Bab 17 : Bidadarinya Marcel

135 5 0
                                    

"Baiklah, terimakasih sudah mengabariku. Aku akan mengurusnya," Ucap Marcel dengan wajah serius. Setelah Marcel mematikan panggilan telepon dari adiknya, dia duduk di sofa dengan wajah kebingungan.

"Sayang, apa ada masalah?" Tanya Maydea saat duduk di sampingnya.

"Maydea, sepertinya untuk sementara, kamu tidak bisa datang ke apartemenku lagi," Ucap Marcel mendadak. Maydea langsung menatap tajam ke arah Marcel. Wajahnya memerah pertanda akan ada amarah yang meledak.

"Kenapa? Kamu mau mengusirku dari apartemenmu!" Tuduh Maydea emosional.

"Bukan seperti itu, Sayang. Ibuku akan datang ke Jakarta dan tinggal di sini beberapa hari. Jadi, lebih baik kamu tidak ke sini dahulu," Balas Marcel.

"Oh begitu. Maaf, aku sudah salah paham padamu. Aku mengerti," Respon Maydea sudah tenang kembali. Dia ikut gembira mendengar kabar kedatangan ibu Marcel dari Medan ke Jakarta. Dia tidak sabar mengenalkan dirinya.

"Aku tak percaya ibuku memberanikan diri untuk mengunjungiku di Jakarta, padahal dia sangat takut naik pesawat," Gumam Marcel kurang antusias.

Sebenarnya kedatangan ibunya dalam waktu dekat kurang tepat karena seminggu ini Marcel ada jadwal manggung yang padat. Otomatis, dia hanya bisa menemani ibunya saat malam hari saja. Marcel meminta Maydea untuk membatalkan beberapa job manggung minggu ini namun ditolak.

Kekasihnya itu beralasan bahwa kesempatan manggung tidak boleh dilewatkan pada masa-masa karir Marcel yang mulai meredup saat ini. Marcel pun setuju dengan keputusannya. "Em, kalau begitu, bagaimana jika kamu menemani ibuku selama aku manggung, Sayang? Ini kesempatan yang bagus untukmu mendapatkan hatinya," Usul Marcel.

"A-apa? Jangan bercanda! Kamu tahu betapa sibuknya aku mengurus pekerjaan di kantor label kita. Aku tidak punya waktu untuk menemani ibumu," Tolak Maydea.

"Kamu bisa menemani ibuku setelah urusan kantor selesai, Sayang. Biasanya kamu hanya bekerja di kantor sampai siang kan? Dari siang sampai malam, kamu bisa menemani ibuku sambil menunggu aku selesai manggung," Lanjutnya.

"Aku tidak bisa, Sayang. Sepulang kerja, aku biasa berkumpul bersama teman-teman sosialitaku. Sudahlah. Berikan saja ibumu yang untuk berjalan-jalan sendiri selama kamu manggung," Saran Maydea tidak mau ambil pusing.

"Hei! Bagaimana bisa kamu lebih mementingkan teman-temanmu dibandingkan ibuku? Bukankah kamu perlu restu darinya jika kita berencana melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius. Ini adalah kesempatan emas!" Rayu Marcel kembali dengan wajah penuh harap.

Namun, Maydea tetap teguh dengan pendiriannya. Perdebatan yang tiada akhir membuat malam itu panas. Akhirnya, Maydea memilih pulang ke apartemennya karena kesal dengan Marcel yang egois. Keesokan harinya, Marcel menjemput ibunya di Bandara. Saat pesawat yang dinaiki ibunya mendarat, dia langsung menunggu di pintu kedatangan.

Marcel terkejut melihat seorang wanita paruh baya dengan rambut pixie warna cokelat jalan tertatih-tatih di bantu oleh sepasang suami istri muda. Marcel langsung menghampiri mereka untuk menanyakan apa yang terjadi.

"Astaga, Ibu! Apa yang sebenarnya terjadi di pesawat?" Tanya Marcel panik.

"Apakah kamu anak wanita ini? Syukurlah, kamu datang menjemput. Dia tidak bisa turun dari pesawat karena ketakutan hingga seluruh badannya lemas. Kami membantunya turun didampingi pramugari yang bertugas," Jelas pasangan itu.

"Ya ampun! Terima kasih banyak atas bantuan kalian. Dari sini, biar aku yang mengurus ibu. Silahkan lanjutkan perjalanan kalian," Ucap Marcel yang langsung memeluk Sang Ibu dan membantunya berjalan. Pasangan itu pamit pergi.

"Marcel! Ini sungguh kamu, Sayang? Aku sangat merindukanmu," Ucapnya lirih. "Ibu, kenapa memaksakan diri untuk naik pesawat? Lihatlah betapa pucatnya wajahmu. Bahkan, seluruh tubuhmu terasa bergetar. Ibunya hanya tersenyum.

"Aku memberanikan diri demi bisa menemuimu. Tak apa, aku sudah lebih baik setelah bertemu denganmu, Marcel," Respon ibu Marcel tulus. Marcel terharu dan langsung memeluk tubuh ibunya dengan erat. "Selamat datang, bidadariku."

Setelah ibunya lebih baik, Marcel mengajaknya untuk pulang ke apartemen. Sebenarnya, siang itu, Marcel ada jadwal manggung di Lippo Plaza. Dia meminta ibunya beristirahat di apartemen selama dia manggung. Namun, ibunya menolak karena ingin ikut menonton konser anaknya secara langsung. Selama ini, dia hanya bisa menonton konser Marcel lewat Televisi.

