Chapter 11 🫂

23 7 0
                                    

Liam Archandra
Bab 11
"Kesakitan di malam hari"

Rules!
- kalau mau lebih menghayati, pakai lagu sedih

Abimana yang sedari tadi melihat dan memahami secara seksama lantas membuka suara.

"Jangan tiru om mu itu, Altair! Om mu tidak baik untukmu!" ketus dan tuduh Abimana sembari tangannya menunjuk ke arah Ranjaya dengan mata melotot.

Ranjaya yang melihatnya hanya menarik satu sudut bibir nya dengan ekspresi acuh tak acuh, membuang muka juga dari iparnya ini.

Sekali lagi, mata Abimana tertuju juga ke arah Ranjaya, dengan tatapan mata tajam dan marah seolah gorila yang sedang marah.

"Sekali lagi kau meniru om mu itu, Altair. Maka om mu lah yang ayah akan-" ucapannya terpotong perkara suster dari ruangan Tsania telah keluar dan memberi sapaan.

"Dengan keluarga Tsania?" tanya suster tersebut sembari membuka masker berwarna biru miliknya dengan tangan.

"Saya! Saya suaminya,sus!" celetuk Abimana dengan sekejap langsung membuka suara dan berdiri.

Suster yang melihatnya berjalan pelan ke arah Abimana, begitu juga dengan Abimana juga berjalan pelan menuju suster.

Orang-orang disana hanya mengikuti mereka melalui gerakan kepala dan mata dengan dahi yang menyengit.

Sampai di titik tempat mereka masing-masing, sang suster sedikit mendongak ke arah Abimana, dan menggelengkan kepala.

Tadi, orang-orang yang mengikuti mereka hanya dengan gerakan kepala dan mata lantas sedikit melotot.

Moon melihatnya pula, walau ia sedang memeluk tubuh istrinya. Tentu saja, Moon juga ikut sedikit terkejut, ia melepaskan Amia dari pelukannya perlahan dan mengarahkan nya menuju pelukan menantu nya.

Pria paruh baya tersebut berjalan tergesa-gesa menuju tempat Abimana dan suster.

Menepuk pundak susternya hingga kepalanya menoleh, begitu pula dengan badannya juga ikut bergerak.

"Anak saya..baik baik saja, kan, sus?" wajahnya tampak ingin meyakinkan bahwa anak perempuan tengah satu satunya akan selamat.

Ranjaya menurunkan Altair dari gendongannya segera dan menyuruhnya untuk diam disitu, sementara Ranjaya sendiri berjalan menuju ayahnya, mengelus punggung yang dialasi baju sedikit tebal berwarna abu-abu untuk menenangkan.

Suster membuka suara.

"Maaf, saya dengan anggota medis lainnya telah berusaha semaksimal mungkin, tetapi takdir berkata lain..anak anda, dipanggil oleh yang maha kuasa. turut berduka cita, bapak" jelas suster tersebut.

Amia yang berada di pelukan menantu nya terkejut mendengarnya, ia melepaskan pelukan hangat dari menantu nya paksa dan berlari secepat mungkin menuju ruangan yang ditempati anaknya walau kakinya sudah lemas.

Karine berlari mengikuti sang ibu mertua, mengejar nya pula dengan wajah panik.

Mata Moon melebar dan alisnya terangkat, walau mulut terbuka lebar tetapi tetap ditutup nya.

Ranjaya dan Rayyan ikut berlari dalam keadaan lemas, ingin bertemu dengan Tsania untuk terakhir kalinya.

Suster pun pergi untuk mempersiapkan pemakaman Tsania.

Didepan ruangan tersebut, hanya terdapat ayah, Altair, dan Liam yang sedang berdiri berhadapan disana.

Ayahnya berjongkok ke arah anak keduanya, menatap wajah anaknya seperti rasa penuh dendam, dan membuka suara dengan suara yang mungkin dapat dibilang kejam.

•' Liam Archandra '•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang