2. Dua Tahun Pernikahan

203 16 0
                                    


Namjoon duduk di depan meja makan dengan smartphone di tangannya. Ditemani oleh secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap di hadapannya.

Seperti kebiasaan, Namjoon akan bangun pagi dan menyempatkan diri untuk membaca berita sebelum akhirnya berangkat ke kantor tepat pukul delapan.

Pria berparas tampan itu baru saja meletakkan ponselnya di atas meja saat sebuah suara yang sangat ia kenal menyapanya.

“Selamat pagi.”

Namjoon menengadahkan wajahnya untuk melihat sosok itu sudah berdiri tepat di depan pintu dapur. Sosok yang sejak dua tahun lalu menjadi pendamping hidupnya.

“Pagi,” jawab Namjoon singkat, ia mengambil cangkir kopi yang terletak di atas meja dan menyesapnya dengan perlahan.

“Kamu sudah bersiap, ya? Maaf karena aku bangun telat,” ucap sosok itu lagi sambil berjalan cepat kearah kitchen counter, “Aku akan menyiapkan sarapan untukmu.”

“Tidak perlu, aku sudah akan berangkat.”

Waktu baru menunjukkan pukul 7 lebih 15 menit, tapi Namjoon sudah berdiri dari duduknya. Meletakkan kembali gelas berisi kopi yang baru dia minum setengahnya.

“Tapi–”

“Aku pergi,” Namjoon bergegas keluar dari dapur, meninggalkan Yoongi yang masih berdiri terdiam di tempatnya, menatap bahu lebar yang berjalan menjauh darinya.

Yoongi dapat mendengar pintu depan rumah yang mereka tinggali ditutup dengan lumayan keras, tanda kalau Namjoon baru saja pergi. Pria manis itu membuang nafasnya pelan lalu bergerak ke arah kursi yang tadi diduduki oleh suaminya dan duduk di sana.

Sudah dua tahun dan tidak ada perubahan dari sikap Namjoon padanya. Pria tampan itu memang tidak menyiksa fisik Yoongi, dia bahkan tidak pernah membentak dan memberikan kata-kata kasar kepadanya. Tetapi sikap dinginnya itu membuat Yoongi tersiksa secara batin.

Pernikahan mereka memang tidak didasari oleh cinta, karena hanya perjodohan untuk kepentingan bisnis kedua belah pihak keluarga. Yoongi tidak menolak, sebab dia menyukai Yoongi bahkan sebelum mereka dipertemukan dalam jamuan makan malam.

Namjoon dan Yoongi sudah saling mengenal sejak sekolah menengah atas.

Pernikahan mereka berlangsung di Jerman dengan hanya dihadiri oleh kerabat dekat dan kolega bisnis dari kedua belah pihak keluarga. Yoongi merasa sangat bahagia karena bisa bersama dengan pria yang sebenarnya menjadi cinta pertamanya, tetapi kebahagiaan itu tidak dirasakan oleh Namjoon.

Yoongi tau bahwa Demian terpaksa menikahinya karena rasa tanggung jawab yang dimilikinya untuk keluarga dan Yoongi bisa menerima itu semua asalkan ia berada di sisinya.

Awalnya Yoongi senang dengan hanya menyandang status sebagai ‘suami’ sah dari Namjoon, tetapi lama kelamaan dia berharap lebih, Yoongi ingin Namjoon melihatnya.

Namjoon adalah seorang pria yang baik. Meski tidak pernah menyetujui perjodohan itu, dia tidak pernah menyalahkan Yoongi yang menerima lamaran keluarganya.

Selama dua tahun kehidupan pernikahan mereka Namjoon tidak pernah berbuat kasar kepada Yoongi, baik itu dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku.

Namjoon tidak pernah memarahinya, tidak pernah menyuruh-nyuruh, tidak pernah mengatur hidupnya karena dia sendiri tidak pernah menganggap kehadiran Yoongi di sisinya.

“Aku melakukan ini karena ini kewajibanku. Jadi jangan pernah berharap lebih, aku tidak akan pernah mencintaimu. Aku harap kamu tidak akan melakukan apa pun yang bisa merusak kartu keluarga kita.”

Kata-kata itu keluar dari bibir Namjoon di malam pengantin mereka dengan tatapan yang dingin.

[ NAMGI ] - Last VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang