Bab 2 : Mangga kesayangan.
Ternyata acara belum selesai.
Dan kini kembali di mulai, setelah berbagai bujukan serta kalimat penenang terlontarkan. Akhirnya Hala berhenti menangisi nasibnya yang telah berubah dalam sepersekian detik.
Di terima, berat.
Tapi tidak di terima, sulit.
Begitu kira-kira keadaanya. Dan pilihan untuknya hanya satu, yaitu berusaha menerima meskipun dengan seper-ons hatinya. Di nikahkan mendadak serta tanpa sepengetahuan sendiri bukan impian Hala, jikapun itu mimpi, mungkin mimpi buruk baginya.
Acara kemudian di lanjutkan dengan penandatanganan buku nikah dan tukar cincin, sepanjang akhir acara itu pun Hala merengut. Ada saja drama tidak mau dekat-dekat suaminya, atau kadang sengaja membuat ulah.
Abi, pemuda yang menjadi suaminya itu hanya tersenyum dengan sabar. Wajahnya kalem dan terkesan datar, tampangnya sih seperti anak baik-baik tapi entahlah.
Bagi Hala, mau setampan apapun suaminya jika dinikahkan mendadak seperti tahu bulat dia mana mau. Maksudnya, butuh proses menerima, setidaknya pendekatan lah.
"Ganteng kan, suamimu?" Hala melirik kearah neneknya yang tersenyum-senyum sembari menggoda. "Apasih?" Ketusnya, merasa kesal.
"Jangan gitu, nak Abi baik kok. Kamu pasti gak akan butuh waktu lama untuk jatuh cinta," setidaknya itu keyakinan Neneknya, Hala hanya menanggapi dengan malas.
"Hmm. Kalau nanti dia duluan yang jatuh cinta sama kamu, nenek kasih hadiah. Kita taruhan, deal?"
Kening wanita muda itu menampilkan garis halus, bibirnya mengerucut sebelum memberi penawaran. "Aku mau laptop sama ponsel, deal?" Setelahnya, kedua wanita yang berbeda usia itu saling berjabat tangan dengan gumaman kata, "deal!"
"Kalian ngapain?"
Nenek melempar senyuman dengan sebelah mata yang mengedip pada Nila yang sedari tadi sibuk dengan besannya, "Bukan apa-apa,"
"Boleh saya izin ke kamar mandi dulu?" Ucapan Abi menginterupsi, lelaki muda dengan baju Koko putih serta sarung batik berwarna hitam.
"Boleh dong, masa gak boleh." Nila yang menjawab, "Gih, sana kamu temenin suaminya." Hala yang di sikut oleh Umma nya langsung mengerucutkan bibir sebal.
Dia mendengus lumayan keras, namun tetap beranjak yang kemudian di ikuti oleh Abi. Lelaki kalem— kayaknya, yang sayang sekali mendapat istri petakilan seperti Hala.
"Maaf dan terimakasih, Anak sebaik Abi harus menikah dengan Hala yang— begitu lah," Hatur Syihab, merasa tidak enak hati dengan keluarga besannya atas sikap sang anak.
"Hahaha... Kamu cuma belum lihat kelakuan anakku aja, Gus. Nanti juga serasi kok, cuma masih gengsi aja," balas Aiden, lelaki yang masih tampak awet muda di usia yang sudah menginjak kepala lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muhasabah Cinta
RomanceLagi asik-asiknya panen mangga, eh malah denger lelaki ngucap akad pakai namanya??? HAH! KOK BISA? Di keluarga pesantren, adat perjodohan mungkin tidak lagi asing di telinga mereka. Seperti yang di rasakan Hala pada saat ini, ketika Abah mengataka...