Dengan pelan Namjoon membuka pintu depan rumah yang ia tinggali berdua dengan Yoongi. Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan dia baru saja pulang dari kantor.Pemandangan ruangan yang gelap dan sunyi membuat dahi Namjoon sedikit berkerut. Sebab tidak biasanya Yoongi membiarkan lampu di rumah mereka padam saat dia belum pulang dari kantor.
Kakinya membawa pria itu berjalan hingga ke ruang tengah yang kosong. Tidak ada sosok Yoongi di sana. Padahal biasanya dia akan menungguinya pulang selarut apapun.
Menyapanya dengan pertanyaan ‘Bagaimana harimu? Kamu tidak lupa makan, kan?’ atau jika pria manis itu sudah mengantuk, dia hanya akan berkata ‘Akhirnya kamu pulang juga. Istirahatlah, ini sudah sangat larut.’
Tetapi kali ini Namjoon tidak disambut olehnya. Yang ada hanyalah ruangan kosong dan gelap, “Apa dia sudah tidur?”
Yoongi melepas sepatunya, berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci kaki dan wajahnya. Namun langkahnya terhenti saat netranya menangkap bayangan sosok yang sedari tadi dia cari.
Yoongi duduk di atas meja makan. Menenggelamkan wajahnya di atas kedua tangannya yang terlipat..
“Gi, sedang apa kamu di sini?” tanya Namjoon bingung, ia menyentuh puncak kepala Yoongi, sedikit mengelus surai hitamnya yang terasa sangat lembut itu.
“Kepalamu panas, Gi. Kamu demam?” Namjoon tidak bisa menutupi rasa khawatirnya saat merasakan betapa panas kepala Yoongi saat dia menyentuhnya tadi.
Perlahan wajah manisnya mendongak. Walaupun pencahayaan di ruangan itu sedikit, tetapi Namjoon bisa melihat bagaimana mata bulat Yoongi menatapnya dengan sayu, berbeda dengan tatapan yang biasa dia berikan padanya.
“Aku menunggumu pulang.”
“Kamu bisa menunggu di depan seperti biasa. Kenapa malah duduk di sini? Punggungmu bisa sakit.”
Namjoon merasa takjub dengan dirinya sendiri, bisa dibilang ini adalah pertama kalinya ia dan Yoongi terlibat dalam perbincangan yang cukup panjang.
“Aku baik-baik saja, Namjoon-ssi. Apa warna favoritmu?”
Kembali dahi Namjoon berkerut. Ada yang tidak beres dengan tingkah Yoongi malam ini, “Ungu?”
“Angka keberuntunganmu?”
“Delapan.”
“Minuman kesukaanmu?”
“Caramel machiatto.”
“Makanan kesukaanmu?”
“Yoongi, sudah, ya? Kamu lagi sakit, harus istirahat,” Namjoon mencoba menarik tangan Yoongi untuk berdiri, tetapi pria manis itu menolak.
“Jawab saja, Namjoon-ssi. Aku ingin tau semua tentangmu. Semua yang dia tau tentangmu.”
𝘋𝘪𝘢?
“Tidak ada yang spesial, aku suka semua makanan.”
“Lalu, film favoritmu apa?”
“Yoongi, sudah cukup tanya jawabnya. Sekarang kamu harus istirahat,” kembali Namjoon berusaha menarik tubuh Yoongi untuk berdiri, tetapi pria itu tetap menolak.
“Aku tidak suka kalau dia tau lebih banyak tentangmu,” suara Yoongi sangat lemah, lebih terdengar menyerupai sebuah bisikan.
“Dia? Siapa?” tanya Namjoon bingung.
Belum sempat menjawab, tiba-tiba tubuh kurus dan mungil itu oleng ke samping, Yoongi nyaris membentur lantai kalau saja reflek Namjoon kurang cepat untuk menahan tubuhnya yang hampir jatuh.
“Yoongi?” panggil Namjoon saat ia merasakan deru nafas Yoongi yang terasa panas dan kedua matanya tertutup rapat. Pria ini sedang demam.
Namjoon meletakkan tasnya di lantai lalu dengan kedua tangannya dia mengangkat tubuh Yoongi ke dalam gendongannya dan membawanya menuju kamar.
Setelah berhasil membaringkan tubuh Yoongi di atas tempat tidurnya, Namjoon pergi menuju dapur untuk mengambil air minum dan obat penurun panas. Sepertinya dia akan bergadang untuk merawatnya malam ini.
Keesokan harinya, Yoongi terbangun dengan perasaan yang lebih baik. Netranya membesar seketika saat merasa pemandangan yang begitu asing di sekitarnya. Menyadari dia tidak berada di dalam kamarnya.
Yoongi mengangkat satu tangannya untuk memegang dahi, di sana ia menemukan sebuah handuk kecil untuk mengompres. Sepertinya semalaman dia demam tinggi.
Sebenarnya sejak kemarin dia sudah merasa kurang enak badan, puncaknya setelah pertemuan singkatnya dengan Hyejin, suhu tubuhnya mendadak naik.
Bicara soal Hyejin, Yoongi jadi teringat dengan mimpinya semalam. Di dalam mimpinya itu Namjoon menggendong tubuhnya dan terus mengelus kepalanya hingga dia tertidur.
“Namjoon-ssi?!” pekik Yoongi saat akhirnya dia menyadari sedang berada di dalam kamar Namjoon
Yoongi melihat ke sekelilingnya, tapi ia tidak menemukan sosok itu di sana. Dia langsung beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju dapur.
Di atas meja makan, Yoongi melihat semangkuk bubur dengan secarik kertas yang terselip di bawahnya. Yoongi mengambil kertas tersebut dan dadanya terasa hangat begitu dia membaca isi pesannya.
𝘈𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘬𝘦 𝘬𝘢𝘯𝘵𝘰𝘳. 𝘔𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘶𝘣𝘶𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘬𝘶𝘴𝘪𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘶𝘱𝘢 𝘮𝘪𝘯𝘶𝘮 𝘰𝘣𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢.
Itu tulisan tangan Namjoon. Tanpa sadar Yoongi tersenyum. Jadi yang tadi malam itu bukanlah mimpinya? Namjoon benar-benar merawatnya? Pipi Yoongi kembali bersemu, kali ini bukan karena demam tetapi karena seorang pria bernama Kim Namjoon.
“𝘉𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘩𝘬𝘶, 𝘕𝘢𝘮𝘫𝘰𝘰𝘯-𝘴𝘴𝘪?”
KAMU SEDANG MEMBACA
[ NAMGI ] - Last Vow
FanfictionAwalnya Yoongi senang dengan hanya menyandang status sebagai 'suami' sah dari Namjoon, tetapi lama kelamaan dia berharap lebih, Yoongi ingin Namjoon melihatnya.