2. Rintangan Cinta

70 10 2
                                    

Sembari berdendang riang, Yasmine memasukkan beberapa barangnya ke sling bag hitam yang akan menjadi teman perjalanannya hari ini. Mulai dari ponsel, dompet, sampai sunblock ia masukkan dengan senyum yang begitu lebar. Terakhir, ia mengenakan flatshoes putih dengan aksesoris pita di bagian depan. Setelah memastikan penampilannya sempurna, gadis itu pun keluar dari kamarnya.

"Mau ke mana?"

Saat itu juga, senyum Yasmine langsung luntur. Ia sempat menggigit bibir bawahnya, melampiaskan kegugupan yang tiba-tiba menyerang setelah mendapati ekspresi tajam sang mama. "Mau pergi ke toko buku, Ma," cicit Yasmine, hampir tak terdengar.

Bu Asri langsung berdecak keras. "Di rumah lagi pada repot, kamu malah mau main! Gak pengertian banget, sih?"

"Kan, dari kemarin juga aku terus bantuin Mama. Lagian, aku juga jarang main, kan? Gak akan lama, kok, Ma."

"Tapi, tetep aja, kita kekurangan tenaga buat siapin makan siang nanti," sahut Bu Asri dengan cepat. Nada bicaranya pun kian sinis. "Udah, diem aja di rumah! Besok lagi aja perginya, pulang kuliah."

"Tapi temen-temen aku udah nungguin di depan, Ma. Gak enak kalau harus batalin acara begitu aja." Yasmine berusaha bernegosiasi. Wajahnya pun berubah memelas, terus memohon iba dari sang mama. "Ma? Boleh, ya? Gak akan lama, kok. Nanti siang juga udah pulang lagi. Nanti aku bantu siapin makan malam, deh. Ya, Ma?"

Baru saja Bu Asri hendak melayangkan larangan yang lebih tegas, tiba-tiba datang Pak Salim yang baru saja selesai menunaikan salat duha. Wajah perempuan paruh baya itu langsung berubah masam. Bu Asri sudah tahu apa yang akan dilakukan suaminya saat ini.

"Udah, lah, Ma. Biarin aja Yasmine pergi. Dia juga jarang ke luar, kan? Selama beberapa hari ini juga Yasmine selalu sibuk bantu kita semua. Nanti biar ayah yang bantu Mama di dapur. Orang di rumah ini juga banyak. Tenaganya lebih dari cukup untuk siapin makan siang," ucap Pak Salim panjang lebar.

"Belain aja terus si Anak Kesayangan satu ini! Makin lama, makin manja aja!" ketus Bu Asri sembari berlalu menuju halaman belakang, di mana para saudara sedang menikmati rujak mangga muda ramai-ramai.

Baik Yasmine ataupun Pak Salim, keduanya memandang kepergian Bu Asri sembari mengembuskan napas panjang. Kemudian, mereka saling bertukar pandang dengan sorot lesu.

Sejak masih duduk di bangku SMA, Yasmine sudah ikut andil untuk menyelesaikan aneka pekerjaan rumah. Pulang sekolah, ia harus segera menyapu lantai dan mencuci piring bekas sarapan semua orang. Pakaian pun selalu dia yang melipat dan membereskan ke lemari. Jangankan pergi main, untuk kerja kelompok saja Yasmine harus bisa melewati serangkaian interogasi yang disertai banyak prasangka buruk.

Hanya ketika Elea memiliki kesempatan menginap di rumah-ia memutuskan untuk tinggal di indekos saat kuliah-beban Yasmine bisa sedikit ringan. Elea selalu mengambil alih pekerjaan rumah yang memerlukan tenaga ekstra dan menjadi juru bicara jika ingin mengajak Yasmine pergi. Tentu, tidak ada drama seperti barusan. Bu Asri akan mengatakan ya dengan sangat mudah untuk semua permintaan putrinya yang satu itu.

"Kenapa Mama selalu berpikiran yang enggak-enggak tentang aku, sih, Yah? Kan, aku juga mau sesekali main ke luar. Dari kemarin juga aku selalu ikut sibuk di dapur, gak cuma leha-leha di kamar," keluh Yasmine, masih dengan wajah yang tertekuk sempurna.

"Mama cuma lagi capek aja, Sayang." Pak Salim bergerak mengusap puncak kepala putrinya. "Udah, jangan cemberut begitu. Ayo, susul teman-teman kamu. Jangan sampai kamu ditinggalin, lho."

Walaupun suasana hatinya masih keruh, Yasmine pun segera mencium punggung tangan sang ayah dan berpamitan. Jangan sampai acaranya benar-benar batal karena sang mama kembali masuk rumah dan mencabut izinnya begitu saja.

Cinta untuk Yasmine [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang