2 - Balas dendam?

817 45 1
                                    

"mau gak mau aku harus nikahin Hasya, Nin. Hasya hamil"

"ya kenapa gak kamu gugurin aja Dan?"

"kamu gila!?"

"kamu yg lebih gila, aku gimana kalo kamu nikah sama Hasya?"

Sudah satu jam Anin hanya menatap langit-langit kamarnya setelah terbangun dari tidur. Alarm pagi ini bukan dari alarm waktu seperti biasanya, melainkan alarm dari Kalendernya yang tertulis "Hari terakhir mengubur semuanya". Anin mematikan alarm tersebut dengan perasaan yang sangat sakit, hari itu adalah hari pernikahan Fardan, laki-laki yang selama 9tahun ini menemani Anin hampir setiap saat, yang harus ia relakan kepada Hasya, wanita yang menjadi perusak hubungannya sejak 5 bulan yang lalu.

Ponsel Anin berbunyi, dari nomor yang tak dikenal. Ia tak berniat mengangkatnya karna merasa tidak ada pekerjaan penting hari ini. Ponsel kembali berbunyi, Anin masih tidak mengangkatnya. Ia justru berfikir, apakah ada pekerjaan yang masih belum ia selesaikan? ah tidak, semua event minggu ini sudah selesai di hari kemarin. Anin ingat betul bahwa hari ini adalah hari bebasnya. Lagi-lagi ponsel berbunyi, Anin terpaksa mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"
"Nin, dimana?"
"siapa?"
"saya Teddy, kamu dimana?"
"dirumah"
"kita keluar yu. saya libur"
"nggak mas, aku mau diem-diem dirumah aja"
"funworld?"
"nggak mas"
"dufan?"

"NINNNNNN DITUNGGUIN TEDDY DIDEPAN!!" teriak Anan dari kejauhan, kaka Anin yang beda 5tahun dengannya
Anin merengut, dan melanjutkan pembicaraan dengan Teddy di telfon
"mas, ngapain dirumah"
"mau minta izin sama mamah Anan buat culik kamu"
Anin sedikit penasaran dengan Teddy dibawah, ia melirik sedikit di tangga dan mendapati Teddy yang juga sedang melihatnya "haii Nin" sambil tersenyum memegang ponselnya

Anin langsung mengalihkan pandangan
"mas, lo ngapain siiii. temen lu gak jelas banget"
Anin berteriak berjalan ke kamar Anan yg bersebelahan dengan kamarnya
"kenapa si? daripada lu ngegalauin cowo lu yg sekarang lagi nikahin anak orang. mending lu jalan sama Teddy"
"ya kenapa harus mas Teddy"
"ya kenapa harus gua?"
"ya gak lu juga"
"ya udah sama Teddy"
"ya kenapa mas Teddy?"
"karna saya doang yg mau ngajak kamu sekarang Nin" ucap Teddy yg tiba2 sudah di ujung tangga dekat pintu kamar sibling ini
"LAH MAS KENAPA LANCANG BANGET NAIK?" teriak Anin
"Itu kan kamar Anan, saya mau kekamar Anan" ucap Teddy tanpa merasa bersalah
"ada apa sih ko ribut-ribut?" ucap Soraya, mamah Anin yang datang membawakan makanan dan minuman
"kamu ko masih disini Ted. kan tante suruh tunggu dikamar Anan"

"Mamaaaaaah besok Anin mau pindah kamar! GAKMAU DI SEBELAH MAS ANAN LAGI!!" teriak Anin yang kesal mendengar mamahnya bicara
"lah kamu mau kemana?" tanya mamah
"Mandi"
"yang cantik ya Nin, saya tunggu" teriak Teddy seraya meledek

*****

Sepanjang hari telah Anin lewati bersama dengan Teddy, entah apa yang membuat Anin akhirnya mau menerima tawaran Teddy. Hari ini, Anin menjalani hari dengan antusias seakan lupa akan alarm kalendernya pagi tadi.

Teddy memutuskan untuk beristirahat sejenak di sekitar pantai kawasan Ancol, ia tak memerlukan izin Anin karna melihat sikap Anin yang seharian ini hanya pasrah menikmati yang ada. Pikirnya, dia masih perlu diluar rumah. Teddy meminta Anin turun dari mobilnya dan duduk di bangku pinggir pantai menjelang malam. Tidak terlalu terlihat indah, namun tetap terasa nyaman disini.

"Nin, saya cape banget. Boleh istirahat dulu disini ya?" Ucap Teddy
Anin hanya mengangguk tanpa menoleh sedikitpun ke Teddy, ia sibuk melihat kanan kiri sekeliling pantai dan langit dengan serius.
Teddy sedikit mengerti sifat Anin, anak ini emang lebih suka diam daripada berbicara. Teddy tidak mengenal secara personal dengan Anin, ia hanya mengenal Anin melalui kakaknya, Anan. Kegiatan kumpul Anan dan teman-temannya memang seringkali dirumah Anin, tak sekali dua kali Anin bertemu dengan Teddy dan juga teman-teman kakaknya yang lain.

Teddy meninggalkan Anin sendiri untuk membeli beberapa cemilan, seperti Ice cream dan juga 2 cheeseburger. Teddy tidak tahu, apakah itu makanan kesukaan Anin, yang jelas ia sering beberapa kali menjadi penerima Gofood yg Anin pesan dengan menu yang itu-itu saja ketika bermain dirumah Anin. Teddy kembali menghampiri Anin.

"Mau ganti menu atau makan ini?" ucapnya sambil memberikan cemilan tersebut
Anin hanya tersenyum dan mengambil 1 cheeseburger yang ada di tangan kanan Teddy
"Ice creamnya gak diambil?" tanya Teddy dengan sabar
"Siapa yang bilang aku suka ice cream?"
"Gak ada, tapi kamu sering pesen itu di gofood" jawab Teddy sambil duduk dan tetap menggenggang ice cream ditangan kirinya
"Itu mah pesenan mamah"
"Trus gimana nih?" Tanya Teddy dengan sedikit mengangkat ice creamnya ke hadapan Anin dan menoleh pandangannya ke Anin. Anin seketika kikuk dan menelan ludah, pasalnya Teddy tepat dihadapannya dan menatapnya ketika Anin menoleh kearahnya. Jarak pandang nya dengan mata Teddy sangat dekat. Teddy pun merasakan hal yang sama, ia kemudian mencairkan suasana dengan langsung memakan icecreamnya. "Buat saya aja"
Anin tak menggubris, ia juga melanjutkan mengunyah cheeseburgernya yang baru ia buka.
"Makasih" ucap Anin yang masih mengunyah
Teddy hanya tersenyum.
"Tapi besok-besok jangan mau ya kalo mas Anan minta mas kaya gini lagi ke aku"
"Siapa yg bilang ini perintah Anan?"
Anin hanya melirik dengan ketus ketika mendengar pertanyaan tersebut
"Ini perintah Bapak, karna kamu sudah sukses buat acara ulangtahun Bapak meriah kemarin"
"Ooo.."
"Kamu percaya Nin?"
Anin mengangguk. Lagi-lagi Teddy menghela Nafas.
"Kamu happy hari ini?"
Anin hanya mengangguk.
"kamu jago ya pasti kalo disuruh tahlilan, orang yang paling bagus gerakan gelenggeleng dan manggut-manggut pas baca laa illaha illallah itu pasti kamu Nin"
Anin menahan tawa mendengan lelucon Bapak-bapak satu ini
"Maafin adik sepupu saya yaa" Ucap teddy sambil menyenderkan tubuhnya ke punggung bangku yg ia duduki
"Ooo jadi karna Hasya, mas sampe se-effort ini, enak ya hidup dia serba dilindungi dan dibela semua orang."
Teddy mengangguk mengerti maksud kalimat Anin barusan, ia tak bisa menyangkal, karna biar bagaimanapun Hasya tetap salah.
"Saya gak diminta siapapun untuk melakukan ini Nin, waktu saya denger kalo Hasya ternyata hamil, yang saya ingat cuma kamu sewaktu kita makan bareng di visit kamu waktu itu. Saya jadi ngerasa gak enak banget sama keluarga kamu Nin. terlebih-lebih ya kamu"
Anin kembali mengangguk
"Saya nggak tau bagaimana kamu bisa nerima dan jalanin ini sendirian, saya juga yakin maaf dari saya dan semua yang saya lakuin hari ini gak buat kamu lebih baik. Saya cuma minta kamu jangan kenapa-kenapa. Saya sudah anggap keluarga Anan kaya keluarga saya sendiri"
"Iya, nggak"
"Iya Nin"
"Kenapa mas Teddy hari ini disini? bukannya harusnya ikut ramein acara Hasya?"
"Ini bentuk marah saya ke Hasya, Nin."
"Ya tetep aja mas kan harusnya hadir"
"Saya kalo hadir, bawaannya mau nonjok cowokmu itu"
"Mantan"
"Iya mantan tersayangmu"
"Mas..."
"Iya maaf"
"Maksudnya kenapa gak nonjok aja"
"Kita kesana sekarang deh yuk hahaha"
"Nggak ah, eh.. ada benernya juga"
"Apa? kamu mau jadiin saya alat buat bales dendam kamu?"
Anin terdiam, entah apa yg dipikirnya
"Good idea"
Teddy diam, ia tak menyangka bahwa ucapan melanturnya dianggap serius oleh Anin.
"Nin, saya becanda"
"Aku serius, boleh gak?"
"Enggak kalo sifatnya nyelakain fisik"
"Enggak, aman kok. Boleh yaaa?" Tanya Anin dengan ekspresi muka yang antusias
"Saya mau pikir-pikir dulu" kembali merebahkan badannya ke punggung bangku sambil menadahkan kepalanya dengan kedua telapak tangannya yang ia eratkan di belakang kepala.

Hai, Nin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang