Liam Archandra
Bab 10
"Hospital again"Sesampainya Tsania di rumah sakit, segera diturunkan dan dijalankan menuju ruangan menggunakan kasur roda milik rumah sakit.
Tentu, saat kasur roda itu dijalankan, ada abang Tsania yang menemani di pinggir kasur roda sampai menuju ruangan.
'Dek,adek harus tetap kuat ya, ayah bunda masih butuh adek, abang sama Ranjaya masih butuh adek, apalagi Altair sama Liam, mereka berdua benar-benar masih membutuhkan sosok ibu yang baik, abang nggak mau kalau mereka berdua kehilangan ibu yang baik juga setelah dikeraskan dengan ayah bajingan itu'
Uneg-uneg itu dilontarkan melalui lirihnya saat mengikuti jalannya kasur roda rumah sakit menuju ruangan.
Saat kasur roda tersebut dimasukkan ke ruangan dan ditutupnya ruangan itu, Rayyan dengan berat hati terus menatap ruangan yang digunakan adiknya untuk pengecekan.
Hatinya tak karuan, kini ia duduk di kursi dengan banyak keringat serta air mata, sampai ia baru ingat bahwa belum memberitahu keluarga nya.
"Aish.. Aku lupa ngasih tau semuanya."
Segera, Rayyan mengambil handphone di sakunya dan membuka aplikasi telepon untuk menelpon semuanya.
Ayah, bunda, adek, adik ipar, istri, serta Abimana juga harus tahu keadaan istrinya.
Untung saja Rayyan mempunyai grup keluarga, jadi lebih mudah untuk menelpon semuanya tanpa mengecek kontak satu-persatu, tetapi, Abimana tidak diperbolehkan masuk.
"Halo, yah, bun" ucapnya memanggil orangtua nya untuk membuka topik panggilan.
"Iya, tumben nelpon nak, ada apa?" sahut bunda nya
"Ke rumah sakit sekarang, nanti abang sharelock"
"Siapa yang sakit, bang?, ada apa?" tanya Ranjaya serius saat mendengar berita tersebut.
"Sudah, nanti abang cerita kan, segera ya!"
"Ajak Abimana juga!" suruh Rayyan kepada abangnya, yang pasti membuat semuanya curiga.
"Kenapa? Mengapa kita harus mengajak bajingan itu?"
"Sudah abang bilang, segera! Nanti abang ceritakan!" ujar Rayyan kesal langsung mematikan telepon nya dan membuka pesan grup keluarga.
Anak laki-laki itu memencet lokasi nya dan memberikan lokasi nya kepada grup keluarga dengan air mata yang berjatuhan, untung saja tidak terkena ponsel.
.
.
.
Selang beberapa waktu, terdengar suara lelaki yang berteriak memanggil nama 'Rayyan', tak lain itu adalah adiknya, Ranjaya.
Rayyan tidak menoleh, sedari tadi ia hanya menatap ke bawah lantai dengan pandangan kosong, hidung yang sudah merah akibat kebanyakan menangis tadi, serta mata yang sudah sedikit membengkak.
Ranjaya berlari menuju tempat duduk yang berada disamping kiri Rayyan dan duduk disebelah nya serta mengelus pelan punggung belakang nya untuk sedikit menenangkan.
Tangis Rayyan pecah seketika, disaat sang bunda menanyakan keadaan Tsania. "Abang, gimana kondisi adek?".
"abang.. Abang gatau, bunda, abang gatau gimana keadaan kakak, maaf, bun" isakannya merasa bersalah kepada bundanya karena tidak dapat mengetahui lebih lanjut tentang Tsania.
Adiknya yang mengerti, sadar bahwa keadaan Rayyan sedang berada dibawah, segera ia peluk tubuh abangnya dan mengelus kembali punggung serta pucuk kepala secara berulang kali. Tidak, bukan hanya Rayyan yang menangis, tetapi Ranjaya juga ikut menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
•' Liam Archandra '•
General Fiction"Ibu, Liam cape, Liam lelah, Liam cuma punya abang sama ibu sekarang.. Kapan ibu akan kembali?, katanya mau dibeliin peralatan sekolah?"