Chapter 8 🫂

20 4 1
                                    

Liam Archandra
Bab 8
"Penyakit"

Selama menikmati malam baru tadi, Tsania hanya terpaksa tersenyum dan berpura-pura seolah berbahagia.

Masih dirumah Amia, dia pulang jam 01.50 dengan keadaan lemah lesu, untung saja kedua anaknya sudah tidur, jadi dia dapat tidur sekarang.

Ia berganti baju dengan piyama berwarna biru dan segera menuju kamar. Berjalan pelan-pelan agar tidak terjatuh, menutup jendela dan ventilasi yang sedari tadi belum tertutup menggunakan gorden, menutup dan mengunci pintu, dan menjatuhkan diri ke empuknya kasur.

Segera mengambil bantal dan menjadikan nya tempat taruhan air mata nya, mengambil guling untuk dipeluk nya, dan menangis tak bersuara.

Jujur, menangis tak bersuara apalagi saat malam hari itu rasanya sama sekali tidak enak. Kita harus menahan suara sedalam-dalamnya agar tidak dapat didengar oleh siapapun kecuali diri kita sendiri.

Air mata nya mengalir deras, mencoba mengingat kejadian tadi, yang ia temukan memang suaminya atau bukan, menurut Tsania memang sakit, sakit sekali. Selain harus menahan rasa sakit menangis dalam diam di malam hari, ia juga harus benar benar mengolah fikiran nya untuk mengingat siapa suaminya setelah mengalami penyakit beberapa bulan lalu.

.

.

.

Pagi pun tiba, Tsania bangun lebih lambat dari biasanya, dan itu membuat ayah bunda bingung, "ada apa dengan diri anaknya?".

Tsania bangun dari tempat tidurnya tanpa mengumpulkan nyawa terdahulu, alhasil keluar kamar dengan badan sempoyongan dan sempat hampir terjatuh, untung saja ada dinding di samping nya yang menjadi penolong tadi sebelum ia jatuh.

Itu membuat ayah bunda nya terkejut dan kebingungan, sempat ayah Moon bertanya..
"sayang, kamu kenapa, nak?" tetapi tidak di jawabkan oleh Tsania.

Bunda menyalurkan tangan untuk membantu Tsania berdiri, tetapi Tsania menolaknya. Ia lebih memilih mencari gagang tangga di samping nya untuk bangun.

"Kamu kenapa, nak? Tidur mu kemalaman? Atau bagaimana?" tanya bunda dengan perasaan gelisah, takut, dan khawatir akan putri tengahnya.

Lagi dan lagi, Tsania hanya menjawab dengan menggelengkan kepala dan tersenyum ke arah bundanya. Serta lanjut berjalan agak sempoyongan menuju kamar mandi.

Sampai kamar mandi, mencoba menampakkan dirinya di cermin kamar mandi. Kelopak mata bawahnya sudah seperti mata panda sekarang, pantas saja tadi ayah bunda nya kebingungan dan heran ada apa dengan anaknya.

Tsania meraba wastafel untuk mengambil sabun cuci muka dan memakai nya di wajah serta membilas nya untuk menyadarkan dirinya.

Wajar kalau dia terkejut, dia sadar bahwa ada lengkungan kecil berwarna hitam di bawah matanya. Ia mencoba menghapus tetapi tidak bisa, jelas. Mata panda memang susah dihilangkan.

Tsania keluar dengan keadaan pasrah, ia berjalan malas keluar dari kamar mandi dan menuju ruang keluarga untuk menanyakan keadaan anaknya.

"Bun, anak anak masih pada tidur, kah? Udah engga keliatan" tanya Tsania yang masih mengucek mata.

"Kamu yang kebo! Jam berapa ini?! Udah jam 8 lewat!" omel bunda nya untuk becanda

Tsania lantas terkejut, ia segera membalik badan untuk melihat jam dinding berwarna merah muda di atas TV. Benar, sudah jam 8.25.

"Astagaa.. Iyaa bun, Tsania bangun kesiangan dong, berarti?" tanya Tsania sambil sedikit tertawa menampakkan gigi nya.

Ayah yang disamping nya meminum teh dan menggeleng kepala.

•' Liam Archandra '•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang