Delapan Belas

1.6K 93 12
                                    

"Liburan semester besok, jalan-jalan yuk!" ajak Jasmine saat kelas kami sedang tidak ada pelajaran. Seharusnya sekarang pelajaran kimia, tapi guru galak itu sedang tidak masuk. Ah, freeclass memang saat-saat paling membahagiakan.

"Boleh-boleh! Kemana?" tanya Mabell antusias.

"Kemana yaa gue juga gak tau" jawab Jasmine.

"Ke tempat yang anti mainstream gitu dong. Jangan cuma mall, dufan, apalagi rumah temen" kataku.

"Ke... Bali?" tanya Laura ragu-ragu.

"AYOK!!" aku, Mabell, dan Jasmine langsung menjawab dengan semangat.

Oh tentu, kapan lagi aku bisa pergi ke Bali bersama mereka bertiga? Apalagi, sebentar lagi sudah UN, dan kami akan melangkah ke jenjang yang lebih tinggi. Kuliah. Di mana kami semua akan sangat terpisah. Karena, Laura berniat kuliah di Oxford. Begitu pun Jasmine, ia juga ingin kuliah di luar negeri walaupun belum tau di mana itu. Hanya aku dan Mabell yang tetap di Indonesia. Itupun kami harus tinggal di dua kota berbeda. Mabell yang ingin kuliah di ITB mengharuskan ia tinggal di Bandung. Dan aku yang ingin si Universitas Indonesia bersama Ale tetap si Jakarta.

"Loh emang pada boleh? Gue cuma iseng tadi" kata Laura.

"Gue anak tunggal, orang tua gue pasti ngebolehin" jawab Jasmine enteng. Ia memang anak satu-satunya dan ia sangat disayang oleh kedua orang tuanya, apapun yang ia mau pasti dituruti.

"Gue masih ada sisa satu permintaan dari bonyok. Bisa lah buat minta ke Bali" kata Mabell. Jadi, karena ia berhasil memenangkan olimpiade Matematika, orang tuanya memberikan ia tiga permintaan. Dan Mabell baru memakai dua.

"Gue udah sering banget ke Bali sama keluarga gue. Sampe-sampe punya villa di Bali. Jadi pasti gue boleh. Nginepnya juga di villa keluarga gue aja biar gratis" ucapku.

"Kalo gue, ya bisa lah. Ortu gue terlalu sibuk kerja, jadi paling mereka oke oke aja gue pergi" sahut Laura. Sebenarnya, ia memang kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya yang gila kerja itu. Namun, ia menyembunyikannya dengan selalu bersikap ceria.

"Eh tapi, masa kita berempat aja?" tanya Mabell.

"Iya ajak siapa kek. Yang cowok tapi" kata Laura.

"Ex aja udah" kata Jasmine. Ex yang memang duduk di belakang Jasmine pun langsung tampak tertarik.

"Apa? Kenapa?" tanya Ex.

"Ke Bali. Lo ikut ya" kata Mabell.

"Ih gak--"

Kata-kata Ex yang tampak seperti ingin menolak itu langsung dipotong oleh Mabell. "Gak bisa nolak. Iya kan?"

Membuat aku, Laura, dan Jasmine langsung tertawa di saat Ex malah cemberut.

"Ajak Ale juga dong Ken!" pinta Laura. Aku baru saja ingin menolak, namun tidak jadi ketika melihat muka Laura yang tampak memelas. Akhirnya aku pun mengiyakan permintannya.

"Tapi ajak Reynald yaa!" pintaku bersemangat. Lantas, ketiga temanku itu langsung melirik Ex bersamaan. Astaga, aku lupa ada Ex.

"Gak papa kok kalo mau ngajak Reynald. Gue jadi ada temen ngobrol deh" ujar Ex sambil tersenyum lebar. Walaupun aku tidak yakin jika ia memang benar-benar senang, tapi aku malah mengangguk.

"Yaudah. Ajak gih" kata Jasmine sambil menunjuk Reynald. Aku pun langsung menoleh ke arah Reynald, dan melihat Reynald yang sedang sibuk berkutat dengan buku kimianya. Melihat itu, aku langsung meringis.

"Enggak deh. Dia terlalu cinta kimia kayaknya, gak ada gurunya aja tetep belajar. Nanti aja pas pulang sekolah, gue pulang bareng dia ini"

***

Aku berjalan terburu-buru di tengah koridor yang sedang ramai, karena ini jam pulang sekolah. Beberapa kali juga aku hampir terjatuh karena tidak sengaja terdorong oleh murid-murid lain. Dan semua ini gara-gara Reynald. Saat bel pulang berbunyi, ia langsung terburu-buru keluar kelas. Padahal kan, aku ingin beebicara dengannya. Dan apa dia lupa kalau aku pulang bersamanya?

Aku sudah mencari Reynald kemana-mana tapi sampai sekarang aku belum menemukannya. Mobilnya sih masih ada di parkiran, jadi ia pasti belum pulang. Hingga akhirnya aku ingat bahwa aku belum mencarinya di taman belakang, aku langsung berjalan ke arah sana.

Sesampainya di taman belakang, aku langsung membeku di tempatku. Karena sekarang, tepat di hadapanku, aku melihat Reynald dan Jenny yang sedang berciuman.

Aku tidak dapat menahan tangisanku sehingga aku langsung terisak. Dan tangisanku itu ternyata membuat Reynald menyadari keberadaanku. Ia langsung mendorong Jenny dan berlari ke arahku. Namun, aku sudah terlebih dahulu pergi.

"Ken, gue bisa jelasin. Lo jangan salah paham dulu" kata Reynald saat ia berhasil mengejarku.

Dan, apa katanya tadi? Salah paham? Apa itu bisa di sebut dalah paham? Tentu tidak.

"Kayak tadi lo bilang salah paham?" tanyaku.

"Ken, gue bisa jelasin"

"Jelasin apa? Emang tadi belom jelas?"

"Sumpah Ken. Gue bisa jelasin"

"Oke. Jelasin kalo gitu"

"Gue.. tadi itu gue juga gak tau. Gue gak ada maksud buat nyium dia. Tadi dia bilang kalo dia mau ngomong sesuatu sama gue, tentang lo. Jadi gue langsung buru-buru nyamperin dia. Sampe di situ, ternyata dia gak ada. Gue udah mau pergi dari situ sampe tiba-tiba dia dateng dan langsung.. ya lo tau"

"Jadi?"

"Jadi gue gak tau apa-apa. Dia yang nyium gue duluan, Ken. Sumpah!"

"YA TERUS KENAPA LO GAK NOLAK? LO EMANG GAK NYIUM DIA DULUAN. TAPI LO NGEBALES CIUMAN DIA KAN?" bentakku emosi, lalu menangis lagi. Sementara ia hanya terdiam.

"Lo gak jawab? Berarti gue bener"

Reynald masih diam.

"Gila Rey. Lo bilang waktu itu lo mau merjuangin gue. Gue kira... gue kira lo serius sama kata-kata lo. Tapi apa? Lo gak bener-bener cint-- oiya, lo gak bilang kalo lo cinta sama gue kan? Ternyata emang gue aja yang baper. Makasih, Rey. Gue balik. Dan jangan deketin gue lagi" kataku dan langsung berbalik, pergi meninggalkan Reynald.

"Ken, jangan tinggalin gue" panggil Reynald. Dan bodohnya, aku malah berbalik.

"Jangan tinggalin gue, Ken. Gue cinta sama lo"

"Kalo lo bener cinta sama gue, kenapa tadi lo nyium Jenny?"

"Astaga Kenny, bukan gue yang nyium dia"

"Tapi sama aja Rey, sama aja. Lo itu gak bisa dipercaya"

"Jangan tinggalin gue, Kenny"

"Kenapa gue gak boleh ninggalin lo, padahal dulu lo ninggalin gue? Kenapa gue gak boleh ninggalin lo, padahal lo selalu nyakitin gue? Kenapa, Rey?" tanyaku, sementara Reynald hanya terdiam.

Dan kali ini, aku benar-benar pergi dari hadapannya.

Walaupun hati ini belum benar-benar pergi dari dirinya.

StrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang