"Lo kenapa sih bengong mulu dari tadi?" Sasha yang sedari tadi di sampingku membuka suara.
"Gue ajak ngomong dari tadi diem aja kerjaannya. Ada masalah apa sik? Sini sini cerita sama mamih nak," ucap Sasha mengeluarkan beberapa canda agar aku mau memfokuskan perhatianku padanya.
"Ahh beneran deh, apaan sih? Ada apa? Lo jangan bengong mulu gitu dong. Di kelas bengong, di sini bengong, di jalan bengong. Nanti jadi ngang ngeng ngong tahu," Sasha masih berbicara panjang lebar, namun entah kenapa moodku tidak bagus hari ini. Jujur saja bayangan soal Kaivan yang aku lihat itu masih terus terbayang-bayang di kepalaku.
Meskipun aku mulai mengakui pada diriku sendiri bahwa aku nampaknya suka pada Kaivan. Namun, dengan kejadian itu, aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Semuanya terasa buyar. Kenapa di saat-saat seperti ini aku malah melihat hal yang seharusnya tidak aku lihat. Kenapa harus seperti itu. Kenapa harus Kaivan. Ia nampak seperti orang baru yang tidak pernah aku kenal sebelumnya.
Aku takut. Aku takut menghadapinya. Aku bahkan berusaha menghindari Kaivan. Apakah dia sengaja menyembunyikan sifatnya yang seperti itu?
"Lo ada masalah sama Kaivan ya?"
Tepat setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Sasha itu, rasanya jantungku seakan-akan berhenti sejenak. Aku segera menolehkan kepalaku ke arah Sasha.
Sasha yang melihatku seperti itu langsung tersenyum, "tuh kan, Kayaknya dugaan gue bener?"
"Nggak" jawabku singkat.
"Bohong. Kalau lo emang nggak ada masalah sama Kaivan, terus kenapa itu Kaivan ngeliat ke arah sini mulu. Ekspresinya juga aneh. Lo ada salah sama Kaivan? Apa gara-gara Jeri yang waktu itu? Btw lo jadi minta maaf kan?" Sasha berbicara sambil mengarahkan jarinya untuk menunjuk ke arah Kaivan yang ternyata sedang memandang ke arah kami.
Mata cokelatnya terlihat cerah, tetapi tatapannya tajam. Sesekali dia tersenyum menanggapi perkataan teman-temannya. Namun, matanya tidak terlepas dariku sama sekali.
Apa dia sedari tadi sudah di sana? Apa dia sedari tadi sudah memperhatikanku seperti itu?
"Sasha, pergi yuk dari sini" pintaku pada Sasha yang baru saja menyelesaikan makan cemilannya itu.
"Hah? Kenapa buru-buru sih. Gue masih mau pesen makanan"
"Sha. Lo percaya nggak kalau tiba-tiba ternyata orang terdekat lo itu psikopat"
"Hah?"
"Atau apa yang bakalan lo lakuin kalau ternyata sifat orang yang selama ini lo kenal itu bukan sifat aslinya"
"Hah?" Sasha menatapku dengan tatapan bertanya-tanya, "Apasih? Gue udah hah heh hoh buat yang kedua kalinya nih. Random banget. Maksudnya apa?'
"Gimana kalau ternyata orang terdekat lo ternyata nggak sesuai sama apa yang lo bayangin dan dia punya sisi lain yang nggak lo ketahui"
Sasha menatapku dengan tatapan bingung.
"Lo kenapa tiba-tiba nanya yang aneh-aneh sih?" Ucapnya. Tapi melihatku yang masih terdiam seakan menunggu jawabannya, akhirnya dia lanjut berbicara.
"Ya nggak gimana-gimana sih, kan ada yang bilang beda orang beda penanganan, beda orang beda sifat. Mungkin sikap yang mau ditunjukkin ke satu orang bisa beda sama sikap yang ditunjukkin ke orang lain. Ya menurut gue manusiawi sih. Banyak tuh yang kayak gitu. Btw kita sendiri aja kadang beda kan sikapnya, misal perlakuan antara gue ke lo dibandingkan gue ke guru, pasti tanpa sadar ada yang beda 'kan?"
"Tapi yang gue maksud Bukan itu shaa"
"Terus apa?"
Aku sempat terdiam sebentar menimbang-nimbang apakah aku harus cerita pada Sasha.
"Apa Dayana? Gue nungguin nih"
"Jadi gini, Ka-" ucapanku terputus begitu saja ketika Kai ternyata sudah berada di dekat kami, membuat jantungku seakan-akan shock mendadak. Kenapa tiba-tiba dia sudah disini? Memangnya dia bisa teleportasi? Cepat sekali.
"Dayana" panggilnya menghentikan pembicaraan kami. Sementara Sasha langsung menoleh ke arah Kaivan.
"Eh ada Kai"
"Sha, gue pinjem dulu Dayananya ya" Kaivan merangkul pundakku, mata cokelatnya melirik ke arahku tipis kemudian kembali melirik ke arah Sasha.
"Ohhh silakan silakan"
Aku berusaha menyingkirkan tangannya dan sedikit mengibaskannya agar menjauh dariku, " nggak, gue masih mau ngomong sama Sasha, Kai" ucapku beralasan tanpa berpikir.
Sedangkan Sasha yang mendengar itu menaikkan alis matanya tidak mengerti, namun tak lama dia tersenyum menggoda seakan-akan meledekku.
"Gapapa Day, nanti juga gapapa. Nikmati waktu lo berdua sama Kai" ucap Sasha sambil menaik turunkan alisnya seakan-akan mengatakan 'semangat berduaan sama crush'
Tidakk. Sepertinya Sasha salah paham, kenapa nampaknya dia malah senang dengan kehadiran Kai di tengah pembicaraan kita ini.
Tubuhku yang tadi sempat menjauh dari Kaivan, sekarang kembali tertahan karena Kai malah kembali menarik tanganku begitu saja
Sasha memperhatikanku dan Kaivan dengan semangat.
Tidakk sashaa. Aku memang menyukainya tapi itu dulu sebelum aku melihat hal menyeramkan itu.
"Ayo Dayana" ucap Kaivan dengan nada lembut.
"Nggak mau, Kai. Gue nggak mau. Gue-"
Kai melotot kecil ke arahku membuat perkataanku terputus di tengah-tengah teringat dengan ekspresi menyeramkan Kaivan malam itu dengan darah yang mengelilinginya.
Belum sempat aku selesai berbicara, aku merasakan tekanan di tanganku. Kai mencengkramku.... dengan menggunakan tenaga yang cukup kuat hingga membuat meringis.
Aku tidak mengerti apa sebenernya mau Kaivan ini.
Aku baru ingat.
Jangan-jangan...."Aku..." ucapku tiba-tiba mengganti kata pengganti orang pertama. Jangan bilang dia benar-benar mau aku untuk terus memakai kata "Aku" padanya.
Memangnya kita ini anak kecil. Begitu saja dipermasalahkan.
Namun aku melihat perubahan dari ekspresinya. Dia tersenyum sekarang. Benar-benar tersenyum lebar.
Gila. Benar-benar gila.
"Aku nggak mau, Kai. Aku masih mau ngomong sama Sasha"
Akhhgg, terdengar menggelikan.
Entah kenapa aku merasa seperti anak kecil berkata seperti ini di hadapannya. Meski begitu, nampaknya ia sangat puas dengan hal itu. Kaivan juga terlihat nampak seperti anak kecil yang kegirangan.
Sedangkan Sasha melihat kami berdua dengan tatapan bingung.
Ia mungkin merasa ada yang aneh dengan cara bicara kami. Ia memiringkan kepalanya dan dengan polosnya bertanya begitu saja.
"Kalian.... jadian?" tanya Sasha menatap kami berdua.
"Engga- akhh" Baru saja aku mau menjawab bahwa bukan itu yang sebenarnya terjadi, lagi-lagi Kaivan mencengkram tanganku dengan tenaganya yang besar hingga membuatku sedikit berteriak. Aku... Aku takut melihat Kaivan, jantungku berdegup sangat cepat.
Kaivan hanya menanggapi Sasha dengan senyuman tipis, "Gue pinjem Dayananya dulu ya Sha"
Lalu, Kaivan menarikku dengan cepat hingga aku sedikit terseret.
Aku berusaha menahan tubuhku dari tarikan Kaivan sembari menoleh ke arah belakang untuk melihat Sasha.
"SASHAAA" teriakku sembari berharap Sasha menolongku, tetapi Sasha malah melambaikan tangannya padaku yang sedang ditarik Kaivan sambil senyam-senyum sendiri dan mengangguk-angguk padaku bangga. Entah apa maksudnya tapi kamu salah paham Sashaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAYANA
Roman pour AdolescentsDayana dan Kaivan saling kenal sejak SMP, tetapi sekarang sepertinya perilaku Kaivan semakin menjadi-jadi. Kenapa sih dia selalu mengganggu Dayana? Namun, semakin lama Dayana merasakan ada yang aneh. Sepertinya sifat Kaivan yang ia tunjukkan bukanla...