"LO GAK DENGER MAS? ANIN UDAH GUE PAKE, DIA GAK PANTES SAMA SIAPAP...."
DOOOORR!
Teddy yang mengerti bahwa Fardan sengaja memainkan emosinya dengan cepat mengarahkan senjatanya dan menarik pelatuknya ke arah atap.
Tembakannya tepat sasaran mengenai Smoke Detector tepat di atas Anin berada hingga menyebabkan semburan air pada Smoke Detector itu keluar dan perlahan membasahi Anin dan sekitarnya.
Ia kemudian menghajar Fardan yang tak berkutik tanpa henti. "BRENGSEK!" kembali menghajarnya dengan sangat brutal hingga Fardan terlihat babak belur dan sudah mengeluarkan luka berdarah di beberapa titik wajahnya. Teddy tak memperdulikannya, ia terus menghajarnya sampai Fardan tak lagi sadar.
Beberapa petugas pengamanan yang datang langsung melerai mereka berdua, lebih tepatnya menghentikan sikap Teddy yang tatapannya seperti penuh dendam, sangat menakutkan.
"Stop pak! Apa gak sebaiknya kita selamatkan bu Anin terlebih dahulu? ambulance kami sudah siap berjaga-jaga didepan" ucap seorang petugas yg mencoba menahan Teddy.
Teddy tersadar, ia kemudian menoleh dan berlari kearah Anin yang hampir sepenuhnya basah. setelah meyakinkan diri bahwa Anin hanya pingsan, Ia berlari menuju lemari sesaat untuk mengambil selimut baru dan melebarkan selimut tersebut hingga tubuh Anin tertutup rapat kemudian menggendongnya dengan didampingi beberapa petugas untuk mengawal dan membantu Teddy menuju lobby.
Terlihat area lobby sudah ramai diiringi suara alarm darurat dan ambulance yang masih menyala. ya, ini memang karnanya. Ia dengan cepat memutuskan menembakan pelurunya ke Smoke Detector dikamar Anin tadi agar menotice petugas pengamanan bergegas ke unit Anin untuk berjaga-jaga. Ia khawatir Fardan akan mati ditangannya karna ia merasa sudah tak bisa mengkontrol dirinya sendiri. Ia meyakinkan diri bahwa siasatnya kali ini benar, meskipun harus menerima konsekuensinya nanti. Kini semua orang tertuju padanya, bahkan sebagian besar memerhatikannya seraya merekam video dengan ponselnya masing-masing. Teddy dengan kondisi tatapan marah, tubuh yang setengah basah, berjalan cepat menggendong Anin sama sekali tak memperdulikan apapun. Anin harus selamat dulu, batinnya.
Anin telah tergeletak didalam Ambulance, para medis melakukan pertolongan pertama padanya. Sementara Teddy, menunggu diluar mobil berusaha tenang dan mengontrol diri. perlahan mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Anan juga kerabat lainnya untuk mengabari dan meminta bantuan menghandle Fardan yang juga tengah ditangani petugas medis di ambulance lainnya
"Pak, kita bisa kerumah sakit sekarang. Bapak mau ikut?" ucap salah seorang petugas medis.
Teddy mengangguk kemudian masuk kedalam mobil. hatinya seakan hancur menatap Anin didepannya.
"maafin mas Nin" ucapnya seraya menggenggam tangan Anin dengan penuh khawatir****
Anin mulai tersadar perlahan membuka matanya melihat sekeliling. Dengan kondisi kepalanya yang masih sangat pusing dan berat, ia menoleh jam dinding ruangan yang menunjukan pukul 08.35 pagi.
Anin tak tahu apa yg terjadi semalam, seingatnya ia sempat di bius lewat suntikan. setelah itu ia tak mengingat apapun. Tapi Anin ingat betul, suara Teddy menyebut namanya semalam.
ia berusaha mengingat apa yg terjadi, namun tetap tidak menemukan jawaban.
"mba Anin" datang seseorang menghampirinya
"Gladd?" Anin berusaha terbangun
"mba gak usah bangun" Gladdys berlari menahan Anin yg berusaha untuk bangun "lu nggakpapa mba?"
Anin mengangguk "lu bisa jelasin ke gue gak? gue semalem kenapa?" dengan suaranya yg masih lemah
"lu bener-bener gak inget apa-apa mba?"
