10

74 7 0
                                    

Hujan mulai turun ketika Kiara diseret ke sudut sebuah gang yang sunyi. Tidak ada kamera CCTV, tidak ada siapapun yang akan melewatinya. Ia tersungkur di tanah basah sambil berupaya melihat sosok itu yang mengenakan jaket kulit, topi dan masker. Dan meski gelap, Kiara bisa melihat surai pirang mencuat dari topi tersebut.

Sadar jelas bahwa ia dalam bahaya, Kiara pun mencoba kabur. Tapi lengannya dicengkram kuat lalu tubuhnya kembali didorong hingga jatuh tersungkur. Lantas ia pun mulai menyeret tubuhnya---merangkak menjauh.

“Tolong,” lirihnya. Kemudian ia memberanikan diri untuk berteriak lebih keras secara berulangkali. Kiara meraih kerikil-kerikil juga tanah lalu melemparkannya pada sosok itu yang terus mendekatinya sementara ia masih berupaya berteriak meminta bantuan. 

Suara hujan yang menghujam deras di malam yang sunyi detik ini meredam teriakannya. Seakan sosok itu sengaja menunggunya sampai kehabisan suara---berteriak dan menangis hingga tenaga Kiara melemah.

“PERGI! JANGAN MENDEKAT! ATAU JUNGKOOK AKAN MENGHAJARMU!” teriaknya saat sosok itu mendekat padanya selangkah demi selangkah.

Ketakutan Kiara semakin menjadi-jadi sebab semua yang dia lakukan terasa sia-sia.

Putus asa … Kiara merasa dia sudah akan mati hari ini.  Namun, saat ia sudah selangkah lagi dengan sosok itu, Kiara dengan berani mengatakan kalimat yang ia pikir adalah ucapan terakhirnya sebelum dibunuh dan berpikir nantinya mayatnya ditemukan entah dimana dan oleh siapa.

Kiara berkata, “Kalau aku mati, Jungkook akan mencari keberadaanmu dan menghabisimu. Kau tidak akan bisa menghindar, kau juga pasti akan mendapatkan balasannya!”

Sosok itu berhenti. Kiara melihatnya sedang membuka ikat pinggang lantas menurunkan celananya.

“Apa yang… a-apa yang kau… JANGAN MENDEKAT!” ia masih mencoba mundur walaupun sial aksesnya buntu. Kiara melihat gang ini ditutup oleh tembok yang tinggi. 

Tiba-tiba kedua tangannya dicengkram serta-merta tubuhnya langsung terbaring di tanah basah. Kiara begitu kesulitan mengambil napas sebab air hujan berulangkali memasuki mulutnya yang berteriak. Kendati dirinya masih berusaha melawan walau tercekat berulangkali sewaktu tangan kasar mulai meraba-raba dan memaksa untuk membuka kakinya.

Perlahan tenaganya mulai tidak sanggup melakukan perlawanan. Kiara merasa ia sudah akan berakhir. Sampai suatu ketika keajaiban seolah datang padanya , manakala sosok  itu yang kini mencoba menciumnya mendadak ditarik dengan tenaga  sangat kuat sehingga membuatnya terguling menjauh darinya.

Kiara tergeletak dengan kepala terkulai lemah--- memandang siapa yang datang. Ia pun tersenyum saat tau ternyata Jungkook lah yang muncul. Kendati Kiara sudah tidak sanggup lagi bergerak sebab tubuhnya sudah lemas. Dia hanya dapat menyaksikan bagaimana Jungkook menghajar sosok itu yang melawan. Maka perkelahian pun terjadi. Jungkook tampak seperti kesetanan. Dia bahkan menjatuhkan si pelaku dalam sekali pukulan dan berlanjut menjadi pukulan yang bertubi-tubi, bringas, dan seolah tiada ampun sampai lawannya tidak berdaya terkapar di tanah.

Kiara sudah tidak sanggup menahan pusing dan ia setengah sadar ketika Jungkook menghampirinya. Pria itu mengangkat tubuhnya serta membawanya pulang ke rumah.

Dalam hati, Kiara tidak berhenti merasa lega. Ia menggumam tak begitu jelas.

“Kau pasti akan datang. Aku tau kau akan datang.”

***

Jungkook membawanya masuk ke dalam kamarnya. Meletakkan Kiara di bathup. Gadis itu pasrah saat Jungkook melepaskan pakaian miliknya yang basah dan kotor. Pria yang basah kuyub tersebut masih diam seolah mengabaikan tatapan Kiara yang tak berkedip memperhatikannya. Mengabaikan tatapan Kiara yang memuja dan mengagumi.

Sementara Jungkook masih kesal dalam hati.  Dia membayar pria tadi untuk menakuti Kiara, bukan memperkosanya. Rasanya pria suruhannya tadi sudah mati karena Jungkook benar-benar memukul dadanya berulangkali sampai darah mengucur dari mulutnya cukup banyak.

“Kau terluka,” Kiara menyentuh sudut bibir Jungkook yang sedikit robek. Pria itu spontan tersadar. “Kau harus diobati.”

“Aku baik-baik saja.” Jungkook berusaha tersenyum seperti biasa. ia menyingkirkan pasir-pasir yang menempel di rambut Kiara.

Kiara pasrah saat Jungkook membasuh tubuhnya dengan air hangat yang mengucur dari shower. Dirasakannya pula tangan hangat tersebut dengan lembut membasuhnya dengan perlahan.

“Terima kasih sudah datang menolongku.” Kiara menyentuh sisi wajah Jungkook yang spontan berhenti dan membiarkan air dari shower tetap mengucur mengisi bathup.“Kau tau, kukira aku sudah akan mati tadi. Aku sudah sangat pasrah jika memang hidupku berakhir tragis. Toh hidupku memang sudah tragis. Tapi, tadi aku terus mengatakan dalam hatiku bahwa kau pasti akan datang. Aku juga mengancam penjahat tadi bahwa jika dia membunuhku, kau pasti akan membalas dendam dan balas membunuhnya.”

Mendengar hal tersebut. Entah mengapa Jungkook malah kesal. Tapi, kekesalan yang membuat hatinya turut berdenyut merasakan sesuatu. “Kenapa kau percaya aku akan membalas atas kematianmu?” tanyanya dengan dahi mengerut.

Akan tetapi, Kiara dengan lembut mengatakan, “Karena aku percaya padamu sepenuhnya.”

“Kenapa?”

Kiara tertawa rendah saat merasa Jungkook seakan tidak puas akan jawaban yang dia berikan. “Hal yang paling kuat dari apapun di dunia ini, ialah rasa percaya. Sejak bertemu denganmu, aku percaya bahwa hidupku belum benar-benar berakhir. Seakan hatiku bilang padaku bahwa, kau adalah alasan kenapa aku bisa kuat dan semangat bekerja hari ini.

Jungkook memegang tangan Kiara yang ada di pipinya.  “Kenapa kau sungguh naif? Apa kau tau, sebaiknya, kau tidak gampang percaya terhadap orang lain.”

“Kenapa?” Kiara balik bertanya.

“Karena dunia ini tidak menerima orang-orang berhati lemah. Dunia ini lebih kejam dari perkiraanmu.”

“Termasuk dirimu sendiri?”

“Ya?”

Kiara menyentuh dada Jungkook---meletakkan telapaknya di sana. “Kau selalu berkata bahwa dunia ini tidak menerima orang-orang berhati lemah. Termasuk hatimu sendiri. Aku seperti merasakan jelas kelemahanmu. Dari tatapan matamu saat ini.”

“Jangan sok tau.” Jungkook menepis tangan Kiara kendati gadis itu menggenggamnya erat.

“Jungkook, jangan simpan kesedihanmu sendirian.”

“Hentikan, Kiara.”

Kiara menarik pria itu mendekat dan memeluk lehernya. Kemudian  Kiara berbisik di telinganya. “Kita bisa berbagi. Kau bilang bahwa kau jatuh cinta padaku. jika begitu, aku rela memberikan apapun untukmu. Karena aku percaya bahwa aku bisa bahagia bersamamu.”

Jungkook mendorong Kiara pelan---menatap Kiara yang tersenyum tulus padanya. rahangnya mengeras seakan tak terima bahwa ada seseorang mampu mengetahui apa yang selama ini dia tutupi.

Benar, Jungkook selalu menapik kelemahannya. Luka dan trauma akan kepergian sang ibu mengubahnya menjadi sosok baru yang tidak berperasaan, kejam, dan dingin.

Walau pada dasarnya, Jungkook hanyalah pemuda lembut dan selalu ingin melindungi orang-orang yang dia sayangi.

Hatinya merasakan luka itu lagi akibat ucapan Kiara.

Melihat ekspresi Jungkook, Kiara mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir pria itu yang langsung mendorong tubuhnya. Jungkook ikut masuk ke dalam bathup, lalu mencium Kiara dengan bringas dan lapar. *)

Burning Desire [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang