Setibanya ketiga orang itu di rumah, Anzela langsung mempersilahkan seseorang yang baru ditemui nya dan kakaknya itu dengan ramah.
"Silahkan masuk, maaf sempit soalnya kami cuma tinggal berdua", ujar Anzela mempersilahkan. Raciell pun segera mengikuti langkah kaki kedua kembar itu, untuk memasuki sebuah perumahan kecil.
Setibanya di dalam rumah, Anzela menyuruh Raciell untuk duduk di ruang tamu dengan kakaknya, sementara ia menyiapkan cemilan cemilan yang ada untuk disuguhkan pada tamu.
"Um, maaf merepotkan kalian dengan kehadiranku", ucap Raciell untuk menghilangkan kesunyian yang ada.
"Tidak masalah, malahan maaf karena permintaan mandi yang ibu kami kau jadi repot-repot kemari", balas Anzelo sembari menyesap teh yang baru saja disajikan oleh adiknya.
"Dimakan ya! omong-omong, Kak. barang-barang kita banyak, apa perlu di bawah yang penting-penting saja?", tanya Anzela.
"Bawa saja yang menurutmu penting dan jangan lupakan pakaian pakaian ibu juga dibawa", jawab Anzelo. Sang adik kemudian menggangguk dan berlalu pergi meninggalkan kedua pria tersebut.
"Um maaf, memangnya kalian mau ke mana?", tanya Raciell penasaran.
"Kami akan pindah untuk menyelesaikan wasiat terakhir ibu kami. Sejujurnya ini hari terakhir kami di sini dan sore nanti kami akan pergi", ujar Anzelo menjelaskan.
"Kalau boleh tau lagi, kalian mau ke mana?", tanya Raciell kembali.
"Ibukota kekaisaran Obora", mendengar nama kerajaannya disebut, Raciell terdiam selama beberapa saat sebelum kembali berbicara.
"Kebetulan tujuanku sama dengan kalian, kalian boleh menaiki kereta kuda ku, jika kau mau", tawar Raciell. Ia memang memiliki sebuah kereta kuda sederhana, ayah ayahnya tidak peduli dengan apa yang dilakukannya, jadi Raciell bisa dengan bebas melakukan keinginannya kecuali jika ia sudah keterlaluan.
"Jika kau tidak keberatan maka baiklah", balas Anzelo yang langsung mengundang senyuman pria manis di hadapan itu.
"Apa ini?", tanyakan Anzelo di batinnya saat merasakan detak jantungnya bertambah cepat, hanya karena melihat senyuman dari pria manis yang bahkan tidak jelas asal-usul nya.
..................
"Raciell, terima kasih sudah membiarkan kami menumpang di kereta mu", ucap seorang gadis bernama Anzela. Ketiga orang itu, kini sedang menaiki kereta kuda memilik Raciell yang saat ini dikemudian oleh Anzelo.
"Tidak masalah, lagian tujuan kita sama lebih tepatnya searah", balas Raciell.
"Langitnya mulai menguning, indah sekali", ujar Anzela yang sedang memperhatikan langit yang dilewati nya.
"Yah, ini adalah pemandangan yang indah. Omong-omong nona Anzela cantik ya jika tersenyum, tetaplah seperti itu. Kakakmu dan ibumu, pasti ingin selalu melihat senyuman mu itu, begitu juga denganku", ucap Raciell.
Anzela tertegun mendengar ucapan Raciell. Tapi setelah beberapa saat, ia kembali tersenyum dengan tulus ke arah Raciell.
"Akan aku usahakan, terimakasih sudah memberitahu", ujar Anzela.
"Mm, sama-sama", balas Raciell. Keduanya mulai kembali mengobrol dengan santai. Anzelo hanya mendengarkan sekilas karena dia sedang fokus mengemudikan kereta kuda.
....................
"Akhirnya sampai juga", gumam Raciell. Sekarang ketiganya sudah sampai di depan tempat penginapan kakak beradik itu. Anzelo dan Anzela pun lekas turun dari kereta.
"Terimakasih sudah mau mengantarkan kami ke sini. Sebagai gantinya, kami akan melakukan apapun yang kamu mau semampu kami", ujar Anzela.
"Tidak perlu, aku tidak membutuhkan imbalan dari kalian. Omong-omong aku pergi dulu ya! sampai jumpa lagi", pamit Raciell. Anzela tersenyum dan lantas melambaikan tangannya ke arah Raciell yang sudah berada cukup jauh dari posisinya dan kakaknya.
"Ayo masuk, Anzela", ajak Anzelo pada adiknya. Anzela kembali tersenyum, kemudian menjawab ajakan kakaknya.
"Ya!", kedua kembar itu lantas memasuki sebuah bangunan, tempat mereka akan menginap di ibukota ini.
................
Anzela menatap langit-langit penginapan. Pikirannya tertuju pada kejadian yang siang tadi dia dan kakaknya alami. Manik turquoise nya nampak berkaca-kaca, sesaat sebelum air mata keluar dari matanya.
Ia tidak pernah menyangka, jika hari ini dirinya dapat mengobrol dengan ibunya kembali. Anzela harap, ini bukanlah mimpi. Ia sungguh merindukan ibunya itu.
"Mama, Zela bersyukur karena hari ini dapat mengobrol kembali dengan mu. Zela sayang mama, sangat-sangat sayang dan merindukan mama. Zela harap, Zela dapat dipertemukan dengan mama kembali, meski itu di kehidupan lain pun tidak masalah!", ujar Anzela.
Ia menutup kedua matanya dengan sebelah tangannya. Air matanya mengalir semakin deras saat mengingat sosok sang 'ibu' kembali.
Di satu sisi lain, Anzelo nampak sedang mengerjakan sesuatu. Ia tengah melihat buku yang berisi foto-foto dirinya, adiknya, juga ibunya. Di sana nampak senyuman bahagia dari ibu dan putrinya, sedangkan anak kecil satunya hanya memandang dengan tatapan tajam.
Melihat kembali wajah tersenyum sang ibu, membuat hati Anzelo bertambah sesak. Air mata mulai mengalir kembali. Rasa untuk balas dendam semakin besar, kilat matanya berubah menjadi semerah darah.
"Ma, meski Zelo tau kalau mama tidak menginginkan balas dendam dari Zelo untuk ayah. Zelo akan tetap membalas mereka yang sudah pernah menyakiti mama. Ini adalah janji dan sumpahku padamu", ujar Anzelo sembari mengusap air matanya yang sempat mengalir.
...................
Esok hari telah tiba, seorang gadis cantik sedang menata rambut ikal panjangnya. Segera setelahnya,gadis itu tersenyum melihat pantulan wajahnya di cermin. Ia kemudian beranjak dari tempatnya duduknya dan melangkah keluar dari penginapan.
"Selamat pagi Kak!", ucap Anzela saat melihat sang kakak juga keluar dari dalam kamar penginapan di sebelah kamar penginapannya.
"Hm, kamu mau sarapan apa? biar kakak belikan untuk mu", tanya Anzelo.
"Kita ke pasar saja yuk! sekalian bertanya-tanya tentang kekaisaran ini kepada para pedagang di sana", tawar Anzela. Anzelo nampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. Benar juga apa yang adiknya itu katakan.
.....................
To be continued
![](https://img.wattpad.com/cover/364077724-288-k109637.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Two Little Stars
RomanceKehidupan 2 orang kembar yang penuh dengan air mata. Membalas dendam kepada sosok ayah di benak mereka. Membalaskan dendam dan menghantarkan surat dari mendiang ibu mereka, itu adalah hal yang mereka lakukan. Kedua bintang kecil yang kini menggelap...