Anin berusaha mengingatnya "gue gak inget, sial banget!" ucapnya dengan kedua tangannya yang memegang kepala
"okeoke udah gausah maksain mikir mba"
"lu tau?"
Gladdy terdiam sejenak "belum jelas. samar-samar. gue ditelfon pak Teddy semalem dan langsung kesini"
"Teddy mana?"
"keluar mba, dari semalem nyampe sini izin pergi tapi belum balik lagi. gue gaktau kemana"
Anin terdiam, ia kalut membayangkan Teddy, pasti ia dalam keadaan tidak terkontrol saat ini.
"lu mau makan mba?"
Anin menggelengkan kepala
"Gladd"
"apa mba, perlu apa?"
"Gue diapain semalem?" Anin gemetar seluruh badan, ia tiba-tiba menangis kencang. kini ia mengingat apa yg terjadi semalam, menyadari bahwa ia disekap oleh laki-laki yg tidak ia ketahui,
"mba.." Gladdys menekan tombol panggilan medis seraya memegangi tubuh Anin yg seperti mengamuk
Teddy yg kebetulan memang sudah didekat ruangan Anin berlari mendengar suara teriakan Anin.
"Nin!" Teddy langsung memeluk Anin seraya menenangkannya. "Anin ini mas, sayang. tenang dulu" dengan sekuat tenaga Teddy menahan perlawanan Anin "Gladd panggil medis"
"udah pak" ucap Gladdys yg juga terus membantu
"Anin, sayang, tenang" ucap Teddy kembali.
Petugas medis datang dan langsung menyuntikan bius ke infusnya
Anin didekap kencang oleh Teddy, merasakan pelukan yang sangat erat, sedikit tenang namun tetap tak berhenti menangis.
Perlahan Anin merasakan lemas dan kemudian tak sadarkan diri.
Teddy yang menyadari Anin sudah terbius, kembali menidurkannya dengan perlahan. mengelap sisa sisa airmata dan keringat diwajah kekasihnya, merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan, kemudian mencium keningnya dengan perasaan yang sangat sedih.
ia tak bisa membayangkan, seberapa trauma kekasih nya setelah ini. ia tak bisa membayangkan, harus bagaimana ia menghadapi Anin yang sekarang.Teddy berjalan keluar dan duduk diluar ruangan Anin
"huftt" Teddy seraya menenangkan diri.
"pak, minum dulu" ucap Gladdys memberikan air mineral
"makasih Glad."
"kenapa kesini pak? urusan bapak masih banyak pasti"
"saya gak tenang kalo belum liat Anin. saya kesini dulu mau liat sebentar. Nanti saya lanjut lagi. kamu mau saya jelasin keadaan semalem Gladd?"
Gladdys menggelengkan kepala "kabar bapak di semua media udah banyak kesebar"
Teddy mengangguk. "saya tau Glad. saya terima konsekuensinya"
"mba Anin tadi sempet tanya soal semalem"
"kamu gak jawab kan Gladd?" Teddy bertanya seraya menoleh
"enggak, tenang aja pak"
Teddy kembali terdiam
"bapak oke? saya baca artikel kalo jabatan bapak terancam. apa gak sebaiknya bapak pergi aja urus dulu, mba Anin biar sama saya disini"
"gapapa Gladd, saya gak peduli gimana saya. yg penting Anin dulu. dia pasti perlu saya sekarang"
Gladdys mengangguk "pak Anan sama Bu Soraya gak kesini pak?"
"Anan dan teman-teman saya lagi ngurus sisanya di polisi dan apart Anin. tante Soraya udah lama netap dijogja untuk terapi, Anan minta untuk gak kasih tau ke beliau. takut nanti drop." ucapnya
Gladdys mengangguk.
"lho siapa yg handle event mu Gladd? setau saya kalian minggu ini ada beberapa event?"
"yusuf pak, tenang aja. mba Anin punya tim yg bisa diandelin kok hehe"
Teddy mengangguk "tolong ya Gladd. setelah ini mungkin Anin akan banyak absen. saya percaya sama kamu, saya yakin Anin pun juga"
"iya pak" ucapnya "saya gak tau ini bisa menenangkan bapak atau engga. jangan terlalu khawatir soal mba Anin yaa. saya kenal mba Anin dari 5 tahun lalu. mba Anin lebih kuat dari yg kita bayangin"
Teddy kembali mengangguk dan mengangkat panggilan yang baru saja masuk keponselnya.
Teddy menunjukan ponselnya pada Gladdys untuk mengisyaratkan dia izin mengangkat telfon.
"Gladd, ternyata saya harus pergi sebentar lagi. saya dipanggil pusat."
"oke pak. semoga lancar"
****
Teddy telah selesai menghadap pimpinannya siang ini,
Dengan seragam dinas lengkapnya ia berjalan menuju ke rooftop untuk menyegarkan fikiran.
Aldo menghampiri Teddy yg berdiri dengan ponselnya di rooftop. "Nih mau?" menyodorkan rokoknya.
"Tau aja" Teddy mengambil nya dari tangan Aldo. mengeluarkan 1 batang rokok, ia bakar kemudian menghirupnya. "lu ngapain?"
"ngawal Bapak lah, gak tau lu, bapak bela-belain kesini buat ajuin banding disiplin militer lu"
Teddy terdiam dan mengangguk
Aldo menoleh ke arah sahabat nya "cemen lah. cuma nonaktif 1 bulan doang masa ngedown."
"yang gue pikirin bukan itu sih."
"apa karna honor lu ditahan 3 bulan kedepan?"
Teddy tertawa kecil "gue tinggal minjem sama lu"
"kita gak usah temenan aja Ted perhari ini."
Teddy kembali menghisap rokok nya dengan tawa kecil
"atau Anin?"
Teddy mengangguk dan melanjutnya menghisap rokoknya
"padahal dia lagi sama gue Do. gak becus banget gue jagainnya yaa"
"Tedd...tedd.. lu kan bukan superman, manusia ada lengahnya juga kali sekalipun pangkat lu mayor dan lu pasukan terbaik" ucap Aldo
Teddy masih terdiam
"gue aja baru tau kalian ada hubungan, jahat banget lu ya diem-diem aja. emang udah paling bener kita gak usah temenan aja Tedd"Teddy tertawa mendengarnya. "jangan lengah nemenin Bapak, awas kalo agenda Bapak kelewat lagi"
"lu mau kemana?"
"nggak tau, mau fokus nemenin Anin mungkin" ucapnya.
Teddy dan Aldo melanjutkan obrolan santainya dan telah menghabiskan beberapa batang rokok berdua.
Waktu menunjukan pukul 18.30 malam. setelah ia menyelesaikan administrasi mengenai disiplin militernya, Teddy memutuskan kembali ke rumah sakit untuk menemui Anin.
Diperjalanan, ia menemukan sebuah toko bunga dan berinisiatif membeli bucket bunga untuk Anin. ia letakan di kursi sebelahnya dan melanjutkan perjalanannya dengan antusias.
***
"Mba? saya check ruangan kenapa kosong ya? pasien atas nama Anin dipindah kemana?" ucap Teddy setelah berlari-lari membawa bunganya.
"bu Anin Shadeeta, pak? beliau sudah pulang dari pukul 14.30 tadi"
Teddy menelfon Anin, panggilannya selalu dialihkan. ia mencoba menghubungi Gladdys, namun tidak ada respon. kemudian lanjut menghubungi Anan, tidak ada respon juga.
Teddy menuju kerumah Anan, tak ada siapapun disana, seperti kosong tak berpenghuni.
ia mencoba menghubungi kembali Anin, Anan dan juga Gladdys, tetap tak ada respon dari siapapun.Teddy seakan kalut. ia berusaha menenangkan diri. duduk dibangku kemudinya, merebahkan kepala nya yg terasa berat, memejamkan matanya dan menarik napas yang panjang.
ia berfikir panjang atas apa yang terjadi sekarang.
mungkin ini teguran tuhan, karna saya gagal menjaga Anin, saya harus siap menerimanya... ucapnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Nin!
FanfictionHai, saya Anin Shadeeta. dibaca "Sa-di-ta". yaa saya hanya wanita biasa yang sedikit malang karna cinta 9tahun saya yg kandas begitu saja. Sampai saya menemuinya diwaktu adaptasi saya dengan hidup yang baru. kira-kira endingnya akan menyenangkan ata...