Aku buat cerita lagi loh. Ada yang udah ngepoin/lihat gtu gak?btw bentar lagi mau bulan ramadhan. Udah nyeblak sblum puasa blm? Kalo aku sih blum ya, mls.
Ini sudah hari kedua aku menunggu Gardanta yang masih saja belum pulang padahal aku kira ia tidak pulang hanya untuk satu hari itu saja.
Ingin bertanya padanya namun aku tidak punya nomornya.
"Eh bukannya tante Hanafa pernah kasih aku id tele nya Garda ya?" Monolog ku seorang diri.
Tanganku bergerak, jemariku menari-nari diatas benda pipih tersebut. Men Scroll chattingan ku dengan ibunda nya Gardanta.
Dan akhirnya ketemu. "Alhamdulillah. Untung aja masi ada."
Ku coba chat dia, online 3 menit lalu.
Setelah menunggu beberapa menit, ia tak kunjung membalas, padahal terakhir dilihatnya sudah berganti dengan kata online.
Ku coba chat lagi. Tak terasa chat-chat itu semakin menggunung seiring waktu yang telah terlewati.
Tring
Dibalas olehnya, namun entah kenapa aku tidak terlalu suka dengan balasannya. Seperti tidak enak saja di hati.
Aku menjawabnya. Tiga Pesan yang kukirim hanya ia balas dengan satu huruf saja.
Seperti ini kira-kira isi chatnya,
Merasa Gardanta tak akan membalasnya lagi, ku matikan handphone ku, bersandar dan membaca buku.
Tak terasa waktu terlewati dengan begitu cepat. Ku lirik jam yang menggantung di dinding kamar. Pukul 10.15 namun Gardanta belum juga menunjukan batang hidungnya.
Oke, aku sudah mulai mengantuk. Aku hanya perlu tidur dan menunggunya pulang kan?
Sekitar pukul 23. 50 tidurku merasa terganggu akibat suara deritan pintu. Mengumpulkan nyawaku, aku beranjak melihat siapa yang datang.
"Heh siapa kamu? Mau apa kamu disini? Kamu maling ya? Pergi sana!" Todongku pada seseorang yang tak terlihat wajahnya karena membelakangiku.
Ia berbalik, memandangku tanpa ekspresi.
Gardanta. Ia pulang dengan tubuh sempoyongan. Bahkan kerap kali oleng.
"Astaghfirullah, kamu mabuk?" ucapku dengan memegang lengannya, bermaksud membantunya berjalan.
"Ck. Apasih!" Kesalnya dengan mendorongku.
Aku hanya bisa menghela nafas pasrah. Jujur saja, aku lelah. Ia sangat keras kepala.
Dari pada tetap bersikeras membantunya berjalan, aku lebih memilih membuatkannya susu.
Tok..tok
Ku ketuk pintu kamarnya beberapa kali, tapi tak ada jawaban.
"Boleh aku masuk?"
Hening.
Ku tarik handle pintu tersebut kearah bawah, dan terbuka.
Meletakkan susu itu ke atas nakas. Ku dekati dia yang sedang merebahkan diri.
"Gar, bangun dulu. Aku tau kamu belum tidur." Tanganku tergerak, mengusap rambut depannya yang menutupi dahi.
"Aku bawain susu, diminum dulu gih."
Ia membuka mata, berdiri, mengambil susu itu dan meminumnya hingga habis.
Ku pegang kedua sisi pipinya, sehingga mata kami bisa beradu pandang. "Dengerin aku, aku tau kamu sedih, tapi gak gini juga cara meluapkannya."
Dia diam. Aku tak pernah tau jika seseorang yang sedang mabuk lebih cenderung jinak dari pada Tantrum¹.
"Laa tahzan, inallaha ma'ana²." Ku sapukan jemariku untuk megelus rahangnya.
Ia masih tak menjawab. Bola mata nya meliar, menunjukkan betapa gundah dan gelisahnya ia sekarang.
Aku masih berusaha menghiburnya lagi, bukankah terlalut dalam kesedihan itu tidak baik?
"Apa yang kamu inginkan tidak akan selalu kamu dapatkan, apa yang kamu pikirkan belum tentu akan terlakukan, dan apa yang kamu kehendaki belum tentu terjadi .Okey ganteng?" Ku cubit pelan hidung bangir lelaki yang hanya lebih tinggi sekitar 2 cm dariku ini.
Siapa sangka ia menjadi tersenyum tipis, hanya saja tangannya menjauhkan tanganku dari jangkauan wajahnya.
Apa ia salting? Sepertinya tidak mungkin, mengingat bagaimana sikapnya kepadaku.
"Sana lo, ganggu orang tidur aja," katanya, merusak suasana.
"Lah? Kamu malu ya?" Aku semakin gencar menggodanya.
"Kagak. Yang bener aja. Gue? Seorang Garda malu cuma gara-gara gituan? Mimpi kali."
Aku hanya terkekeh menanggapi ucapannya. Ia menyebalkan, namun aku suka.
"Gitu ya? Tapi kok kaya nahan senyum?"
"Apaan? Gak tuh, gak ada. Gue tuh cuman nahan ketawa aja soalnya tadi gue lihat dibelakang lo ada kucing yang lagi ngejar tikus," elaknya.
Ku tolehkan wajahku ke belakang. Benar sih itu jendela hanya saja tertutup gorden putih. Lagi pula ada ya seekor tikus di bangunan elite seperti ini?
"Kucingnya bisa terbang?" Kataku ngawur, ayolah, aku hanya mengimbangi sikap konyolnya ini.
"Hah?"
"Sudahlah lebih baik tidur. Jangan lupa besok jam 9 ya. Jangan berangkat sendiri, tunggu ya aku ya? Aku ikut. Kata om Baswara besok ada sopir yang mau jemput ke sini."
Aku keluar dari kamarnya degan membawa gelas yang sudah kosong. Lalu berjalan ke kamarku sendiri dan tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzawjat Tasheur Waka'anaha Eabda (END)
Fanfic"Kami ingin kalian menikah." "Humaira setuju saja jika kalian telah memberi restu." "Apa? gue gak mau nikah sama cewek tua kayak dia, wajahnya aja ditutupin tuh, pasti buat nyembunyiin wajah jeleknya yang berkeriput. Lagian gue juga udah punya pacar...