Bertemu

511 55 3
                                    

"Kau dari mana saja, Kak?", tanya Anzela begitu kakaknya pulang. Saat bangun pagi tadi, ia tidak melihat keberadaan kakaknya. Mencari di sekitar pun, tidak kunjung ketemu.

"Bukan urusanmu. Apa kau sudah makan?", balas Anzelo. Ia yakin kalau adiknya itu, tidak terlalu peduli kemana ia pergi. Memutuskan untuk mengganti topik, supaya adiknya itu tetap tidak penasaran.

"Belum, ayo cari makanan di luar, Kak! lagian, ini sudah terlalu siang untuk sarapan, bukankah hari ini kita harus pergi lagi?", ujar Anzela. Anzelo mengangguk, betul juga kata adiknya itu.

"Ayo! aku lihat tadi ada penjual shepherd's pie", ujar Anzela kembali, sembari menarik lengan Anzelo keluar dari rumah yang baru keduanya tinggali 1 minggu yang lalu.

..............

"Noa, kemana lagi aku harus pergi?", tanya Raziel pada sosok yang berada di sampingnya sedari tadi.

"Um, kau tinggal lurus saja. Sampai melihat kedai makan pie dekat sini! di sana, ada dua remaja bersurai sepertiku", ujar sosok yang dipanggil 'Noa' itu.

"Okey..",

"Tapi pastikan kamu tidak memberitahu identitas mu pada mereka, ya?", tanya Noa.

"Iya, No! mana mungkin aku memberitahu anak-anak mu tentang identitas ku", balas Raziel jengah. Sepanjang perjalanan, Noa selalu mengatakan hal yang sama berulang kali. Membuatnya bosan sendiri.

"Hanya memastikan, hehe..",

...............

"Kak, kudengar bahwa kita ini sedang dicari. Haruskah kita pindah saja? dari wilayah Evandrick ini, ya?", tanya Anzela sembari tetap menyuapi makanan ke dalam mulutnya.

"Bukankah kita memang akan pindah?", tanya Anzelo balik yang seketika membuat Anzela tersadar.

"Oh, iya juga ya..",

Seringkali, Anzela memang sering melupakan sesuatu dengan mudahnya, itu terjadi sejak kematian ibu mereka. Bahkan, pernah suatu hari dimana Anzela melupakan identitas nya sendiri. Ia cukup hawatir dengan kondisi adiknya itu.

"Tapi..",

"Pe.. permisi, ma_ maaf mengganggu kalian. Namaku Raziel, kursi yang lain sudah penuh, apa aku boleh duduk di sini?", tanya seorang pemuda yang tiba-tiba saja datang menghampiri keduanya.

"Oh, tentu! duduklah", Anzela mempersilahkan pemuda itu untuk duduk di tempatnya, sedangkan ia berpindah ke samping kakaknya.

"Terimakasih",

"Um, sebelumnya maaf, kalian baru di kota ini ya? soalnya aku tidak pernah melihat kalian", tanya Raziel, memulai pembicaraan mereka. Meski ia awalnya ragu.

"Ya, kami baru pindah ke sini selama seminggu", balas Anzela.

"Permisi, ini pesanan kalian", seorang wanita paruh baya, mendatangi meja mereka, untuk mengantarkan pesanan kedua kembar itu.

"Ah, kamu datang kembali. Apa mau yang seperti biasa?", tanya wanita itu saat melihat Raziel. Raziel memang sering datang diam-diam ke sini, jadinya dia tidak tersesat saat datang ke kota itu tiba-tiba.

"Ya, tolong bibi", jawab Raziel, dengan senyuman manis nya. Wanita itu membalas dengan senyumannya, kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga untuk membuatkan pesanan pelanggan setianya.

"Um, kalau boleh tau, siapa nama kalian?", tanya Raziel. Sejujurnya, ia masih belum mendengar tentang berita pencarian terbaru saat ini, ia tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu.

"Aku Anzela Acolia dan dia kakak kembarku, Anzelo Acolio", balas Anzela. Raziel mengangguk pelan, syukurlah dia tidak salah orang.

"Apa benar, nama ibu kalian itu Elnoa? dan dia seorang pria", tanya Raziel yang seketika membuat kedua pasang kembar itu, tertegun di tempat mereka.

"Apa maksudmu? mana mungkin pria bisa hamil. Ya kan, Kak?", ujar Anzela sembari melirik kakaknya.

"Ya..", Anzelo menjawab dengan ragu.

"Kalian bohong. Jangan khawatir, aku kenal dengan mendiang ibu kalian, bahkan aku dapat melihatnya, lebih tepatnya melihat arwah ibu kalian", balas Raziel. Ia menatap ke arah belakang dua kembar itu, menatap sosok transparan yang terlihat seperti ingin menangis.

Anzela dan Anzelo lagi-lagi terdiam. Pikiran mereka masih tidak percaya dengan perkataan remaja di hadapan mereka itu, tapi hati mereka menolak itu.

"Ibu kalian memintaku untuk datang ke sini, supaya dapat berkomunikasi dengan kalian kembali, tapi lewat perantara tubuhku", ucap Raziel kembali.

"Apa kami dapat mempercayai mu?", tanya Anzelo yang kali ini membuka suaranya.

"Tentu.. kalian dapat percaya atau tidak. Waktuku di kota ini tidak banyak, sore ini aku harus kembali, jadi bagaimana?", tawar Raziel.

"Baiklah. Habis ini, kau ikut ke tempat tinggal kami", ujar Anzelo yang membuat senyuman kembali terbit dari bibir mungil Raziel. Sedangkan sedari tadi, Anzela masih diam di tempatnya. Apa ia sungguh dapat berkomunikasi kembali dengan ibunya?

Wajah gadis cantik itu menyendu, sosok arwah yang berada di belakangnya, kini memeluk erat Anzela.

GREPP!!

Anzela tersentak, entah mengapa ia merasa jika ada yang memeluknya dari belakang. Raziel yang melihat itu, segera memandang sendu ke arah sepasang ibu-anak yang sudah beda dunia itu.

"Ibumu sedang memeluk mu, Anzela", ucapnya lirih. Anzela yang mendengar itu, segera meremas pakaian yang ia kenakan, dengan air mata yang mengalir.

Untung saja, para pelanggan di toko pie itu tidak dapat mendengar interaksi mereka, karena Anzelo sudah memasang mantra yang membuat tidak ada seorang pun mendengar pembicaraan mereka.

...............


To be continued

My Two Little StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang