Pergi itu pasti.

1.9K 126 29
                                    

"Yang datang pasti akan pergi, Dan yang telah pergi belum tentu datang kembali"

"Don't make poker face a habit"

⋆ ˚。⋆୨୧˚ ˚୨୧⋆。˚ ⋆

Neyara hanya terdiam dengan tatapan kosong, Ia duduk di sofa ruang tamunya. Pukul 02:00 dini hari, Neyara harus bangun dari tidur nyenyaknya untuk mengantar Gibran pergi ke bandara. Gibran, Perwira, Dan Citra sibuk menyiapkan dan memeriksa kembali barang bawaan Gibran.

"Udah semua pah, Gibran harus berangkat sekarang, 1 jam lagi pesawatnya berangkat" Ucap Gibran. Gibran pun memasukan barang bawaannya ke bagasi mobil. Semuanya bersemangat, Kecuali Neyara. Semua nya sedang sibuk dengan perlengkapan Gibran, Neyara tidak ikut campur dengan urusan mereka dan hanya memperhatikan dalam diam. Semua sudah siap dan akan berangkat. Dinginnya pagi-pagi buta ini membuat suasana hati Neyara seakan mengingat kenangannya dulu. Lebih tepatnya kenangan pahit. Kenangan dimana kakaknya, Erlangga, Mengalami sesak nafas dan berakhir dilarikan kerumah sakit. Tepat pada pukul 2 dini hari ini.

Suasananya sama, Waktunya sama, Dan cerita nya pun sama. Sama-sama akan melepaskan kepergian seseorang.

Semua orang sudah siap di parkiran. Perwira dan Citra sudah berada di mobil, Duduk di bangku depan. Sedangkan Neyara dan Gibran duduk di bangku belakang. Neyara hanya menunduk dan benar-benar berbeda dari biasanya.

"Bissmillah, Kita berangkat!" Ucap Perwira. Mobil pun melaju dengan kencang karena jalanan sangat kosong tanpa ada kendaraan yang melenggang satupun. Citra mengajak Perwira berbincang agar Perwira tidak mengantuk saat berkendara, Apalagi jalanan lumayan gelap karena masih terbilang malam.

Gibran terkadang sekilas mencuri pandang ke arah Neyara. Gibran duduk di samping kanan Neyara, Dan Neyara berada di sebelah kiri. Neyara hanya menunduk dan memejamkan mata. Gibran mencoba menyiarkan suasana. "Dede kenapa?" Tanya nya, Lembut. Memegang pundak Neyara.

Neyara terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya. "A-ah? Ohh, Ngantuk" Ucap nya lalu lanjut menunduk dan memejamkan matanya kembali.

Dan kini mereka kembali sunyi seperti sedia kala.

Dan akhirnya mereka pun tiba di Bandara. Sudah 30 menit perjalanan dari rumah menuju bandara karena jalanan yang sangat sepi, Membuat mereka dengan mudah sampai ke tujuan.

Perwira, Citra, Dan Gibran memarkirkan mobilnya di depan pintu masuk bandara. Perwira keluar dari mobilnya dan membuka pintu bagasi, Mengeluarkan koper dan tas milik Gibran, Gibran pun membantu mengeluarkan koper dan tas itu.

Mereka telah turun dari mobil. Mereka kini masuk kedalam bandara, Gibran akan melakukan penerbangan sekitar 15 menit lagi.

Gibran membalikan badannya menghadap Perwira, Citra, Dan Neyara. "Anter sampe sini aja" Ucap Gibran. Tiba-tiba saja, Air mata Citra lolos dari kedua bola matanya, Citra langsung memeluk Gibran dengan erat. dan meletakan kepalanya di pundak Gibran. "Maafin mama kalo mama punya salah, Yaa sayang?" Ucap Citra di tengah isak tangisnya. Gibran membalas pelukan tersebut, Sembari mengusap punggung milik mama dari sahabatnya. "Harusnya Gibran yang minta maaf, Karena udah ngerepotin mama, papa, Dan, Neyara" Sorot mata Gibran menatap lekat Neyara yang matanya kini tengah berkaca-kaca menahan tangis.

Citra yang hanya setinggi lengan Gibran kini menatap lekat Gibran sambil mendongakkan kepalanya agar bisa menatap Gibran, Gibran mengalungi pinggang Citra, Dan tangan Citra kini berada di kedua pipi Gibran. "Gibran sudah mama anggap seperti anak mama sendiri, Kakak nya Neyara, Gibran bukan cuma temannya Erlangga, Tapi juga anak mama" Ucap Citra, Mengusap pipi Gibran.

Love IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang