20. Taman

2.3K 349 63
                                    

Meski begitu, Delvin berusaha menutupinya, tidak ingin memperlihatkan perasaan sesungguhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski begitu, Delvin berusaha menutupinya, tidak ingin memperlihatkan perasaan sesungguhnya.

Abizar hanya mengangguk pelan, menerima jawaban Delvin tanpa banyak berkata. Keduanya kemudian berjalan meninggalkan rooftop, bergandengan tangan sambil melangkah menuju kelas, dengan perasaan yang entah kenapa masih terasa berat di hati mereka masing-masing.

 Keduanya kemudian berjalan meninggalkan rooftop, bergandengan tangan sambil melangkah menuju kelas, dengan perasaan yang entah kenapa masih terasa berat di hati mereka masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mau jalan-jalan dulu?” tanya Lingga santai, memecah keheningan di antara mereka berdua. Saat ini mereka sudah berada di parkiran sekolah, dengan Lingga yang sudah bersiap-siap untuk mengantarkan Jazziel pulang ke rumah seperti biasanya.

Jazziel menoleh, ragu-ragu sejenak sebelum menjawab dengan suara agak lesu, “Aku mau, sih. Tapi... aku belum izin sama Mama. Nanti pasti dicariin kalau tiba-tiba pulang telat.” Ekspresinya sedikit muram, seolah terbayang bagaimana reaksi ibunya kalau ia pergi tanpa izin.

Lingga tersenyum tipis, menepuk punggung Jazziel dengan ringan. “Kasih tahu dulu ke Mama. Bilang aja mau jalan sama gue. Urusan abang lo? Biar gue yang urus, gampang itu.” Ucapannya terdengar begitu santai, seolah urusan seberat apapun tidak akan jadi masalah besar baginya.

Mendengar itu, Jazziel langsung mengangguk penuh semangat, wajahnya kembali cerah.

Tanpa berpikir panjang, ia segera merogoh handphone dari dalam tasnya, mengetik pesan cepat kepada ibunya, memberitahu bahwa ia akan pulang agak telat karena mau jalan-jalan dulu dengan Lingga.

Tak butuh waktu lama, ia menyimpan kembali handphone-nya setelah pesan terkirim. “Udah.” Katanya singkat, wajahnya kini terlihat lebih lega.

Lingga mengangguk, lalu tanpa banyak bicara, ia segera mengambil helm yang ada di jok motornya dan dengan gerakan lembut, memakaikan helm itu ke kepala Jazziel.

“Udah? Ayo.” Ucap Lingga sambil memastikan helm itu terpasang dengan aman. Setelah memastikan semuanya beres, ia menarik tangan Jazziel, menggendongnya naik ke atas motor dengan hati-hati.

Setelah Jazziel duduk dengan nyaman, Lingga naik ke atas motor dan mulai menyalakan mesin. Dengan kecepatan sedang, mereka pun meluncur keluar dari sekolah, motor Lingga melaju stabil di antara keramaian jalan.

Second Change Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang