Obrolan Kedua Bocah

669 73 7
                                    

"Bakar mereka! mereka sudah banyak merenggut nyawa seseorang!",

"Sungguh kejam! padahal kukira tadinya mereka orang baik",

"Mereka pantas M4TI!!",

Semua kata-kata yang kembali datang di pikirannya. Terngiang-ngiang, dan susah untuk dilupakan. Duduk di tepian danau. Ia melihat beribu bintang yang menghiasi langit malam.

Malam begitu sunyi. Melemparkan sebuah batu ke dasar danau. Sirat mata kosongnya, memandang hamparan air di depannya.

Semua memori yang sulit dilupakan itu. Terus berputar silih bergantian. Tatapan benci dari semua orang dan kata-kata penuh caci maki dari mereka, masih ia ingat dengan jelas.

"Kau belum kembali, Kak?",

Sebuah kalimat pertanyaan itu, kini memecahkan keheningan malam. Sosok gadis kecil, segera duduk di samping kakak kembarnya. Keheningan kembali tercipta.

"Kira-kira, seberapa bencinya mama jika tau kita seorang pembunuh, Kak? apa mama akan membenci kita? aku benci jika mendapatkan tatapan kebencian dari mama, Kak. Aku benci jika dia meninggalkan kita. Kadang aku bertanya-tanya, kenapa sisi anak kecil sangat mendominasi padaku. Hanya saat malam hari saja aku bisa bebas..", ujar Anzela, dengan sorot mata yang sedang memandang beribu bintang bersinar di langit malam.

"Perkataan yang sungguh menyentuh, dari seseorang yang bahkan membunuh ayah dan ibunya sendiri. Kau tidak sanggup untuk membunuh dia? yang bahkan tidak jelas asal-usulnya?", tanya Anzelo yang kebanyakan, mengandung kalimat sindiran untuk adik kembarnya itu.

"Dia berbeda, Kak! kasih sayangnya sungguh nyata. Dia terus berjuang demi kita selama ini. Tidak seperti pak tua dan wanita tua itu. Yang bahkan tega menghukum anaknya sendiri dengan cara mencambuknya, bahkan kakak juga hampir mati karena perlakuan mereka", jawab Anzela. Mengingat masa kecilnya dan kakaknya sebelum bereinkarnasi, yang amat sangat kejam bagi seorang bocah seperti mereka.

"Perkataan mu memang benar adanya. Sudahlah, ayo kembali! sebelum mama mencari kita", ucap Anzelo yang kemudian beranjak dari tempatnya.

"Yaa".

...................

Kedua bocah itu memasuki kamar mereka. Melihat sang ibu yang sudah tertidur dengan boneka-boneka yang mirip dengan mereka. Tentu saja boneka itu hanya pengalih perhatian saja. Agar tidak ada yang curiga jika mereka keluar.

Boneka itu sudah dirancang mirip seperti mereka. Gerakan bernafas sembari tidur juga mirip dengan mereka. Yah, siapa yang dapat meragukan kemampuan dua bocah penyihir ini.

"Disappear",

Dalam sekejap, dua boneka yang mirip dengan mereka, menghilang. Keduanya kemudian mengambil posisi tidur mereka, dengan Anzela yang tidur di sisi ibunya.

"Selamat malam, Ma..".

................

"Zela, Zelo. Apa yang kalian lakukan? mama lelah mengejar kalian tahu!", keluh Noa pada anak-anaknya. Sedari tadi, bocah kembar yang usianya sudah 10 tahun itu, berlarian di dalam hutan. Entah apa yang sedang anak-anaknya lakukan.

"Mama! lihat, ada orang terluka!", teriakan dari putrinya, langsung membuat Noa mendekat ke arah putrinya. "Sepertinya, orang itu mendapatkan tusukan pedang yang fatal di bagian perutnya, Ma. Apa yang harus kita lakukan?",

Noa terkejut di tempatnya. Ia tidak dapat berkata-kata lagi, ataupun sekedar menjawab pertanyaan anaknya. Tubuhnya terasa kaku hanya untuk bergerak.

"Ma, mama kenapa?",

Tersadar dari lamunannya, ia langsung menjawab pertanyaan putrinya, agar dia tidak khawatir. "Ma.. mama nggak apa-apa, sayang. Yasudah, Zelo ambilkan tas mama yang ada di gubuk!",

"Ya",

"Kenapa harus menolongnya sih? tapi, mama sepertinya mengenal orang itu. Buktinya saja dia terkejut. Siapa orang itu? ah, maafkan Zela, Ma. Izinkan Zela untuk menerobos masuk ingatan mama", batin Zela, ia curiga dengan mama nya itu.

"Breaking Through Memories", gumaman Zela. Ia seketika dapat tau masa lalu mamanya. Dan tidak lama kemudian, dia tau siapa pria yang tergeletak dengan bersimbah darah itu.

"Ayah?",

Mendengar ucapan dari Zela, membuat Noa kembali membeku di tempatnya. "A.. apa maksud mu, Zela?",

"Tidak ada, Ma. Aku hanya sedikit merindukan Kinky yang sosoknya seperti seorang ayah yang tidak pernah kami rasakan", ucapan Zela, membuat Noa diam-diam mendesah lega, tapi sedetik kemudian ia kembali sedih.

"Maafkan mama, Zela",

"Ini bukan salah mama. Mama tidak salah apa-apa. Terimakasih sudah menjaga kami selama ini, Ma!", Noa sangat terharu, melihat perkembangan putri kecilnya itu. Ia tidak menyangka jika putrinya itu, cepat sekali besarnya. Ya, meski putranya juga tidak kalah jeniusnya.

"Ma, ini tas mama", setelah berlarian. Zelo akhirnya sampai dengan membawa sebuah tas kecil, di tangannya. Ia kemudian, menyerahkan tas itu pada mamanya.

"Terimakasih, Zelo. Mama sangat terbantu", ucap Noa, sembari mengusap lembut kepala putranya. Beberapa saat kemudian, dia langsung mengambil obat yang dibutuhkan untuk menyembuhkan orang itu.

"Zela, bantu mama untuk mengecek denyut nadi nya. Jika melambat, segera bilang pada mama. Mama akan mengobati lukanya dulu", titah Noa pada putrinya. Ia segera mengusap darah yang keluar menggunakan kain yang sudah diberikan sedikit air. Mengusapnya hingga darah menghilang, kemudian mengoleskan salep yang biasanya dia jual ke area sekitar luka.

Sedangkan Zela, dia segera memeriksakan denyut nadi seseorang itu yang tidak lain adalah ayah kandungnya. Ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Sejujurnya, dia kecewa dengan sosok yang tergeletak penuh luka itu. Tapi ia harus menolongnya, demi sang mama.

Pada awalnya, denyut nadi ayahnya itu normal. Tapi semakin ke sini, Zela merasakan suatu keanehan. Denyut nadi nya semakin melemah. Yah, bisa dikatakan, nyawa ayahnya ini dalam bahaya. Ingin sekali dia tidak memberitahu kan hal ini pada mamanya. Tapi, melihat wajah hawatir sang mama ketika mengoleskan salep. Membuat Zela mengurungkan niatnya.

"Ma, sepertinya denyut nadi orang ini, melemah".

...............

To be continued

My Two Little StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang