LXR 10

2.2K 173 0
                                    

Catatan!
Jika ada kesamaan baik nama, latar, alur, atau mungkin jalannya cerita, itu hanya kebetulan semata

Hargai sebagai sesama penulis maupun pembaca, dilarang plagiat, no copy paste

Hard word / typo bertebaran
Sider's jauh-jauh sana
Jangan lupa vote komennya, bikin author seneng gak susah kok
_____________________________

.
.
.
.
.
.
.......

Pandangan nya sudah tak sejelas tadi. Pergerakan nya sedikit melambat, dan tak luput dari itu lukanya kembali terbuka.

Darah yang tadinya mengering kembali basah, menambah jejak pada tubuh dan seragam sekolah yang belum sempat ia ganti itu.

Ia benar-benar kalut tadi saat mengetahui jika kedua teman nya di culik. Tapi setidaknya ia beruntung tidak datang terlambat. Hanya bermodal nekat ia sudah menghabisi puluhan orang yang menghalangi jalannya menuju ruangan temannya di kurung.

Hingga orang ke seratus selesai ia akhiri barulah ia menghampiri ruangan dimana temannya di kurung. Dan cukup melegakan keduanya baik-baik saja.

Meski sempat lengah karena ia berkali-kali terluka, tapi itu tidak jadi masalah. Yang masalahnya adalah saat ini.

Ia harus berurusan dengan pemimpin yang juga ada di tempat itu dengan beberapa orangnya yang juga seorang petarung.

Ia sedikit kewalahan karena pusing mulai mendera tubuhnya. Apalagi luka yang ia dapat membuatnya merasa nyeri. Meski ia masih bisa menahan nya dengan mengigit bibir nya. Setidaknya itu bekerja untuk membuat nya tetap sadar.

"Mengesankan, ternyata kau tidak seperti yang di rumor kan.. Aku heran kenapa putra rekan ku bisa setakut itu pada mu, tapi ternyata aku bisa melihat dengan jelas bagaimana kau menghabisi anak buah ku" Seorang pria terlihat menatap Rui yang saat ini hanya bermodal pistol milik bawahan nya.

Dan sedikit merugikan juga karena hanya tersisa tiga peluru. Sedangkan di depan nya ada satu pemimpin dengan tiga orang pengawalnya.

Benar-benar merepotkan.

"Heh, yang bermasalah anak rekan mu tapi kau turun tangan? Lemah, menghadapi ku saja tidak berani" Ujar Rui dengan nada sarkas nya. Menghiraukan rasa sakitnya sejenak ia akan mencoba memprovokasi pria di depannya.

Terbukti dimana wajah pria itu berubah kesal mendengar penuturan nya.

"Aku tidak tau siapa kau, tapi yang pasti aku tidak akan membiarkan seorang pun melukai diri nya" Ujar pria tadi dengan lantangnya.

"Ha? Hahaha"

Pria tadi menatap heran sekaligus kesal ke arah Rui yang kini tertawa mendengar penuturan nya.

"Hei pak tua asal kau tau, putra dari rekan yang kau banggakan dan sangat kau lindungi itu... Baru saja merencanakan pembunuhan untuk teman-teman ku, sejatinya sifat alami manusia pasti akan melawan jika di ganggu bukan? Jadi karena putra rekan mu yang memulainya duluan, aku tidak keberatan jika harus berganti target"

Senyuman seringai yang terpampang jelas itu tak membuat pria menyerah. Meski ia sedikit ketakutan dan bimbang saat mendengar penjelasan pemuda di depannya itu.

"Baiklah, kebetulan aku juga sudah lama tidak melakukan hal ini, jadi..."

Rui kembali tersenyum pada wajahnya yang kotor karena darah itu.

"Temani aku bermain, pak tua"

————

Baik Andara maupun Ishaq sama-sama cemas saat ini. Keduanya kini berada di kediaman Ishaq lantaran keluarga mereka juga sedang berkumpul di sana.

Keduanya saat ini sedang menunggu informasi lanjut dari orang tua mereka yang mengatakan akan mengurus masalah yang barusan menimpa mereka.

Tapi mereka masih cemas karena Rui, teman mereka masih ada di sana. Jangan lupa luka di tubuh nya yang jelas masih basah itu.

"Apa kita tidak bisa menyusulnya?"

Keduanya yang sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing segera menoleh dan melihat saudara mereka yang lain ada di dekat mereka.

Andara menggeleng lemah, ia sebenarnya sempat ingin menyusul kembali Rui, tapi karena tubuhnya masih ada sedikit pengaruh bius sehingga ia merasa lemas saat itu juga.

Bahkan Ishaq juga merasa kesakitan karena tangannya yang terikat kuat saat di culik tadi, sehingga membuat kedua pergelangan tangannya lecet.

"Kita sebenarnya udah ngasih usul kalau dia ikut bareng kita, tapi katanya ada yang mau dia selesein" Sahut Ishaq seraya menatap ke luar jendela kediaman nya.

Langit semakin gelap dan tak ada bintang di sana. Di pasti kan pasti sebentar lagi hujan akan tiba.

"Emangnya apa yang mau dia selesein?"

Tanya sulung Naryatama, Savero Naryatama. Kerap di panggil Aver kalau tidak Tama. Katanya dia tidak ingin di panggil Vero karena terkesan aneh untuknya.

Keduanya kompak menggeleng tanda tak tau.

Mereka yang ada di sana sebenarnya sudah sangat pusing memikirkan masalah musuh mereka. Hanya saja mereka tidak menyangka jika yang akan kena imbasnya adalah anak-anak mereka.

_____________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

T
B
C

[Transmigrasi] "Who Am I?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang