Vivian menggelengkan kepala sambil tersenyum, lalu melangkah menuju dapur. Tapi sebelum benar-benar pergi, dia sempat menepuk kepala Lucian, yang sejak tadi hanya tertawa kecil melihat interaksi ibunya dan Lingga
“Jangan lama-lama mandinya, Dek. Nanti telat lagi,” ucap Lucian, masih dengan nada menggoda.
Lingga hanya mendengus pelan sambil berjalan ke arah kamarnya. Entah kenapa, senyum di wajahnya tidak bisa hilang sejak megantar Jazziel tadi.
Sesampainya di kamar, Lingga dengan cepat meletakkan tasnya di meja belajar. Ia mengembuskan napas panjang dan mulai membuka bajunya, ingin segera mandi supaya bisa siap lebih cepat dan langsung menuju kafe tanpa membuang waktu.
Saat ia sudah hampir selesai, hanya celana sekolah yang tersisa, tiba-tiba terlintas di pikirannya tentang Jazziel. Keinginan untuk mengajak Jazziel pergi bersamanya muncul begitu saja, mungkin karena momen-momen tadi masih membekas di pikirannya.
Lingga segera meraih handphone-nya dari meja samping tempat tidur. Ia duduk di tepi kasur, membuka kontak Jazziel di daftar kontaknya. Dengan penuh harapan, ia menatap layar handphone-nya, memikirkan bagaimana cara mengundang Jazziel tanpa terlihat terlalu mendesak.
Jari-jarinya bergerak cepat di atas layar, menuliskan pesan singkat yang sudah lama ingin ia kirimkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Change
RandomLingga kembali ke masa lalu, di kota yang pernah ia kenal namun telah lama ia tinggalkan. Setelah semua perjuangan dan pengorbanan yang ia lalui, mengapa ia kembali ke tempat ini? Apakah ini sebuah kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan, atau...