Kiara pikir dia harus segera mencari kerja paruh waktu agar dapat menyewa sebuah flat sederhana sesuai dengan gaji yang akan dia dapat. Tapi untuk saat ini, dia memang butuh Jungkook. Kiara begitu berterimakasih padanya yang telah membantunya keluar dari rumah itu.Kendati seharusnya hal itu sudah dia lakukan sejak semula, akan tetapi Kiara tidak berani tergerak lebih dahulu untuk keluar dari sana. maklum saja, dia masih kurang dapat mengambil keputusan yang tepat.
Setibanya masuk ke rumah Jungkook lagi untuk yang kedua kalinya, Kiara mengikuti pria itu menghampiri ruangan kamar berpintu cokelat yang dia tau sebagai kamar sepupunya. Walau sampai saat ini Kiara tidak pernah lihat tampang sepupu Jungkook yang menempati kamar bernuansa putih kala ia masuk. Suasananya terasa nyaman. Walau hanya ada meja belajar juga ranjang tak terlalu besar. Pun jendela yang telah berdebu.
“Dia memutuskan untuk pergi,” beritahu Jungkook. dia menjejalkan kedua tangan di saku---melihat Kiara yang terpaku sambil melihat meja belajar yang kosong. “Maksudku, sepupuku. Maka dari itu kau boleh pakai kamar ini selama yang kau mau,” katanya.
“Sejujurnya, aku punya rencana lain,” ujar Kiara. Mata mereka bertemu tatkala ia melangkah mendekati jendela dan membukanya. Tidak ada yang menarik dari halaman belakang. Hanya ada hamparan rumput kosong juga pohon-pohon.“Aku ingin mencari kerja paruh waktu dan menyewa sebuah flat sederhana saja yang sesuai uang gajiku,” katanya.
“Kau yakin? Bagimana kuliahmu?” Jungkook berdiri di samping Kiara. “Apa kau sungguh akan berhenti?”
“Ya. aku sudah tidak minat lagi untuk kuliah.”
“Kalau ini soal biaya, aku bisa membantumu.”
Kiara menggeleng seraya tertawa pelan mendengar tawaran itu. “Aku mulai berpikir bahwa aku harus dewasa setelah selama ini semua orang mengatakan aku anak cengeng dan manja, yang tidak lepas dari ketiak orang tuaku. Yah, tidak ada pilihan lain melihat hidupku yang sudah seperti ini. jadi, jika aku menerima bantuan, aku rasa aku hanya setengah-setengah dalam niatku. Besok, aku akan mencari kerja dan tempat tinggal.”
Jungkook mendengus. Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya.
“Tapi terima kasih atas bantuanmu.” Kiara berujar lagi sambil tersenyum manis. “Aku juga akan mengunjungi ayahku besok. Aku sudah sangat merindukannya.”
“Itu keputusan yang bagus.”
“Tapi omong-omong, aku mendadak penasaran akan sesuatu.”
“Apa?”
“Kau pasti sangat kaya sampai mau membiayai kuliahku. Dan aku tidak akan lupakan tas Louis Vuiton itu,” Kiara terkekeh lantaran masih menganggap itu menakjubkan. Dia pun melanjutkan, “Dimana orang tuamu?”
“Ah itu,” Jungkook mengusak rambutnya yang dipotong pendek. “Aku kaya,” katanya.
Kiara mencebik. “Ya, aku tau. Maksudku, apa yang orang tuamu lakukan? Ayahku mendirikan perusahaan di bidang industry tekstil. Tapi, dari yang aku dengar, ada pergawai yang membocorkan rahasia mengenai ayahku yang korup serta melakukan pemerasan kepada perusahaan-perusahaan kecil juga kekerasan kepada beberapa orang. Jadi,” Kiara menghela berat. “---jadi perusahaan yang sudah didirikannya sekian lama pun hancur. Dan kini apa yang kumiliki juga ikut hancur. Hidupku, masa depanku.”
Kau tidak punya apapun sejak semula. Jungkook menanggapi ucapan itu dalam hatinya.
Namun berbanding terbalik dari ucapan kebenciannya, ia mendekati Kiara dan memegang pundaknya. Kiara tampak sedih dan ingin menangis. dan benar saja airmatanya luruh kala ia mengedepikan mata. Ia teringat tentang betapa bahagia dirinya dahulu. Impiannya sangat jelas, keinginannya selalu tergapai. Kini semua tampak sulit sebab Kiara bahkan tidak dapat meraih apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burning Desire [END]
FanfictionKiara merasa dirinya hancur sampai nekat ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jembatan. Namun, alih-alih merasa segalanya akan berakhir, Jungkook muncul dan memberikannya pertolongan. Lembaran baru dimulai. Kiara berhasil mendapatkan ar...