8. Perayaan Perpisahan

177 16 2
                                    



Selesai memarkirkan mobilnya, Namjoon berlari menuju tempat dia akan bertemu dengan Yoongi. Lantai paling atas sebuah mall yang ada di Seoul. Wajahnya tampak khawatir, takut Yoongi menunggu terlalu lama karena dia terlambat.

Tapi begitu tiba, pria manis itu tengah tertawa lebar sambil bermain game arcade bersama anak-anak. Namjoon pun memelankan langkah kakinya, menghampiri Yoongi yang masih sibuk bermain dan memekik senang saat menenangkannya.

Yoongi begitu terkejut ketika menyadari kehadiran Namjoon, “Ah, kamu sudah sampai?”

“Apa kamu menunggu lama? Maaf, tadi ada sedikit urusan dengan papa.”

“Tidak apa-apa.”

Anak-anak tadi telah pergi. Yoongi berjalan menghampiri Namjoon, “Ayo kita nonton, aku sudah membeli tiketnya.”

Namjoon hanya mengangguk. Membawa telapak tangan Yoongi ke dalam genggaman yang hangat.

Sepanjang film diputar, hanya Yoongi yang menikmati jalan ceritanya. Namjoon tidak begitu menyukai film. Dia lebih suka kegiatan yang membuat fisiknya bergerak seperti olah raga atau bermain golf bersama ayahnya.

Hingga akhirnya film itu berakhir, Yoongi terus berceloteh tentang pemeran karakter utamanya. Kadang kesal, tertawa, dan merasa sedih. Namjoon sangat menikmati ekspresi yang tampak di wajah pria itu.

“Kamu menyukainya?” tanya Namjoon yang disambut oleh anggukan Yoongi.

“Sebenarnya aku tidak begitu suka film romansa. Tapi tadi terasa tidak membosankan.”

“Tidak bosan karena filmnya bagus atau tidak bosan karena nonton bersamaku?”

Pipinya bersemu. Tangan Yoongi terasa gatal ingin sekali memukul bahu pria itu, tapi merasa segan dan canggung. Dia hanya sanggup meremas ujung bajunya.

Setelah menonton, Yoongi membawa Namjoon menuju restoran Italia yang sudah dia reservasi. Namjoon hanya mengikuti Yoongi saat pria itu berjalan mendahuluinya.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit sampai akhirnya kedua pria itu sampai di tujuan dan Namjoon sangat terkejut melihat sebuah meja dengan dua buah kursi yang saling berhadapan berada di tengah-tengah ruangan VIP yang ada di sana.

Selain menyajikan berbagai makanan Italia, di sana ada sebuah kue yang dibuat oleh Yoongi seperti dua hari yang lalu.

“Selamat hari jadi pernikahan kita.” ucap Yoongi sambil menarik tangan Namjoon menuju satu-satunya meja yang ada di ruangan itu.

Begitu mereka duduk, seorang waiters berpakaian rapi langsung menghampiri meja mereka, menghidupkan lilin yang ada di sana dan menuangkan wine ke gelas masing-masing.

“Sudah lama aku ingin makan malam yang intim denganmu seperti ini.”

“Kamu menyiapkan ini sendirian?”

Yoongi tersenyum, “Seokjin hyung membantuku.”

“Harusnya aku yang memberimu kejutan, aku kan ‘suami’ dalam rumah tangga kita,” ucap Namjoon, dia merasa bersalah pada Yoongi sebab selama ini selalu bersikap dingin pada pria manis itu.

Mendengar itu Yoongi justru tertawa, “Bukankah karena aku yang memberi kejutan jadinya lebih kejutan?”

Mendengar itu membuat Namjoon ikut tersenyum, seakan-akan ia lupa dengan tekadnya yang tidak akan jatuh cinta pada Yoongi. Kalau Hoseok ada di sana, pasti pria itu akan bilang bagaimana tatapan Namjoon pada Yoongi seperti berlumuran cinta.

Dua jam mereka habiskan dengan makan malam, keduanya bercerita dan saling bersenda gurau, melupakan kekakuan rumah tangga mereka selama ini.

Namjoon senang saat mengetahui kalau Yoongi adalah orang yang humoris begitupun dengan Yoongi yang baru tahu kalau ternyata Namjoon punya banyak cerita untuknya.



Dengan gerakan pelan dan berhati-hati Yoongi membuka pintu kamar Namjoon. Sejam yang lalu mereka baru tiba di rumah dan Namjoon berkata ingin langsung tidur karena jam sudah menunjukkan hampir tengah malam.

Yoongi bisa bernafas lega karena saat pintu terbuka ia bisa melihat sosok Namjoon yang sudah terlelap di atas tempat tidurnya. Pria itu terlihat sangat damai dan tenang seperti bayi. Berbeda dengan sosok Namjoon saat beraktifitas seperti biasa.

Cukup lama Yoongi berdiri di sisi tempat tidur Namjoon, menatapi sosok pria yang paling ia cintai itu lamat-lamat, mengingat setiap garis dan lekuk wajahnya seakan-akan ini adalah kali terakhir dia akan melihat pria itu.

Ia mengecup bibir tebal yang mengatup rapat itu dengan sangat pelan, “Selamat tinggal, Namjoon-ssi,” bisik setelahnya.

Tanpa bisa ditahan, air mata jatuh membasahi pipinya yang pucat. Ia menangis dalam diam. Mengingat kembali memori yang tertinggal dalam ingatannya pagi tadi.

Saat ia pergi menuju kantor Namjoon dan menemukan fakta bahwa ternyata diam-diam di belakangnya, Namjoon dan Hyejin masih saling bertemu. Wanita itu meminta Namjoon agar menceraikannya, dan keduanya saling berciuman.

𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪? 𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘶, 𝘕𝘢𝘮𝘫𝘰𝘰𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪𝘬𝘶.

[ NAMGI ] - Last VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang