Chp 9 || Tentang Senyuman •

374 30 4
                                    

Ia membuka matanya, melihat remang-remang sedikit buram, sinar embun pagi yang masih dingin dengan cepat melewati seluruh badannya, akhirnya ia sadar semalaman dia membiarkan jendela kamarnya terbuka dan tirainya yang masih terbuka, belum lagi dia mencari benda kecil yang sudah terbungkam di bawah tempat duduknya

"Pagi..." Ucapnya kepada dirinya sendiri, nadanya masih serak dan berintonasi rendah, dan tersenyum tipis

"E-eh?!"

Taufan merasakan ada sesuatu yang ada dibawahnya, dan benar saja, ponsel kesayangannya sedang dia duduki, setelah dia ambil dia mendecak kesal, karena batrenya sekarat, belum lagi alunan musiknya masih terdengar

"Ah sudahlah..." Katanya yang tadinya tersenyum tipis menjadi tersenyum tertekan

Lagi-lagi badannya terasa dingin saat baru saja bangun dari ranjangnya, walau sekejap berhembus ke dalam kamarnya, tetap saja mampu membuat Taufan menggigil sekejap.

Tak ingin berlama-lama pemuda itu segera pergi dari kamarnya sambil membawa handuk, sebelum rasa malas berangkat sekolahnya datang, ia melangkah ke kamar mandi dan disusul oleh adiknya di belakang

"Kak?tumben amat" Tanya Ice tiba-tiba, membuat Taufan pun heran karena mengawali pembicaraan

"Lah, kau juga tumben, pola bear seperti mu yang biasanya malas juga udah di dapur" jawabnya singkat sembari berdiri di depan pintu kamar mandi

"Hah?yang benar?pantes ku bangun wujudnya udah hilang kemana"

"Kau kira aku bohong?"

"Ya"

"Makanya kalau tidur tuh jendela ditutup, mana masih pake celana kolor, belom lagi pintu nya setengah kebuka" sambung bocah narsis lagi-lagi berusaha menasehati nya

"Pagi-pagi udah mau roasting lagi?" Taufan mengingat kejadian semalam, apalagi dia dikritik karena melamun terlalu lama

Gempa yang melihat obrolan Taufan dan Ice, disusul dengan Blaze, Thorn, dan Solar, hanya bisa tersenyum pasrah, sambil memakai celemek makan dan menaruh beberapa alat makan di depannya, tentu juga mendengarkan obrolan absurd mereka yang akan semakin nyeleneh, tapi Taufan masih belum menyadari semua saudaranya kecuali Halilintar sudah turun kebawah, jadi ia tidak tahu siapa yang ada di dalam kamar mandi sekarang

Taufan hendak memegang pintu didepannya, berpikir tidak ada suara dari dalam sana, artinya pintu dan seseorang dari dalam sana sudah pergi, tetapi tiba-tiba pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok yang selama ini dia takuti, dan ia sayangi, sudah memakai baju ganti sambil mengusap-usap kepalanya. "Eh iya itu kak Ha-" belum sempat adik pertamanya menjawab, suara ceklekam pintu sudah terdengar

"E-eh?! ternyata kak Hali.." liriknya sambil merasa canggung, tak berani untuk menatap mata merah Ruby yang begitu menusuk seperti biasa

"........"

Tak ada jawaban atau perlakuan, Halilintar bahkan hanya menatap mata biru safir adiknya yang sedikit berbeda, lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Taufan masih terdiam di tempat seperti kemarin malam, senyuman itu jadi sedikit kaku

Kesemua saudara nya kecuali Ice langsung saling menatap dan mengangguk pelan, termasuk Thorn

"Kak?!"

"Ah iya!! Aku mandi dulu ya yang terakhir dimakan buaya!!" Ucap Taufan langsung berseru gembira dan cengengesan tidak jelas, masuk kemar mandi

"Woilahh kak! curang!!"

"Siapa cepat dia dapat, udah jadi hukum alam "

Taufan mengucapkannya saat ada di dalam kamar mandi, lagi-lagi semua saudaranya yang masih mengantri dan berkumpul dibuat bertanya-tanya, pernahkah melihat Taufan secanggung itu dengan Halilintar sekarang, bahkan sekedar untuk menatapnya saja Taufan ragu. Tidak seperti dulu, balon diletuskan di depan mata kakak sulungnya saja masih bisa berani untuk mengulanginya, tapi sekarang?

Brother Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang