prolog

66 5 0
                                    

"Lihat, bahkan seberprestasi seorang Vallery, dia ga ada apa-apanya dibanding Samuel. Dia cuma cantik dan pintar, tapi ga punya teman. Aku kasihan sama dia, makanya aku mau jadi temannya. Meskipun alasan aku mau dekat dengan Vallery adalah biar dekat juga dengan Samuel."

Vallery bisa mendengar dengan jelas suara itu. Dia sudah sadar dari pingsannya, namun masih belum membuka mata. Ingin mendengar lebih jauh, bagaimana dirinya dimata orang yang tidak menyukainya.

"Samuel juga ga ada bedanya. Dia cuma pintar cari muka sama Pak Angga, makanya dia lebih sering diikutin turnamen daripada aku. Kalau skill skating mah, lebih bagus aku kan, Nadin?."

Lagi, suara lelaki yang tidak menyukai Kakaknya-Samuel-terdengar. Tunggu, Vallery tidak salah dengar kan? Lelaki yang membenci Kakaknya tadi bilang apa? Nadin? Satu-satunya teman yang sudah dianggap saudara itu, Nadin yang itu? Tidak mungkin Nadin(yang tiap hari pulang pergi sekolah bersama Vallery),kan?.

Vallery memutuskan membuka matanya, dia sangat berharap jika suara perempuan yang membencinya tadi bukan suara Nadin. Namun harapan Vallery pupus, saat sosok pertama yang dilihat saat matanya terbuka adalah Nadin Amira, teman satu-satunya yang sudah dianggap seperti saudara oleh Vallery.

"Oh, lihat! Princess kita sudah bangun, tapi Pangeran kita belum datang. Kita telpon aja kali ya, gimana menurutmu Nadin?." Suara Daniel membuat Vallery ketakutan.

"Iyanih, aku pengen tahu gimana reaksi Samuel pas tau adik tercintanya dalam kondisi menyedihkan begini, ahahaha." Nadin tertawa, sedangkan Vallery sudah ketakutan melihat dua orang didepannya ini.

Daniel melepas lakban yang menutup bibir Vallery dengan kasar, membuat Vallery mengaduh kesakitan. "Ups. Sorry Princess, sengaja." Setelahnya tertawa tanpa merasa bersalah.

Nadin membongkar isi tas milik Vallery, setelah melihat ponsel yang dicari, Nadin segera mengarahkan layar ponsel ke wajah Vallery, dan terbukalah ponsel milik Vallery, ditangan Nadin.

"Tolong jangan panggil Samuel kesini, kalian bisa minta apapun ke aku. Tapi aku mohon jangan panggil Samuel kesini." Vallery memohon dengan suara bergetar menahan tangis.

"Wow, seorang Vallery memohon sama murid biasa seperti kita? Dimana wajah pongah kamu Vallery? Kalian berdua ternyata sama saja, ga ada apa-apanya tanpa campurtangan orang tua kalian." Daniel berbicara sambil mencoba melepas kancing seragam Vallery.

"Kamu ngapain? Jauhkan tangan kamu dari aku!." Tangis Vallery pecah, dia sangat ketakutan. Dia merapal doa dalam hati. Berharap siapapun datang, asal bukan Samuel.

"Cepet Din, video call Samuel sekarang!."

Nadin menuruti omongan Daniel. Panggilan video sudah tersambung, dan muncul wajah Samuel yang memerah sehabis latihan skating.

"Halo, Dek?."

"Samuel tutup panggilannya sekarang juga!." Vallery berteriak keras begitu suara Samuel terdengar.

"Hai Samuel, Vallery lagi main sama Daniel nih. Kamu gamau ikutan?." Nadin mengarahkan panggilan video tersebut ke kamera belakang. Terlihat Vallery yang menangis dengan kondisi seragam atasnya yang terbuka, menampilkan tanktop hitamnya.

Wajah Samuel di layar ponsel Vallery semakin merah karena emosinya yang sudah diatas kepala. Adik tersayangnya dilecehkan oleh musuhnya.

"Lo dateng kesini Sam, jangan ajak siapapun. Atau Vallery bakal abis sama gue." Daniel tersenyum lebar setelah mengancam Samuel.

"Jaga omongan lo Dan. Berani lo sentuh ujung rambut Vallery, gua ga akan maafin lo."

"Samuel, please. Jangan kesini." Vallery sangat takut jika Samuel datang seorang diri menyelamatkannya.

Plak!

"Vallery kamu diem deh, nurut aja bisa kan? Berisik banget daritadi." Nadin menampar Vallery, membuat Samuel semakin marah.

"Cewek bajingan! Jauhin tangan lo dari Vallery. Dasar sampah!."

Tut.

Panggilan terputus.

Tangis Vallery pecah. Takut jika Samuel datang sendiri. Takut jika Daniel berbuat macam-macam padanya. Takut karena tamparan dari Nadin yang belum pernah dia dapatkan dari siapapun.

Vallery sudah tidak bisa berpikir jernih. Dia larut dalam ketakutannya. Meraung, berteriak dan menendang apapun yang ada didepannya.

Brak!

Pintu gudang bekas belakang sekolah terbuka. Menampilkan wajah Samuel yang sudah memerah, tatapan mata yang siap membunuh pada Daniel dan juga Nadin.

Satu hal yang sangat disesali oleh Vallery saat itu adalah, dia terlalu larut dalam ketakutan. Sampai saat Samuel berada didepannya mencoba melepaskan ikatan yang melilit tubuhnya, Daniel mengayunkan sebuah kayu berukuran sedang kearah belakang kepala Samuel.

"SAMUEL."

Vallery berteriak saat tubuh Samuel tumbang sambil memeluk dirinya. Detik itu juga Vallery pingsan lagi, dalam pelukan Samuel.

Fate ||heeseung enhypen||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang