Nampak, seorang gadis cantik dibalik gelapnya malam di tepi danau. Membiarkan surainya yang panjang dan berwarna keemasan untuk ditiup angin malam yang dingin. Gadis itu diam, sekali-kali dirinya melempar batu kecil ke arah danau.
"Permisi?".
Gadi dengan surai keemasan itu lekas menoleh. Terlihat seorang gadis manis yang berdiri gugup di belakangnya.
"A.. apa aku boleh duduk di sampingmu?", tanya gadis tadi pada gadis bersurai emas yang tidak lain adalah Anzela.
"Tentu, duduklah", balas Anzela sedikit menyingkir untuk membiarkan gadis itu duduk di sampingnya. Dengan segera, gadis itu mendudukkan dirinya di samping Anzela.
"Um, sebelumnya siapa namamu?", tanya sang gadis.
"Anzela Acolia, panggil saja Zela. Kalau namamu?", tanya Anzela balik setelah memperkenalkan namanya pada sang gadis.
"Violla, aku tidak punya nama panjang soalnya, dan panggil saja Vio atau terserah kamu saja", balas gadis bernama Violla tersebut.
"Nama yang cantik. Omong-omong, kenapa kau tidak memiliki nama panjang atau marga di belakang namamu?", tanya Anzela penasaran.
"Aku dibesarkan di panti asuhan. Orang tuaku meninggalkan ku di depan pintu panti asuhan saat aku masih bayi dan aku tidak tau siapa orang tua kandungku. Ibu panti lah yang memberiku nama", ujar Violla dengan muka sendunya yang menatap ke arah hamparan air di depannya.
Anzela terdiam sejenak. Dirinya masih cukup beruntung karena pernah dirawat oleh ibunya, tidak seperti Violla yang bahkan tidak tau siapa orang tuanya. Ia terdiam sebelum kembali berbicara.
"Kau hebat ya", gumam Anzela yang membuat Violla menatapnya seketika.
"Tidak seperti diriku. Kau hanya sendiri, tapi bisa bertahan hingga sekarang. Tidak seperti aku yang bahkan masih memiliki kakak tapi sudah merasa jika hidup begitu kejam", ujarnya sembari menatap ribuan bintang yang bercahaya terang di langit malam.
"Kau sudah berjuang keras ya, Violla. Aku bangga padamu", lanjutnya kembali dengan senyum tulus ke arah Violla. Violla memandang itu semua tanpa berkedip, wajahnya memerah bagaikan sebuah tomat yang baru saja direbus.
Surai keemasan yang tergerai bebas, bibir tipis yang menyunggingkan senyuman tulus ke arahnya, serta jangan lupakan tangan indah yang kini mengusap lembut kepalanya.
"Ah aku baru ingat. Aku harus lekas kembali, takutnya kakakku akan marah jika tidak segera kembali. Sampai jumpa lain waktu, Violla", ujar Anzela mengakhiri pembicaraan antar keduanya.
Anzela beranjak tuk pergi meninggalkan Violla yang kini menundukkan wajahnya karena malu. Wajahnya menjadi semakin memerah saat ingat tentang pandangan mata Anzela yang mengarah lurus ke arahnya.
"Ya, sampai jumpa lain waktu", gumamnya lirih sebelum menutupi wajahnya di antara lututnya. Ia harap, ia dapat bertemu kembali dengan Anzela dan mengobrol akrab seperti tadi.
.................
Malam ini, hujan turun ke kota secara tiba-tiba. Seorang gadis yang baru saja kembali dari jalan-jalan malamnya, nampak basah kuyup karena diguyur air hujan saat perjalanan pulang.
"Kau dari mana saja, Anzela?".
Gadis itu menoleh, melihat kakaknya yang nampak menatap tajam ke arahnya.
Sang kakak yang melihat adiknya basah kuyup, membuatnya bertambah cemas meski tatapannya pada adiknya masihlah tajam seakan menuntut penjelasan.
"Hanya menenangkan diri di dekat danau. Kau belum tidur?", tanya balik sang gadis sembari melepaskan kedua sepatunya.
"Huh..", menghela nafasnya sejenak, Anzelo lantas mengucapkan mantra penghangat dan tidak lupa juga mantra pengering pada tubuh adiknya yang basah kuyup.
"Cepat ganti pakaianmu. Kakak akan hangatkan makanan kembali untukmu", ujar Anzelo. Anzela si gadis tadi tidak menjawab, ia lekas pergi ke kamarnya untuk sekedar mengganti pakaian ke pakaian yang lebih hangat.
. ...............
Raziel melamun. Pandangan matanya lurus ke arah luar jendela kamarnya. Di luar sana, nampak hujan yang turun semakin deras layaknya perasaannya saat ini.
Semua yang terjadi siang tadi tak bisa dilupakannya. Ia sedih ketika seluruh orang yang dianggap sebagai ayah dari ia kecil, kini menatapnya dengan tatapan jijik ke arahnya. Nenek yang dulu selalu menyayanginya pun kini mulai berpaling darinya.
Omong-omong, kamarnya sudah dipindah ke sebuah kamar yang seperti kamar pelayan. Mungkin jika bukan karena ibu Ratu, ia sudah diusir dari sini sejak siang tadi. Ditempatkan di kamar pembantu pun ia sudah bersyukur karena masih memiliki tempat ini.
"Ziel", sebuah panggilan untuk membuatnya berbalik badan. Matanya menyendung saat melihat kakek dari pihak ibunya kini berdiri di depannya.
"Kakek!", seru Raziel yang lekas memeluk kakek yang paling dia sayangi. Di belakang kakeknya pun nampak sang paman yang berdiri dengan raut wajah malasnya.
"Kakek sayang Ziel. Kakek tidak mau Ziel menderita, maka dari itu Ziel mau kan tinggal bareng aku di kediaman kita?", pinta sang kakek. Sang paman yang mendengar itu segera merasa keberatan.
"Tapi ayah! dia sudah membuat keluarga kita malu di depan umum! dia juga adalah aib keluarga kita", tolak mentah-mentah sang paman.
Sang ayah yang mendengar perkataan putranya seketika merasa marah. Ia tidak pernah menyangka jika putranya akan berkata sedemikian rupa dan menyakiti hati cucunya. Saat sang ayah ingin menegur putranya, Raziel kembali berbicara.
"Tidak perlu kakek. Ziel akan tetap di sini, lagian nenek pasti juga tidak menginginkan keberadaan Raziel di sana. Jadi lebih baik Raziel tetap di sini, lagian ada ibu Ratu yang menjaga Raziel di sini", tolak Raziel secara halus.
Kakeknya memandang sendu ke arah cucunya. Cucu yang dulu masihlah sangat kecil, kini sudah bisa berpikir dewasa. Ia begitu iba pada kehidupan cucunya yang meski masih remaja sudah melalui berbagai cobaan kehidupan yang kejam.
"Baiklah jika itu keinginanmu. Kakek tidak bisa berbuat banyak, berbahagialah di sini cucuku", ujar sang kakek mengusap lembut kepala cucu kesayangannya.
Raziel tersenyum tipis, meski saat ini kondisinya tidak baik-baik saja, ia tidak ingin membuat kakeknya khawatir.
Sudah cukup dirinya saja yang menerima penderitaan ini dan jangan sampai ada orang lain yang menderita karenanya. Mungkin ini yang bisa ia lakukan untuk menebus dosa dari mendiang ibunya.
Ia akan mengabdi di kekaisaran ini untuk menebus semua kesalahan mendiang ibunya. Sepertinya menjadi pelayan tidak buruk.
.................
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
My Two Little Stars
RomanceKehidupan 2 orang kembar yang penuh dengan air mata. Membalas dendam kepada sosok ayah di benak mereka. Membalaskan dendam dan menghantarkan surat dari mendiang ibu mereka, itu adalah hal yang mereka lakukan. Kedua bintang kecil yang kini menggelap...