Zelo pergi menembus langit malam dengan sapu terbangnya. Ia ingin berkunjung kembali ke Desa tempatnya dulu ia dan adiknya tinggal. Entah mengapa firasatnya mengatakan untuk ke tempat itu.
Ia tidak mengajak Anzela untuk ikut, karena Anzela sedang tidur. Lagian, dia sedang tidak ingin mendengar tangisan adiknya itu lagi, jika mengingat sosok 'mama' mereka.
Sampai di depan rumah gubuk yang selama kecil ia tinggali. Anzelo turun dari sapu terbangnya, melihat rumah gubuk yang sepertinya sudah tidak berpenghuni.
Ingatannya memutar sekilas, saat dimana mereka masih amat kecil. Karena keasikan bermain, dirinya dan adiknya jadi pulang malam.
"Zela, Zelo! sudah mama bilang berulang kali. Jangan pulang malam! kalian ini ya",
"Maafkan kami, Ma..",
"Ya sudahlah, ayo masuk! mama sudah memasak makanan kesukaan kalian. Makan dulu! nenek juga sudah menunggu kalian di dalam",
"Ma.. ma", ingin rasanya ia menggapai sosok ibu yang sudah lama dirindukannya. Tapi, bayangan ibunya seketika hilang. Anzelo kembali terdiam di tempatnya. Hatinya sakit.
"Siapa di sana?".
.................
Melihat bintang-bintang dari balkon kamarnya. Seorang pemuda diam-diam menangis. Kenapa? kenapa hidupnya harus seperti ini? penuh dengan kebohongan. Apa salahnya di kehidupan sebelumnya? mengapa ia harus menerima karma ini.
Hidup sebagai pangeran palsu saja sudah membuatnya tertekan, apalagi setelah pemberitahuan penobatannya, ia merasa amat tertekan.
"Ibu.. mengapa ibu melakukan ini? apa ibu amat membenciku hingga melakukan semua ini? hidup penuh dengan kepalsuan. Mengapa ibu begitu tega denganku? Ibu... hiks hiks..", tangisnya kembali pecah.
Kesunyian malam, semakin membuat tangisannya lebih terdengar pilu.
"Hei, kenapa kau menangis?",
Tangisannya terhenti saat melihat sosok yang melayang-layang di hadapannya. Sosok yang sering menemaninya saat butuh teman untuk curhat.
"A.. aku, aku muak dengan semua ini. Kenapa.. hiks hiks kenapa harus aku yang menerima semua ini. Aku.. hiks hiks..",
"Shuut.. tidak apa-apa, tidak apa-apa. Ada aku di sini yang akan selalu menemani mu!",
Sosok hantu itu, merengkuh si pemuda dari belakang. Sejujurnya ia tidak bisa terlalu leluasa, karena pasti tubuhnya yang transparan akan menembus, sesuatu yang hendak disentuh.
Pada akhirnya, si pemuda menangis kembali. Ia menangis hingga puas, apalagi dengan si hantu yang setia menenangkan nya.
"Makasih, Noa. Tapi kenapa kau kembali? kau bilang ingin bertemu dengan anak-anakmu?", ucap si pemuda. Sosok hantu itu tersenyum hambar. Ia kini juga ikut menatap bintang-bintang di langit yang gelap.
"Aku sudah menemui mereka. Tapi, tetap saja, mereka tidak bisa melihatku. Hanya kamu seorang yang bisa melihatku. Raciell, bolehkah aku meminta sesuatu?",
"Katakan saja",
"Tolong bantu aku untuk bertemu dengan anak-anakku. Aku ingin berkomunikasi dengan mereka kembali, ingin memeluk mereka. Bisa kau pinjamkan tubuhmu sebentar? saat kamu sudah menemukan mereka",
"Baiklah, aku akan membantumu sekuat tenaga ku. Omong-omong, Noa! aku punya dissert untukmu. Biar ku suapin, apa mau?", tawar Raciell, si pemuda di awal tadi. Sosok hantu yang ia panggil 'Noa' itu, langsung mengangguk dengan antusias.
"Baiklah, tunggu sebentar",
...................
"Siapa di sana??",
Anzelo sontak saja berbalik. Ia terkejut karena melihat sosok paman yang sudah lama tidak ditemuinya, kini berada di hadapannya.
"Kinky?",
"Zelo, kau kah itu?", Kinky segera mendekat. Ia dapat melihat jelas, wajah keponakannya yang sudah tumbuh besar.
"Astaga, kau sudah besar ya. Omong-omong, gimana kabar adikmu dan Noa? sudah lama semenjak kalian meninggalkan desa ini", ujar Kinky.
"Zela, dia baik-baik saja. Sedangkan mama, dia..", melihat raut wajah sendu Anzelo, membuat Kinky bertambah penasaran. Biasanya, Anzelo tidak akan menunjukkan raut wajahnya. Tapi kenapa dia sekarang terang-terangan, bahkan seakan mata itu akan segera menumpahkan cairan beningnya.
"Ada apa? Noa kenapa?", tanya Kinky.
"Mama dia sudah meninggal, dari lima tahun yang lalu", jawab Anzelo. Kinky membeku di tempatnya. Dia tidak salah dengar kan?
"Ah, pantas saja aku sering melihatnya", ucap Kinky, dengan raut wajah sendu nya. Pantas saja selama ini, ia selalu melihat Noa di mana pun itu.
"Melihatnya? di mana kau sering melihat mama? katakan!",
"Di manapun, tapi paling sering di taman bermain anak-anak. Di dekat pohon besar yang menjulang. Kau tahu tempatnya", jawaban Kinky membuat Anzelo kembali berharap. Tolong, biarkan ia bertemu dengan ibunya kali ini saja.
"Terimakasih..", segera berlari, meninggalkan sosok Kinky yang menatap kepergian anak itu dengan raut sendunya.
"Kasihan sekali mereka, harus berpisah dengan sang ibu saat usia mereka masih belia. Astaga, Noa kenapa kau pergi secepat ini?", gumam Kinky. Tanpa disadarinya, butiran bening sudah keluar, mengalir di pipinya.
...................
Duduk di atas tanah, melihat ribuan bintang yang terlihat jelas. Rimbunan pohon menutupinya dari cahaya bulan. Manik turquoise nya, amat berkilau jika dipandang. Menyender di batang pohon besar yang menjadi tempatnya dan adiknya bermain semasa kecil.
Kecewa saat tidak dapat menjumpai seseorang yang sungguh ingin ia jumpai.
Ratusan kunang-kunang, terbang bebas di padang rumput yang luas. Cahaya mereka yang membuat taman bermain itu terang dibalik gelapnya malam. Anzelo nampaknya sama sekali tidak tertarik untuk melihat sebuah fenomena menakjubkan itu.
Pada akhirnya, ia tertidur. Tertidur pulas, mengharapkan jika sang ibu akan menemaninya di mimpi sekalipun. Menunggu sosok yang membuatnya mengantuk. Ia harap, ia bisa bertemu dengan sosok itu.
Dibalik gelapnya malam, sesosok manusia yang terlihat transparan, menghampiri Anzelo yang tengah tidur menyender. Membelai lembut pipi anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Air matanya menetes, tidak kuasa untuk menahannya.
"Maafkan mama. Mama sayang kalian selalu dan selamanya. Selamat tidur, putra kecil mama",
Mencium lembut kening putranya. Sosoknya segera menghilang, meninggalkan Anzelo yang nampak lebih nyenyak dalam tidurnya.
.................
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
My Two Little Stars
RomanceKehidupan 2 orang kembar yang penuh dengan air mata. Membalas dendam kepada sosok ayah di benak mereka. Membalaskan dendam dan menghantarkan surat dari mendiang ibu mereka, itu adalah hal yang mereka lakukan. Kedua bintang kecil yang kini menggelap...