Jam pelajaran terakhir kosong di kelas X IPA 4. Bu Stella guru kimia yang mengajar di kelas tersebut berhalangan hadir. Hal itu membuat kelas Ara free. Mereka dibebaskan dengan syarat tidak mengganggu kelas lain.
"Ra, gue mau ke ruang PMR. Kak Nindi chat nyuruh buat ngumpul."
"Hm. Iya sana."
"Oke, baik-baik lo di kelas!"
"Iya-iya sana."
Azza pergi ke luar kelas. Sepeninggal Azza, Ara merasa bosan di kelas. Teman sekelasnya sibuk masing-masing. Ara beranjak dari duduknya berniat pergi ke perpustakaan. Koridor kelas nampak sepi karena masih jam pembelajaran. Sesampainya di perpustakaan, Ara mengisi daftar hadir yang disodorkan oleh petugas perpustakaan.
"Jam kosong ya, Ra?" tanya bu Lia selaku penjaga perpustakaan.
"Iya, bu Lia."
Bu Lia mengangguk, setelah mengisi daftar hadir, Ara pergi ke rak buku yang dikhususkan untuk novel, cerpen dan buku fiksi lainnya. Dia mengambil satu novel yang membuatnya tertarik. Ara membaca sinopsis novel tersebut, lalu duduk dan mulai membacanya. Saat sedang fokus membaca, tiba-tiba Ara merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang.
"Kok di sini? Bolos, ya?"
Ara menolehkan kepalanya melihat orang yang tadi menepuk pundaknya.
"Sembarangan! Enggak ya, kelas Ara lagi jam kosong!" ucap Ara dengan sewot.
Galen terkekeh karena jawaban Ara. Iya, yang menepuk pundaknya Ara yaitu Galen.
"Terus kakak ngapain ke sini? Jangan-jangan kakak yang bolos ya?"
"Kelas gue juga jam kosong."
"Ouh, kirain."
Ara kembali melanjutkan membaca novel. Galen memperhatikan Ara yang terlihat fokus membaca.
"Pulang sekolah bareng gue."
Gadis itu kaget, kakak kelasnya ini tiba-tiba mengajaknya pulang bareng.
"Ada acara apa nih ngajak pulang bareng?"
"Nanti lo tau."
Galen bangkit dari duduknya lalu pergi keluar perpustakaan tanpa menunggu jawaban Ara.
"Lah main pergi aja, belum dijawab juga. Dasar ngeselin!"
.
.
.Bel tanda pulang berbunyi, Ara bangkit dari duduknya dan meletakkan novel yang dia baca ke tempat semula. Setelahnya, Ara pamit ke Bu Lia dan keluar perpustakaan menuju kelasnya. Sesampainya di kelas, ternyata Azza belum kembali dari ruang PMR. Ara mengambil tasnya dan pergi keluar kelas. Saat di depan pintu, ternyata Galen sudah menunggunya sambil bersandar di pintu kelasnya.
"Ngapain kak? Cosplay jadi penjaga pintu?"
"Ck! ayo pulang." Galen meraih tangan kanan Ara, Ara reflek menggenggam tangan Galen.
"Ara belum jawab loh, kak."
"Gak butuh jawaban lo."
"Dasar pemaksa!"
Galen menggendikkan bahunya acuh. Sesampainya di parkiran sekolah, Galen menyodorkan helm untuk Ara. Gadis itu menerima helm tersebut dan memakainya dengan bibir mengerucut.
"Naik!"
"Motor kakak ketinggian, Ara susah naiknya!"
"Salah sendiri pendek."
Ara menggeplak bahu Galen. Sang pelaku malah tersenyum mengejek. Galen memberikan tangan kanannya untuk pegangan ara naik ke motornya. Ara menerima uluran tangan tersebut dan berhasil naik ke motor galen. Setelah itu Galen menjalankan motornya.
.
.
."Ini rumah siapa kak?" tanya Ara
"Gue, ayo masuk."
Ara terkejut karena Galen tiba-tiba mengajaknya ke rumah pemuda itu. Dengan wajah yang masih bingung, ara tetap mengikuti Galen masuk.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam," bunda Galen menjawab salam.
Galen menyalimi tangan bundanya. Ara terdiam, dia teringat dengan Almh mamanya.
"Eh, ini siapa bang? Pacarmu ya?"
"Eum... Bukan tante, Ara adek kelasnya kak Galen," ucap Ara sambil menyalimi tangan bunda Galen.
"Ouh, adek kelas ternyata. Jangan panggil tante, panggil bunda aja kaya Galen."
"Gak papa tan - Eh, bun?" balas Ara dengan ragu.
"Hahaha... Ya gapapa dong!"
Bunda Galen mengajak Ara duduk di ruang tamu. Galen berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya untuk mengganti seragam. Meninggalkan dua wanita yang berbeda umur tersebut.
"Ara udah lama kenal anak bunda?" tanya bunda Galen.
"Belum lama, bun."
"Kok bisa kenal Galen?"
Ara menceritakan awal pertemuannya dengan Galen tanpa kurang sedikitpun. Bunda Galen tertawa mendengar cerita Ara. Tidak lama kemudian, Galen menuruni anak tangga bersama dengan adek perempuannya menghampiri bunda dan Ara.
"Eh, ada kakak cantik! Nama kakak siapa?"
Ara mengalihkan pandangannya menatap Galen dan seorang anak yang bertanya kepadanya.
"Hallo adek! Nama kakak Leoni Arella. Panggil aja kak Ara."
"Hai kak Ara! Nama aku Zhifara Aquina, adeknya bang Galen. Dipanggil Fara."
"Salam kenal Fara! Kamu lucu banget sih, mau jadi adek kakak nggak?"
"Hehehe... Makasih kak! Mau dong!"
Galen tersenyum tipis melihat interaksi adeknya dengan Ara. Ia tidak menduga Fara cepat akrab dengan Ara. Fara mengobrol banyak dengan kakak barunya itu. Sampai tidak terasa hari semakin sore. Ara pamit pulang dengan Galen yang mengantarnya.
"Lain kali main ke sini lagi ya, Ra?"
"Iya, bun"
"Kita pamit bun, Assalamualaikum!" ucap Galen."
"Waalaikumsalam."
Galen dan Ara menyalimi tangan bunda.
"Dadah kakak cantik! Nanti kita main bareng lagi ya?"
"Dadah adek! Siap."
Galen menyalakan motornya keluar dari mansion dan mengantarkan Ara pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran
Ficção AdolescenteLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...