Walaupun sempat ragu karena tidak bisa mengawasi ibunya di Mall, ibunya terus meyakinkan Marcel bahwa dia bisa menjaga dirinya sendiri tanpa perlu pengawasannya. Marcel pun luluh. Jam 1 siang, Marcel sudah tiba di Lippo Plaza. Dia mengajak ibunya untuk menunggu di ruang backstage miliknya sampai dia selesai manggung. Namun, Ibunya menolak karena ingin menonton penampilannya bersama para pengunjung Mall yang lain.

Marcel tahu betapa keras kepala ibunya, jadi dia membiarkannya. Ibunya langsung bergabung di tengah-tengah pengunjung yang damai.  "Astaga! Maaf!" Ucap Ibu Marcel saat tak sengaja menabrak seseorang di belakang karena terdorong oleh fans-fans Marcel di depan.

"Tidak apa-apa. Apa ibu baik-baik saja? Di sini terlalu sesak, bagaimana jika kita agak ke belakang saja," Saran seorang gadis berkacamata yaitu Sasha. Dia memang sengaja menonton penampilan Marcel di Lippo Plaza tanpa memberitahukan kekasihnya terlebih dahulu. Sasha beruntung kelasnya hari ini lebih cepat selesai karena para dosen ada rapat penting. Jadi, dia memutuskan untuk menemui sang kekasih sebentar setelah dia selesai manggung. Ibu Marcel mengikuti saran Sasha karena ditengah memang terlalu sesak.

"Bagaimana? Lebih nyaman kan melihat dari posisi ini?" Tanya Sasha ramah.

"Iya, kamu benar. Terima kasih sudah menyarankan saya menonton di sini. Kalau boleh tahu siapa namamu?" Tanya ibu Marcel tak kalah ramah.

"Tidak perlu berterima kasih. Namaku Sasha Almeeera. Apakah kamu datang ke sini untuk menonton Marcel?" Tanya Sasha bersahabat.

"Iya, aku sangat mengidolakan Marcel sejak lama. Aku datang jauh dari Medan ke Jakarta untuk menonton Marcel secara langsung," Jelas Ibunya Marcel dengan senyuman tipis. Sasha kaget mendengar cerita wanita paruh baya itu.

"Wow! Kamu luar biasa! Boleh aku tahu siapa namamu, Nyonya?" Tanya Sasha. "Kamu bisa panggil aku Diane. Apakah kamu juga fans Marcel?" Balas Diane. Sasha menganggukkan kepalanya dengan kencang.

Dia bahkan menceritakan betapa sukanya dia dengan suara Marcel sejak masih di SMA. Diane menyimak cerita Sasha dengan saksama. Dia bisa melihat dengan jelas betapa tulusnya Sasha mengidolakan marcel selama ini. Diane tersenyum bahagia.

"Kamu beruntung memiliki fans setulus Sasha, Marcel," Batin Diane
Tak terasa, sekarang, giliran Marcel untuk tampil di atas panggung. Semua fans memberikan tepuk tangan yang meriah saat Marcel muncul di panggung.

Awalnya dia mencari keberadaan sang Ibu di antara penonton, namun nihil. Walaupun agak cemas, Marcel memilih untuk tenang dan fokus manggung terlebih dahulu. Setelah acara selesai, dia akan mencari keberadaan sang Ibu.

Padahal, ibunya menonton dari sisi agak belakang bersama dengan Sasha. Namun, Marcel tidak melihatnya karena tertutup beberapa orang di sekitarnya. Dia berhasil menyanyikan 2 lagu andalannya dengan lancar. Dia masih akan menyanyikan 2 lagu lain dari band yang sedang viral tahun ini.

Sementara, Diane nampak sudah puas melihat anaknya menyanyikan lagunya sendiri dengan bangga.
"Sasha, apakah kamu tahu Marcel akan menyanyikan berapa lagi lagi?" Tanyanya. "Sepertinya masih ada 2 lagu yang akan dinyanyikan oleh Marcel. Namun, kedua lagu itu adalah lagu yang sedang viral dari Band Slank," Jawab Sasha.

"Kalau begitu, bagaimana jika kita pergi ke tempat lain? Aku lebih suka mendengar dia menyanyikan lagu ciptaannya sendiri," Ucap Diane jujur.

Dia langsung mengajak Sasha menjauhi panggung dan naik ke lantai atas mall. Sasha ingin menolaknya namun dia tidak tega karena wanita itu sudah jauh-jauh datang dari Medan demi menonton kekasihnya langsung.

"Hum, di lantai ini hanya ada toko-toko saja. Ini terlalu membosankan. Apakah kamu tahu tempat yang asyik di mall ini, Sha?" Tanya Diane bersemangat.

Sasha mulai menjelaskan tempat-tempat yang menurutnya menarik di Lippo Plaza dari mulai timezone, bioskop, hingga tempat karaoke. Saat mendengar tempat karaoke, wanita paruh baya berambut pixie kecokelatan yang nampak keren dengan setelan kaos hitam dan jeans itu terlihat berseri-seri. "Ada tempat karaoke di sini? Ayo kita ke sana saja, Sha!" Ajak Diane dengan santai. Sasha kaget.

Pembalasan Seorang Fans Yang TersakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang