Bab 19 - Bandung #part1

14K 1.1K 291
                                    

Jangan baper. Jangan baper. Jangan baper. Kalimat itu terus Anin tanamkan dalam pikirannya. Seperti sebelumnya Naren pasti punya maksud jahat. Sama halnya saat dia membawanya ke rumah hanya untuk menghunus pedang tajam yang melukai perasaannya.

Saat itu Naren membawa Anin ke rumah impian mereka berdua lalu mengatakan. "Ini rumah impian saya, kamu yang menghancurkan, jadi jangan menginjakkan kaki di rumah ini." Kurang lebih begitulah kalimat Naren.

Sekarang juga. Pasti ada tujuan jahat sampai mengatur tempat duduk satu gerbong kereta dengan Naren.

Meskipun ogah-ogahan, Anin tetap masuk ke kursi kelas bisnis. Matanya terbuka lebar begitu menemukan nomer kursi sesuai tiket. Sudah ada Naren di sana.

"Pak ... Pak. Kita sebelahan?" Anin gugup.

Naren yang semula menatap ipad sambil menyilangkan kaki beralih menatap Anin. Satu alisnya naik. Wajah sombongnya itu terukir jelas.

Anin menelan ludah susah payah. "Bapak duduk di sini juga?" Anin menunjuk kursi dekat jendela yang masih kosong.

Naren berdiri seolah mempersilakan Anin masuk. Namun, Anin malah meminta bantuan pramugari. "Kak, apakah saya boleh menukar tempat duduk?"

"Kereta sebentar lagi berangkat Bu. Harap duduk sesuai nomor kursi."

Anin mendengus kecewa. Naren pun ikut menghela napas setelah kembali sibuk membaca laporan di Ipad. "Ribet banget sih! Jangan kira saya sengaja meminta kamu duduk di sini ya!"

Kalau seperti itu kenapa juga dipesankan di kelas bisnis? batin Anin.

"Tanyakan saja kepada sekertaris saya!"

Anin menoleh ke kanan, tempat sekertaris Naren duduk.

"Tiket ekonomis sudah habis," jelasnya.

Anin menggangguk. Ok, sekarang dia tahu alasan sebenarnya dan tak perlu mengira-ngira. Itu bagus.

Naren mengangkat kedua bahunya seolah mengatakan 'tuh kan'

Anin menggigit bibir bawahnya. Dia masih tidak menyerah. "Bapak tukaran sama saya saja ya."

Sekertaris Naren menatap Naren. Pria itu tak peduli. Akhirnya Anin tidak harus duduk di samping Naren.

Anin takjum dengan kecanggihan teknologi yang dapat memotong waktu. Tahun lalu dia naik mobil ke Bandung saja menghabiskan waktu tujuh jam untuk  sampai di Stasiun Padalarag, sekarang hanya membutuhkan waktu 30 menit. Sampai di stasiun Padalarang, rombongan kantor dijemput oleh mobil suttle. Namun bagi Anin itu tidaklah mudah, sebab 30 menit berada di dekat Naren berasa 30 hari lamanya. Bayangkan saja saat Anin bergerak sekedar menyilangkan kaki Naren berdecak kesal. Seolah Anin itu sangat mengganggu kenyamanan seorang Narendra Salim.

Naren turun dari kereta api setelah Anin. Pria itu berdiri di belakang Anin hanya membawa ipad karena ranselnya sudah dibawakan oleh sekretaris.

"Lama banget!" keluh Naren.

"Bapak duluan saja." Anin memberi ruang agar Naren bisa lewat.

Tanpa menunggu waktu lama Naren berlalu begitu saja. Mendahului Anin yang masih sibuk mengambil ransel besarnya karena diisi barang barang Dini.

BRAK!!!

Semua orang yang mengantre hendak keluar kereta menatap ke sumber suara.

Anin menutup mulutnya yang menganga.

NAREN MENCIUM LANTAI. Tersandung oleh kaki Anin.

Entah bagaimana setelah ini.

***

Aku bagi 2 part ya. Lama gak nulis tu susaaah banget buat nulis panjang. Karena udah janji, ya aku update aja ini dulu. Pokoknya adegan di Bandung seru deh!

Jangan lupa vote komen

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Janji yang Ternoda 2 (AninNaren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang