Bab 19 - Bandung #part2

5.1K 734 264
                                    

Fisiknya begitu dekat, tapi sikap dan perannya sudah berbeda. Ternyata rindu seperti itu lebih menyiksa.

-Janji yang (Tak) Ternoda
JYT 2

***

Naren tidak memperhatikan sekitar. Dia buru-buru bangkit, mengambil beberapa berkas yang jatuh, lalu berjalan cepat. Anin ingin menertawakan Naren tapi ada rasa iba di hatinya. Berbeda dengan dua anak kecil yang sudah tertawa sejak tadi.

"Om itu kenapa ya bisa jatuh," tanya bocah berpakaian pola zebra kepada kembarannya.

"Tante kenal sama Om tadi?" tanya bocah itu pada Anin.

"Apa?" Anin tidak begitu paham karena bocah itu belum bicara dengan benar. Anin menebak usianya masih 4 tahun. Kalau almarhum anaknya tumbuh besar pasti seusia dengan dia. Sekilas Anin perhatikan matanya begitu sipit seperti Naren tetapi ibu kedua anak itu tak terlihat ada darah Tioghoa.

"Tidak apa apa Teh. Maafkan anak saya," ucap perempuan berjilbab yang merasa segan karena sikap anaknya. Benar kan logatnya begitu khas orang Tasikmalaya.

Tidak berapa lama seorang lelaki muncul dari belakang. "Sayang aku gendong si kecil ya."

Anin menoleh, bukan ingin memperhatikan keluarga kecil itu, hanya saja jalan menuju keluar masih padat jadi Anin memilih berjalan di belakang mereka saja. Lagi pula Anin harus membawa tas Naren yang berisi laptop. Tas yang ditinggal begitu saja karena pemiliknya malu.

Anin melihat intraksi sepasang suami istri yang memiliki anak kembar itu. Mereka begitu lucu seperti keluarga bahagia yang lengkap dihadiri 2 malaikat kecil. Sesekali Anin tersenyum melihat ayah bocah itu yang begitu lihai membantu istrinya merawat anak. Suaminya didamba-dambakan karena mau membantu mengurus anak.

Begitu keluar gerbong, Naren berdiri di dekat pintu. Lengkap dengan kaca mata hitam yang dikenakannya.

"Saya kira lupa loh Pak kalo masih punya laptop."

Tanpa berbicara Naren meminta tas berisi laptop itu.

"Lain kali hati-hati Pak kalau jalan." Anin berusaha menyeimbangi langkah Naren yang panjang. "Beruntung gak ada yang lecet."

"Kamu ngapain lihatin bocah itu segitunya."

Anin masih melihat keluarga kecil itu. Anaknya sekarang minta naik ke atas koper.

"Lucu," jawab Anin. "Kenapa bocah segitu lucu banget ya Pak? Tapi kalo gedhe pasti nyebelin."

"Kalau kamu tidak egois dan menuruti perintah kakakmu itu. Kita sudah seperti mereka sekarang."

Anin berhenti melangkah. Apa maksud Naren membahas itu lagi?

***

Bagiku Bandung itu kota yang menyakitkan.
Kenangan indah yang mati rasa karena luka. Kurasa, bukan Bandung atau orang-orang yang berhubungan dengan kota itu yang salah, hanya perasaanku saja yang tak baik-baik saja saat berada di sana. Kuharap kali ini ... Bandung berkesan indah seperti sudut pandang pengunggah konten konten yang meromantisasi Braga.

"Nulis apa sih Bu?" tanya Dini sekaligus teguran Anin yang melamun sambil menulis di notebook.

Anin buru-buru menutup bukunya.

"Gimana tadi duduk sebelahan sama Pak Naren di kereta? Masih ada debar debar rasa gak?"

"Din! Gak lucu tau gak!"

"Loh kok marah sih?"

"Gak lucu!"

"Kenapa jadi baper? Aniiin ... " Dini agak berteriak. "Serius marah? Anin jangan marah dong aku kan cuma bercanda. Gak lagi seh. Anin!"

"Aniiin!"

"Anin maafin."

Dari kejauhan Naren tersenyum tipis melihat tingkah Anin. Naren tidak menyangka Anin bisa seimpulsif itu.

Padahal Anin pergi dari Dini bukan karena godaan Dini barusan. Melainkan Anin tahu Naren diam diam memperhatikannya sejak lama.

***

Guys ini gak lama kan updatenya

Dikit soalnya part 2

Masih pada nunggu gak sih?

Masih ada pembaca Wattpad gak sih?

Janji yang Ternoda 2 (AninNaren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang