Bab 1 : Akad
"Ning, udah yuk, ini udah sekeranjang penuh." Celetukan yang membuat seorang gadis di atas pohon mangga itu menunduk kebawah, di tangannya terdapat buah mangga yang sudah bolong di gerogoti.
"Wow, banyak juga ya?" Dengan cengiranya dia menggaruk kepala yang di bungkus jilbab persegi lebar —padahal tidak gatal sama sekali.
Di bawah ketiga temannya saling pandang. Adel, Salma dan Siska lalu membuang nafas panjang. "Lah, wong dari tadi kamu kaya orang balapan panen, gimana gak banyak coba?"
Perempuan di atas pohon itu cengengesan, lalu dia turun dengan gesit. "Maaf,"
Tes tessss.
Suara dari masjid utama terdengar.
"Ini kita jual mangganya?" Tanya Siska, perempuan yang sedikit lebih berisi itu mengusap dagu dengan jari telunjuk. Lagian kalau di makan semua juga gak mungkin sih, bisa- bisa mabok mangga. Siska membatin, ia rasa teman-temannya juga tidak akan sanggup memakan sekeranjang buah mangga, yang ada mereka mencr*t berjamaah.
"Kita buat lutisan aja terus di bagiin ke santri, kalau di jual siapa yang mau beli??" Sanggah Salma, yang paling kalem— katanya, di lingkaran pertemanan mereka.
"Lha iya, kita saja nggak di bolehin keluar pesantren, masa dijual ke santri, mana mau mereka." Kali ini Adel —yang bersuara, gadis yang sebenarnya sebelas dua belas dengan Hala.
"Kita jual ke Ning Nila aja, pasti beliau mau beli jualan santrinya." Usul Siska yang seketika mendapat jitakan dari Adel.
"Aws! Kenapa di getok, sih, Del?" Kesal gadis itu. Adel membuang wajah, malas untuk menjelaskan.
"Gini, Siska cantikk! Kalau kita jual ke Ning Nila yang ada kita yang di marahin sama Gus Syihab karena udah ngambil mangga beliau tanpa izin."
Siska mengangguk-angguk mendengar tuturan bernada lembut dari Salma, tapi bukan itu yang mau dia jawab. Melainkan, "Makasih udah muji aku cantik."
"Ah! Kan nama kamu emang Siska Cantika dodol!" Seru Adel, merasa semakin hari Siska semakin menyebalkan.
"Udah, deh. yang paling bener usulan Aku tadi, dijamin nggak bakal kena ceramah!" Sahut Hala, ketiganya menyetujui saran berikut dan mulai bergotongroyong membopong keranjang mangga yang beratnya mungkin bisa saja melebihi orang dewasa.
Sampai di depan ndalem yang sepi, mereka berempat saling pandang. "Kok kaya sepi banget, biasanya ada mba-mba yang seliweran," yang di tanya menggeleng, kilas balik Hala mengingat saat tadi sebelum dirinya izin pergi.
"Mungkin udah pada balik kali," hanya kalimat itulah yang bisa Hala keluarkan, selebihnya dia bingung sendiri.
"Ning itu dari tadi di masjid kayaknya berisik banget, deh. Emang ada acara apaan, sih?" Tanya Salma yang peka. Kembali Hala menggeleng, karena jujur dia benar-benar tidak tahu menahu apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muhasabah Cinta
RomanceLagi asik-asiknya panen mangga, eh malah denger lelaki ngucap akad pakai namanya??? HAH! KOK BISA? Di keluarga pesantren, adat perjodohan mungkin tidak lagi asing di telinga mereka. Seperti yang di rasakan Hala pada saat ini, ketika Abah mengataka...