Aku Hidup Dalam Kenangan mu.

101 10 2
                                    

"Langit sore telah mendung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Langit sore telah mendung. Hati ini akan berkabung karena rasa rindu yang tak akan bisa terbendung." Erlangga, 8 tahun silam. Ia menoleh ke arah jendela kamar rumah sakit.

Bibir yang terbungkam alat oksigen, hati nya berteriak memanggil nama Sang adik, Neyara. Hatinya menjerit. Seumur hidup dalam keadaan terbungkam tanpa sepatah kata. Namun untuk kali ini, ia ingin memeluk Sang adik sembari mengucapkan rasa sayangnya pada Neyara. Ia tak bisa menyatakan rasa rindunya pada gadis kecil itu, Ia bahkan tak sempat mengucapkan selamat tinggal pada adik nya yang saat ini tengah berada dalam penjara 'traumatik'.

"Saya tidak masalah jika harus mati sekarang. Saya tidak masalah atas karir saya yang hancur. Saya tidak masalah jika keluarga saya hancur. Tapi, saya sayang dengan adik saya. Bagaimana keadaan adik saya jika saya mati sekarang? Tubuh saya sudah hancur digerogoti penyakit. Siapa yang bisa lari dari kematian? Begitupun saya. Saya bersyukur bisa memiliki seseorang yang sangat menyayangi saya, walaupun itu hanya disayangi oleh seorang gadis kecil tak berdaya. Tapi, apakah saya harus meninggalkannya dalam keadaan seperti ini? Dari segala penderitaan saya, Saya adalah manusia yang paling beruntung. 14 tahun sisa hidup saya, saya bisa hidup bersama adik perempuan saya. Saya tidak akan mati dengan rasa penyesalan. Saya tidak pernah menyesal untuk terlahir ke dunia. Jika dunia adalah tempat yang tidak pantas untuk saya, saya mohon, pantaskan adik saya untuk tetap tinggal dengan aman dan bahagia walau tanpa keberadaan saya."

•••••

"Langit tampak selalu mendung. Karena hati ini selalu berkabung karena rasa rindu yang sudah tak terbendung"
Neyara, di depan tanah keabadian yang mengubur sang pemilik raga beserta mimpinya. Mengubur juga kebenaran yang belum terungkap.

Tanah kuburan itu masih sangat basah, seperti baru saja dikubur. Kejadian yang memilukan itu tak terasa sudah 8 tahun yang lalu.

Kasus kematian Erlangga kembali menjadi sorotan hangat, Neyara bimbang. Apakah ia harus mengungkap kebenaran kematian kakaknya? Atau menguburnya dalam benak semata?

Neyara membawa medali emas olimpiade Kimia yang kemari ia ikuti di Singapura. Ia menunjukannya di depan makam Erlangga. Ia memegang medali itu, dengan senyum cengir kuda nya.

Neyara mengelus batu nisan di depannya. Ia bersimpu, tatapan yang sendu. Tatapan sendunya itu menggambarkan seluruh kerinduannya yang ia pikul sendirian. "Kakak lihat gak? Dede bisa dapetin medali ini. Kakak tau? Neyara dipanggil ke atas podium dan berdiri ditengahnya sebagai peraih medali emas utama. Dede berdiri dengan bangga di atas sana. Dede menatap ke arah depan. Semua tepuk tangan loh, mungkin itu yang kakak rasakan saat memenangkan olimpiade kala itu bukan? Bangga. Dede membayangkan di depan Dede, ada kakak yang duduk di kursi paling depan, bertepuk tangan dan menatap Dede dengan bangga. Seharusnya begitu, kan?" Neyara tersenyum lebar sembari air matanya terus mengalir. Ia berusaha tetap tersenyum.

Terus tersenyum, memaksa dirinya untuk tertawa. "Semakin di paksa, kenapa rasanya semakin sakit?" Neyara tertawa kencang disana. Namun, semakin ia paksa tertawa, yang keluar hanyalah air mata dan tangisan yang tak bisa ditahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang