Warning!
Siapin tisu bagi yang punya tissue
Yang ga punya bisa make kain apapun, kain kafan juga boleh
Karena di chapter kali ini mengandung bawang ya
Happy Reading ( Sad Reading~)
....................
Noa terdiam mendengar perkataan putrinya. Ia hanya memiliki 1 cara yang terlintas di pikiran nya. Kedua kembar itu juga diam, menunggu tindakan selanjutnya dari sang ibu.
"Apa yang harus aku lakukan? apa aku harus benar-benar melakukannya? tapi dengan ini, ingatannya tentangku akan kembali, dan apa sudah saatnya untuk anak-anak ku dipertemukan dengan ayah mereka? lagian, hidupku sudah tidak lama lagi..", batin Noa.
Anzela yang masih bisa mendengar perkataan ibunya itu, membuat nya bertanya-tanya.
"Apa maksudnya dari mengingat kembali dan waktunya tidak lama? mama, mengapa kau menyembunyikan sesuatu dari kami?", batin Anzela. Anzelo yang melihat tingkah adiknya itu, membuatnya menyimpulkan sesuatu.
"Kau menggunakan mantra pikiran itu pada mama?", tanya Anzelo. Kedua kembar itu berada di tempat yang lumayan jauh dari Noa.
"Um, maafkan aku, Kak..",
"Huh, sudahlah..",
Noa mengambil kalung yang terpasang melingkar di leher Mirai. Ia tidak pernah menyangka, jika Mirai masih mengenakannya. Mencium bandul kalung tersebut, dan mengumamkan sesuatu yang membuat munculnya cahaya yang membuat kedua kembar itu menutupi penglihatannya.
Selang beberapa saat, cahaya itu perlahan pudar. Saat keduanya bisa melihat kembali. Mereka sudah menemukan ibunya, tepat di hadapan mereka. "Zela, Zelo, ayo kita pergi dari sini! di sini sudah tidak aman lagi bagi kita",
"Lalu bagaimana dengan nenek, Ma?",
"Mama akan bicara dengan nenek kalian. Sementara itu, siapkan barang-barang kalian. Mengerti, sayang?", Anzela dan Anzelo hanya bisa mengangguk, menuruti perintah ibunya.
"Um, Ma. Lalu bagaimana dengan orang itu?", tanya Anzela sembari melirik kearah seorang pria yang masih belum sadarkan diri. "Biarkan saja, nanti Mama suruh Kinky untuk melihat kondisinya",
........................
Anzela kecil memandang kagum ke arah lautan. "Aku tidak menyangka, jika lautan di pagi, ah salah! maksudnya sore hari, itu sangat indah. Benarkan, Kak?",
"Ya, lumayan..",
"Anak-anak! apa yang kalian lakukan di sana? ayo naik!", teriakan Noa yang sudah berada di atas kapal yang cukup besar. Kapal itu biasanya digunakan untuk para nelayan melaut ataupun mengangkut penumpang. Soalnya ada dua kamar di dalam kapal itu. Harga naiknya cukup murah, karena itu Noa memutuskan untuk menaiki kapal ini saja, bersama dengan kedua anaknya.
Menuju ke suatu tempat yang akan menjadi tempat tinggal baru bagi mereka.
Bukan baginya, yang sebentar lagi akan meninggalkan dunia.
.................
"Uhuk-uhuk!", melihat darah yang menempel di telapak tangannya. Wajahnya yang pucat, ia pandangi bulan yang bersinar lebih dari biasanya. Seakan memberikannya sebuah ungkapan, semangat untuknya.
"Noa!",
Mendengar suara seseorang yang memanggilnya, Noa lantas membuka matanya yang awalnya terpejam. "Paman? apa batuk ku ini, membangun kan paman? maaf soal itu",
"Tidak, Noa. Pakailah ini, udaranya dingin jika malam hari", pria yang disebutnya sebagai paman itu, memberikan sebuah selimut yang langsung dipasangkan pada tubuh Noa. "Terimakasih, Paman",
"Ingin teh?",
"Ah, tidak, terimakasih", tolak Noa dengan halus. Suasana hening seketika, hanya terdengar suara ombak yang tenang. Malam ini cukup cerah daripada biasanya. Arus pun juga cukup tenang. Noa memutuskan untuk kembali memandangi lautan. "Kau harus tetap memiliki semangat untuk hidup, Noa. Kedua anakmu, pasti juga tidak menginginkan kepergian ibu mereka",
Tersenyum getir, Noa meremas ujung pakaiannya. "Aku tahu itu, Paman. Hanya saja, hidupku hanya tinggal sebentar lagi. Aku sudah tidak bisa lagi untuk bertahan. Sudah 1 tahun, penyakit ini berdiam di tubuhku. Apalagi, batu kehidupan, sudah ku alihkan, pemiliknya sudah bukan aku lagi. Waktuku tinggal sebentar. Paman, apa paman bisa berjanji akan sesuatu dengan Noa?",
"Apapun akan paman kabulkan untuk mu. Selama kau bertahan sebentar lagi", jawab sang paman. Noa tersenyum kecil. "Tolong, hantarkan mereka ke tempat tujuan mereka jika mereka akan pergi dari tempat ini ya? hanya paman yang dapat ku percaya..",
"Baiklah, paman akan melakukannya",
....................
Bocah berusia 10 tahun itu, begitu semangat saat ingin membangunkan sang ibu tercinta. Bersama dengan kakak kembarnya. "Ma, bangun! paman sudah menyiapkan makanan. Sebentar lagi kita akan sampai, Ma?",
Mencoba untuk sedikit menggoyangkan tubuh ibunya. Tapi sang ibu tidak kunjung untuk bangun dari tidur panjangnya.
"Ma, bangun, Ma!",
Merasa ada yang tidak beres. Anzelo langsung mendekat ke arah adik kembarnya. "Minggir dulu, Anzel. Kakak akan memeriksa sesuatu",
Anzela menuruti perintah Kakaknya, ia minggir untuk memberikan ruangan untuk kakak nya yang ingin mengecek kondisi sang ibu.
Anzelo segera mengecek denyut nadi mamanya, berlanjut dengan mengecek pernafasan mamanya. Ia terdiam, melihat tubuh mama nya yang terbujur kaku di atas kasur. Memandang kosong ke arah sang ibu.
"Kak, apa yang terjadi dengan mama? kenapa dia tidak bangun-bangun, Kak? Kak! jawab!", Anzela hampir menangis karena kakaknya tidak kunjung memberi tahu tentang kondisi sang ibu. Ia jadi lebih khawatir.
"Zel, mama.. dia.. sudah tidak ada, Zel. Mama, sudah pergi",
Bagaikan tersambar petir di pagi hari. Zela membeku di tempatnya. Ia melirik ke arah tubuh mamanya yang terbujur kaku di hadapannya. Air matanya perlahan keluar.
"Ma! bangun! hiks hiks.. jangan tinggalin Zela, Ma! hiks hiks hiks.. ma bangun. Hiks.. Zela janji hiks, ga akan jadi anak nakal hiks hiks, ma bangun, Ma! jangan tinggalin kita!", Anzela menangis sembari mendekap erat tubuh dingin ibunya.
Pertama kalinya, ada orang yang memberikan kasih sayang pada mereka, tapi orang itu malah pergi meninggalkan mereka secepat ini. "Ma, bangun ma.. Zela mohon. Bangun",
Tidak bisa Zelo pungkiri, bahwa ia juga amat sedih seperti adik kembarnya. Tapi, sebagai seorang kakak, ia harus kuat. Yah, bukan pertama kalinya ia kehilangan seseorang yang benar-benar tulus padanya. Tapi tetap saja, rasanya amat sangat menyakitkan.
.....................
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
My Two Little Stars
RomanceKehidupan 2 orang kembar yang penuh dengan air mata. Membalas dendam kepada sosok ayah di benak mereka. Membalaskan dendam dan menghantarkan surat dari mendiang ibu mereka, itu adalah hal yang mereka lakukan. Kedua bintang kecil yang kini menggelap...