulai acara sarapannya sebelum waktu semakin siang.
Seperti biasa, tak ada perbincangan apapun yang mengisi keheningan pagi ini. Mereka sama-sama menikmati makanannya. Selain karena tidak ada pembahasan yang di bahas, mereka juga sama-sama tak suka saat makan di sertai dengan berbincang. Kedua kegiatan tersebut ada waktunya masing-masing.
"Kamu sudah mulai bekerja?" Tanya Arka saat sudah menyelesaikan makannya. Dia baru menyadari kalau Sarah memakai pakaian seragam kerjanya.
"Iya."
"Jaga diri baik-baik. Sekarang kamu tidak sendiri lagi. Ada anak saya yang bergantung hidup pada kamu." Pernah merasakan kehilangan 'anak' yang sudah dia rawat sejak bayi, membuat Arka tak ingin kejadian itu kembali terulang lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Accident
Ficção GeralSarah Arabella Risty adalah gadis rantau dari desa. Selama bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan sang Ibu. Sedangkan Ayahnya telah tiada sejak dia duduk di sekolah dasar. Hidup di kota besar dengan bermodalkan ijazah SMA bukanlah hal yang mud...